Kebahagian menyambut tahun ajaran
baru, terutama sukacita mendampingi proses peralihan anak dari Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) menuju Sekolah Dasar (SD), seakan menjadi bagian tak
terpisahkan dalam kisah kehidupan keluarga di seluruh pelosok Indonesia. Dalam
mendampingi proses peralihan ini para orang tua merasa harus siap siaga dengan
segala sesuatunya supaya anak tampil sempurna pada hari-hari pertama
sekolahnya. Mulai dengan mempersiapkan seragam terbaik, membelikan tas model
terbaru, buku tulis dan gambar lengkap, pensil dan krayon berikut kotaknya,
tidak luput kotak bekal makan serta tumbler dengan ragi dan corak sesuai
kesukaan anak.
Mempersiapkan segala kelengkapan
ini tentu tidak ada salahnya. Sebagai orang tua, kita perlu mempersiapkan
proses awal masuk sekolah dengan baik, agar sang buah hati mendapat kesan
pertama membahagiakan, sehingga berimbas pada proses belajar lebih nyaman dan
menyenangkan. Kesan ini akan sangat berdampak utamanya pada anak usia dini.
Pengalaman, suasana, dan proses yang menyenangkan ketika pertama kali memasuki
sekolah sangat berpengaruh membentuk persepsi mereka terhadap proses belajar di
kemudian hari. Hal ini akan memberi stimulus dalam pikiran mereka, bahwa
belajar merupakan proses membahagiakan, sehingga keinginan untuk menjadi
pembelajar sepanjang hayat secara tidak langsung akan tertanam sejak dini.
Tapi di luar sukacita
pendampingan dengan mempersiapkan segala kelengkapan perangkat sekolah anak,
penting harus diperhatikan orang tua, memastikan suasana lingkungan pada masa
transisi dari PAUD ke SD dapat menghadirkan suasana menyenangkan bagi mereka.
Sebab lingkungan sekolah yang baik akan berdampak positif pada proses, hasil
belajar, termasuk kesehatan mental anak. Gerbang masuk utama untuk memberikan
pengalaman menyenangkan yang akan terus mereka kenang tentang sekolah adalah
Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Pada gerbang masuk utama tersebut,
orang tua turut memang kunci, turut memainkan peran utama selain warga sekolah.
Sesuai amanah Permendikbud no 18
tahun 2016, MPLS bertujuan untuk mengenali potensi diri peserta didik baru,
serta membantu mereka beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya.
Antara lain terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana
sekolah. MPLS juga bertujuan untuk menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara
belajar efektif sebagai peserta didik baru, mengembangkan interaksi positif
antar peserta didik dan warga sekolah lainnya. Lebih lanjut, MPLS juga
bertujuan menumbuhkan perilaku positif antara lain kejujuran, kemandirian,
sikap saling menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan,
kedisiplinan, hidup bersih dan sehat untuk mewujudkan peserta didik yang
memiliki nilai integritas, etos kerja, dan semangat gotong royong.
Periode krusial transisi anak
Konsensus internasional terkini
menyatakan periode anak usia dini meliputi usia nol hingga delapan tahun
(UNESCO, World Conference, 2022). Pemerintah Indonesia juga turut merujuk
konsensus tersebut dengan mengkategorikan peserta didik pada kelas awal (kelas
1 dan 2) sekolah dasar masuk dalam periode anak usia dini. Perluasan pemaknaan
periode anak usia dini ini menjadi alasan mengapa suasana belajar di satuan
PAUD dan pendidikan dasar kelas awal perlu dihadirkan serupa karena menyasar
target peserta didik yang sama. Pembelajaran pada SD/ MI kelas awal perlu
disesuaikan dengan metode pembelajaran yang memfasilitasi anak memiliki
pemaknaan terhadap proses belajar yang positif. Sehingga, MPLS menjadi periode
yang sangat krusial untuk memastikan proses transisi dari PAUD ke SD akan
menyenangkan.
Masa ini adalah kesempatan bagi
satuan pendidikan untuk memudahkan proses adaptasi yang harus dilalui anak.
Baik proses adaptasi dari lingkungan rumah ke lingkungan belajar di satuan
pendidikan, maupun proses adaptasi dari satuan PAUD ke satuan SD/MI. Hal ini
dapat terjadi saat waktu perkenalan antara satuan pendidikan, peserta didik,
dan keluarga cukup. Masa ini juga kesempatan bagi satuan pendidikan untuk
mengenal peserta didiknya, utamanya titik berangkat capaian perkembangannya.
Terdapat dua hal yang perlu dilihat perubahannya pada masa perkenalan di tahun
ajaran baru. Pelaksanaan MPLS yang
berkualitas, akan membantu guru-guru dalam mempersiapkan rencana pembelajaran
yang lebih sesuai dengan kebutuhan di kelasnya masing-masing.
Lalu apa yang perlu dilakukan
satuan pendidikan dalam periode MPLS? Gerakan Transisi PAUD ke SD mendorong
dalam MPLS dilakukan fase pengenalan lingkungan belajar, dan selanjutnya proses
asesmen awal. Hal tersebut untuk memastikan agar proses adaptasi dan pengenalan
terhadap capaian peserta didik dapat dilaksanakan melalui penerapan berbagai
kegiatan yang tidak menggali informasi ini secara instan, seperti tes. Satuan
pendidikan dapat menerapkan waktu perkenalan yang lebih sesuai dengan kebutuhan.
Pertama, pada periode perkenalan
satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan yang memfasilitasi peserta didik,
orang tua untuk saling berkenalan dengan guru dan lingkungan sekolah, serta
pengenalan fasilitas, sarana dan prasarana. Peserta didik dapat diajak mengenal
warga sekolah seperti teman, pendidik, tenaga kependidikan, dan lainnya.
Melalui proses ini, peserta didik memahami bahwa dirinya perlu berbagi
lingkungan belajarnya bersama orang-orang tersebut. Kemudian, satuan pendidikan
juga dapat melakukan pengenalan fasilitas, sarana dan prasarana (sarpras),
serta kegunaannya, peserta didik dapat mengenal dan mengetahui bahwa fasilitas
tersebut adalah bagian dari layanan yang diberikan oleh sekolah.
Kedua, dalam masa MPLS satuan
pendidikan bisa melakukan asesmen awal sebagai cara sekolah mengenali kebutuhan
belajar peserta didik. Melalui asesmen awal ini, sekolah akan memperoleh potret
capaian peserta didik yang dapat digunakan sebagai dasar perancangan kegiatan
pembelajaran selanjutnya. Asesmen awal tidak dilaksanakan dalam bentuk tes,
melainkan dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Teknik yang dapat digunakan oleh
guru yaitu observasi terhadap perilaku anak yang teramati melalui pelaksanaan
kegiatan, terkait kepemilikan kemampuan fondasi dan kebutuhan belajar lainnya.
Data yang diperoleh akan digunakan guru untuk merancang kegiatan pembelajaran
berikutnya yang lebih sesuai dengan potret kemampuan tiap peserta didik di
kelasnya.
Penerapan asesmen awal yang
dilakukan minimal selama dua minggu menjadi bagian dari kegiatan pembelajaran.
Ini akan membantu guru memiliki waktu yang lebih panjang, sehingga hasil
asesmen awal yang dapat lebih lengkap untuk merancang kegiatan pembelajaran
yang sesuai dengan kemampuan awal peserta didik baru. Namun penting untuk
menjadi catatan, fokus utama kita bukanlah sekadar memenuhi durasi
pelaksanaannya. Kita perlu berfokus pada menciptakan proses transisi yang
menyenangkan bagi peserta didik. Durasi MPLS dan tahun ajaran baru, pada
dasarnya merupakan pengenalan awal, proses ini harus terus berkelanjutan selama
tahun pertama sekolah dengan pelibatan seluruh warga sekolah, dengan
menghadirkan suasana ekosistem sekolah yang menyenangkan.
Peran Penting Orang Tua
MPLS bukanlah proses yang
berakhir di sekolah saja. Lebih dari itu, sejak dari rumah, orang tua dapat
mengambil peran penting dengan mempersiapkan peserta didik untuk lebih “siap”
ketika mereka memasuki lingkungan belajarnya yang baru, baik di PAUD maupun SD/MI.
Kehadiran orang tua dalam masa transisi sekolah baru anak, sangat penting.
Utamanya untuk memastikan proses transisi tersebut tidak terjadi hanya di
sekolah, dan berhenti ketika di rumah.
Sebagai pintu pertama masa
sekolah, disarankan agar pada MPLS, orang tua dapat hadir untuk mengantar anak
ke sekolah setidaknya pada hari pertama. Selain agar hari pertama sekolah
menjadi tempat perkenalan orang tua sebagai mitra belajar dengan guru kelas,
anak pun mendapatkan penguatan dari orang tua untuk memasuki lingkungan baru
sehingga tercipta rasa aman dan nyaman pada anak. Selain itu, orang tua dapat
mendampingi anak saat akan memulai rutinitas barunya sebagai seorang peserta
didik. Orang tua juga dapat secara aktif menanyakan kepada anak tentang
pengalaman baru mereka. Ajak anak untuk bercerita bagaimana guru barunya, teman
baru dan bagaimana proses interaksi yang terjadi di antara mereka.
Lebih lanjut lagi, orang tua juga
dapat mempersiapkan anak dengan menceritakan kegiatan sehari-hari yang akan
dilalui anak. Orang tua dapat menceritakan secara sederhana tentang rutinitas
barunya, bagaimana konsep belajar di sekolah, bahkan sampai hal-hal kecil
seperti membantu anak dalam mempersiapkan tas dan perlengkapan sekolahnya. Hal
ini tentu akan memudahkan bagi anak mempersiapkan diri ketika periode masuk
sekolah sudah didepan mata. Orang tua juga perlu membangun konsep bahwa guru di
sekolah adalah pengganti orang tua. Sehingga harapannya anak menjadi lebih
leluasa dalam bertanya, meminta bantuan hingga menyampaikan perasaannya kepada
guru di sekolah.
Mengawal Pemenuhan Kemampuan
Fondasi Anak
Kebijakan Merdeka Belajar Episode
24 “Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan” 28 Maret 2023 lalu, menyasar
isu utama terkait dengan miskonsepsi penyelarasan pembelajaran PAUD ke SD kelas
awal. Gerakan ini hadir karena masih banyaknya satuan pendidikan SD yang
memberlakukan tes baca, tulis, dan hitung (calistung) sebagai syarat calon
peserta didik masuk pendidikan jenjang SD/MI. Selain itu, juga terdapat patahan
antara proses pembelajaran di PAUD dengan di SD kelas awal, padahal di PAUD dan
SD kelas awal merupakan masa-masa untuk menguatkan fase pondasi anak.
Melalui target perubahan ketiga
pada gerakan, yang menjadi tujuan bersama adalah agar pembelajaran di PAUD dan
SD/MI membangun kemampuan fondasi secara utuh. Kemampuan fondasi merupakan
kemampuan fondasional yang perlu dimiliki setiap peserta didik sebagai modalnya
menjadi pembelajar sepanjang hayat. PAUD atau SD/MI yang belum baik penerapan
pembelajaran akan hanya fokus ke pembinaan kemampuan kognitif saja, namun
mengabaikan aspek kemampuan fondasi lainnya. Demikian juga sebaliknya, PAUD
atau SD/MI yang sudah baik adalah satuan pendidikan yang menyadari bahwa tujuan
pembelajaran pada anak usia dini tidak sekedar baca tulis hitung saja, namun
membangun dasar-dasar nilai, pengetahuan dan keterampilan fondasi yang
diperlukan anak kemudian harinya.
Terdapat 6 kemampuan fondasi anak
yang perlu diperhatikan, yaitu mengenal nilai agama dan budi pekerti,
keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi, kematangan emosi untuk
berkegiatan di lingkungan belajar, kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan
belajar, pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk
berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri, dan pemaknaan belajar yang
menyenangkan dan positif.
Tahun ajaran baru dapat menjadi
momentum bagi pendidik baik di PAUD maupun SD kelas awal untuk bersama-sama
memastikan gerakan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan dapat diterapkan.
Mulai dari meniadakan tes baca tulis hitung pada PPDB SD, menerapkan MPLS untuk
peserta didik baru sehingga lebih mudah beradaptasi, merancang kegiatan
pembelajaran yang dapat memberikan informasi tentang kebutuhan anak sesuai
dengan rambu-rambu asesmen awal yang ada di alat bantu pembelajaran pada dua
minggu pertama di awal tahun ajaran baru; dan merancang kegiatan pembelajaran
yang menyenangkan untuk membangun kemampuan fondasi.
Terakhir, tidak kalah penting untuk
kita memahami bahwa MPLS ini merupakan proses dua arah. Jadi bukan hanya
peserta didik yang perlu mengenali guru dan lingkungan sekolah, melainkan guru
dan sekolah juga perlu memanfaatkan MPLS ini sebagai kesempatan mengenali
peserta didik, utamanya terkait kepemilikan kemampuan fondasi mereka agar guru
mendapatkan potret murid-muridnya dan bisa digunakan untuk melakukan
penyesuaian pembelajaran selanjutnya.
Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi telah mengeluarkan beragam alat bantu yang
dapat membantu satuan PAUD maupun SD kelas awal untuk menerapkan pembelajaran
menyenangkan dan bermakna, yang mengedepankan pemenuhan kemampuan 6 fondasi
anak. Alat bantu tersebut dapat diakses melalui laman
https://ditpsd.kemdikbud.go.id/transisipaudsd.
Mari penuhi hak pengembangan
kemampuan fondasi anak, dengan memberikan dukungan pada gerakan Transisi PAUD
ke SD yang Menyenangkan.