(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

FILOSOFI PENDIDIKAN INDONESIA MENURUT KIHAJAR DEWANTARA DAN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

Admin disdikpora | 25 Agustus 2022 | 11242 kali

Diterbitkan:31 Juli 2022 17:42
Sumber:Modul 1.1 dan Modul 1.4 Pendidikan Calon Guru Penggerak Angkatan ke 4
Penulis:WIHANA BANDRANG

1. Filosofi Pendidikan Indonesia menurut Ki Hajar Dewantara

Pendidikan di Indonesia sekarang ini tentunya tidak terlepas dari peran bapak pendidikan kita bapak Ki Hajar Dewantara yang kelahirannya kita peringati sebagai hari pendidikan nasional setiap tanggal 2 Mei.

Dimulai dari didirikannya Bumi Putera pada tahun 1854 yaitu pendidikan pada zaman kolonial belanda yang bertujuan hanya untuk mendidik calon-calon pegawai pemerintahan dan rakyat diajarkan hanya sebatas membaca, menulis dan berhitung seadanya, semua cuma bertujuan supaya membantu usaha dagang pemerintah Hindia Belanda. Keadaan inilah yang mendorong Ki Hajar Dewantara menjadi tergelitik untuk memperjuangkan nasib bangsanya, bahkan ketika KHD diasingkan ke Belanda karena tulisannya yang banyak mengkritik kebijakan pemerintah Belanda pada waktu itu KHD tetap aktif menulis dan tetap peduli dengan perjuangan pergerakan bangsanya. Selama pengasingan di Belanda ini KHD menemukan suatu konsep pemahaman tentang pendidikan yang kemudian diterapkannya ketika sudah kembali ke tanah air yaitu pada tahun 1922 lahirlah pendidikan taman siswa di Yogjakarta sebagai pintu gerbang emas kemerdekaan dan kebebasan budaya bangsa, dan sekaligus sebagai jiwa rakyat untuk merdeka dan bebas dari pemerintahan kolonial Belanda.

Dalam memahami arti dan tujuan pendidikan, Ki Hajar Dewantara membedakan antara pendidikan dan pengajaran. Menurut KHD, pengajaran ( onderwijs) merupakan bagian dari pendidikan. Pengajaran itu sebagai proses dari pendidikan dalam memberikan ilmu, dan pengajaran itu berguna untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan bathin. Sedangkan pendidikan ( opvoeding ) adalah memberikan tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki oleh seorang anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat nantinya. Jadi menurut KHD (2009)….“Pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”

Pendidikan sebagi tempat menyemai benih kebudayaan dalam masyarakat. Sebagai tempat untuk berlatih dan menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. KHD percaya bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Oleh sebab itu, seorang pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, sehingga dapat memperbaiki perilakunya. Dalam hal ini seorang pendidik lebih berperan sebagai pamong yang menuntun dan memberikan arahan kepada anak, sehingga anak tidak salah jalan atau tidak salah dalam melangkah dan membahayakan dirinya. terutama dalam pembelajaran di kelas, seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaan dalam belajar. Membimbing dan mendidik anak hendaknya sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya, agar anak dapat memiliki budi pekerti yang luhur dan mulia.

Dalam menuntun perilaku anak agar memiliki budi pekerti yang luhur dan mulia maka seorang pendidik dapat membimbing anak melalui berbagai cara dan metode atau pendekatan, baik dengan menggunakan panca indera maupun dengan permainan anak-anak, karena dengan permainan yang sesuai dapat memberikan kegembiraan bagi anak, atau dengan kata lain mendidik sama artinya dengan menuntun dengan pola pembelajaran yang menyenangkan dan pendidikan yang berpihak pada anak.

Tujuan utama pendidikan yaitu Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang khayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Kerangka filosofi Merdeka Belajar mengacu pada 7 Profil Pelajar Pancasila yakni Beriman dan Bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, Berakhlak mulia, Kreatif, Gotong Royong, Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis dan Mandiri.

Agar tujuan utama pendidikan tersebut dapat tercapai dan Profil Pelajar Pancasila yang diharapkan dapat terwujud pada tiap anak Indonesia, maka sebagi pendidik tentunya berupaya melakukan tugas sesuai dengan semboyan pendidikan yang diajarkan oleh KHD yaitu ” Ing Ngarso sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.”

Selanjutnya sebagi pendidik berupaya menerapkannya dalam proses pembelajaran agar pembelajaran yang dilakukan dapat mencerminkan pemikiran KHD maka seorang pendidik itu sebaiknya selalu mengupayakan perubahan dan diharapkan yang berubah adalah budi pekerti dengan cara mengolah pikiran dan perasaan serta kemauan dan mengolah raga/tenaga, menciptakan pendidikan yang holistik dan seimbang dan memandang setiap anak dengan penuh hormat, sehingga sebagai pendidik bebas dari segala ikatan, memiliki hati yang suci ketika mendekati anak dan tidak meminta suatu hak/balasan namun melakukan tugas mendidik dengan sikap melayani ( berhamba pada anak). Berupaya menjadi teladan, memberikan semangat dan memberikan dorongan kepada anak sesuai dengan trilogi pendidikan atau seperti semboyan dari bapak Ki Hajar Dewantara.

Akhirnya semboyan dari KHD yaitu ” Ing Ngarso sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani” dapat disimpulkan sebagai rangkuman dari keseluruhan pemikiran KI Hajar Dewantara.

2. Budaya Positif di Sekolah

Sesuai dengan konsep pemikiran dari bapak Ki Hajar Dewantara bahwa seorang pendidik itu harus dapat menuntun anak sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya sehingga anak dapat memiliki watak atau karakter yang baik dan pada akhirnya dapat membentuk perilaku yang baik pula. Dalam menuntun budi pekerti anak, maka sebagai pendidik perlu berupaya menuntun anak dengan menerapkan budaya positif di sekolah.

Untuk membangun budaya positif di sekolah maka sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar anak dapat berpikir, bertindak dan mencipta dengan secara merdeka, mandiri dan bertanggungjawab. Salah satu strategi yang perlu ditinjau ulang adalah bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di sekolah. Terkait dengan disiplin ini maka semua warga sekolah perlu menyamakan persepsi tentang disiplin yang selama ini dikaitkan dengan kontrol yakni cara guru ketika menghadapi anak dalam hal kedisiplinan.

Sebagai seorang pendidik tentunya akan berupaya untuk menanamkan disiplin positif yang positif ini kepada anak didik, maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan agar budaya positif ini dapat diwujudkan di sekolah yaitu :

a. Disiplin Positif

Dalam menanamkan disiplin positif kepada anak sebaiknya dimulai dari diri anak sendiri dengan pembiasaan disiplin diri dan disiplin waktu. Sebagai seorang guru yang diharapkan menjadi pemimpin pembelajaran dapat memberikan keteladanan terlebih dahulu kepada anak sehingga dengan sendirinya anak menyadari dan dapat membiasakan diri untuk dapat berdisiplin diri maupun disiplin waktu.

b. Posisi Kontrol Guru

Merupakan suatu posisi yang dapat digunakan oleh guru dalam memantau budaya positif terhadap anak, khususnya dalam penanaman disiplin apakah sudah sesuai/efektif atau belum serta menjadi referensi guru dalam menyelesaikan masalah yang muncul di sekolah. Posisi kontrol guru antara lain sebagi Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Idealnya sebagai guru dapat menenmpatkan diri di posisi kontrol sebagai manajer dalam menyelesaikan permaslahan di sekolah.

c. Kebutuhan Dasar Manusia

Sebagai guru dan murid merupakan pribadi yang unik dan tentunya sebagai manusia, memiliki kebutuhan dasar yang harus terpenuhi. Kita menyadari bahwa apabila salah satu kebutuhan tidak terpenuhi maka dapat saja menjadi suatu konflik dan menimbulkan permasalahan. Kebutuhan dasar manusia diantaranya adalah bertahan hidup, cinta dan kasih sayang, penguasaan, kebebasan dan kesenangan.

d. Keyakian Kelas 

Keyakinan Kelas hampir sama dengan kesefakatan kelas atau peraturan kelas yang dibuat di kelas maupun di sekolah. Hanya saja dalam penyusunan keyakinan kelas perlu mengutamakan kolaborasi dengan siswa sehingga keyakinan kelas yang dibuat bersama dapat dilaksanakan secara konsisten dan sesuai dengan komitmen bersama.

e. Segitiga Restitusi

Segitiga Restitusi ini merupakan proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan, sehingga anak dapat kembali pada kelompoknya dengan karakter yang lebih kuat dari sebelumnya. Penerapan segitiga restitusi diawali dengan validasi tindakan yang salah, Menstabilkan identitas dan menanyakan keyakinan kelas.