Kegiatan belajar mengajar yang menjadi rutinitas di sekolah akan lebih berdayaguna dan berkembang jika diiringi dengan kegiatan-kegiatan yang bisa menambah wawasan siswa dan membangun skill lebih baik. Kepandaian akademik siswa didalam kelas lebih menuntut untuk bekerjanya otak kanan, sedangkan otak kiri yang berhubungan dengan imajinasi dan daya kreativitas belum sepenuhnya terpenuhi. Melihat hal ini maka perlu adanya suatu kegiatan tambahan yang mengarah pada psikomotorik anak didik disekolah, seperti; OSIS, ekstrakurikuler(ekskul), study club, dan organisasi keremajaan lainnya. Kesemuannya itu dimaksudkan untuk memotivasi kepada siswa agar bisa mengeluarkan keinginannya sesuai bakat dan minatnya masing-masing.
Pengertian ekstrakurikuler (ekskul) adalah kegiatan tambahan disekolah yang waktunya di luar jam belajar mengajar dalam kelas. Banyak sekali kegiatan yang bisa dimunculkan disekolah yang berhubungan dengan kegiatan ekskul ini, seperti; Pramuka, PMR Pecinta alam remaja, English Club, majelis taklim, dan lain sebagainnya. Biasanya sekolah memberikan waktu khusus untuk kegiatan ekskul ini, contohnya, hari Sabtu sore, hari Minggu atau hari-hari lain setelah jam pelajaran, yang waktu pelaksanaan kegiatannya bisa diatur. Dengan ikut sertanya anak-anak ke dalam kegiatan ekskul ini, diharapkan kepribadian anak menjadi berkembang, anak akan lebih dewasa dalam berpikir, tidak kuper alias kurang pergaulan.
Namun yang lebih penting dengan kegiatan ekskul ini, anak-anak harus lebih termotivasi juga dalam belajarnya, sehingga di bidang akademiknya mereka juga lebih berprestasi. Paling tidak, anak-anak yang ikut ekskul dengan yang tidak berkecimpung sama sekali akan kelihatan perbedaan karakternya. Betapa tidak ? di dalam ekstrakurikuler mereka sering bertukar pendapat, bersosialisasi, berdialog memecahkan masalah yang berhubungan pengembangan kegiatan dan tentunya terlatih bisa membuat proposal kegiatan. Sehingga pribadinya menjadi terasah dan tidak gampang canggungan atau minder. Anak-anak yang melibatkan diri dalam ekskul dan berprestasi di bidang akademiknya, maka siswa ini bisa dikatakan sebagai siswa “plus”. Hanya saja saat ini masih banyak anak didik yang tidak antusias mengikuti ekskul di sekolah.
Ironisnya ada sebagian orangtua yang melarang anaknya melibatkan diri dalam kegiatan ekskul di sekolah. Mereka berpandangan dengan mengikuti ekskul akan mengganggu pelajaran di kelas dan prestasi belajarnya akan menurun. Memang, pendapat demikian tidak semuanya salah, asalkan anak-anak yang melibatkan diri dalam ekskul bisa membagi waktu dan tidak terlalu terbuai secara total mementingkan kegiatannya daripada belajarnya di kelas, maka anak-anak ini akan lebih berprestasi juga dibidang akademik. Namun, dengan diberikannya pandangan miring tentang ekskul, maka anak-anak sudah menganggap negatif tentang beberapa ekskul di sekolah. Mereka menjadi antipati, tidak mau repot-repot harus meluangkan waktu untuk berkumpul dengan kelompok kegiatannya, dalam benak mereka hanya buang-buang waktu saja. Hal inilah yang perlu diluruskan dan diberikan pengertian yang lebih bijak. Adalah menjadi tugas sekolah, khususnya pembina ekskul untuk memberikan wejangan maupun pengarahan yang sifatnya membangun pribadi anak agar lebih dewasa dan berkembang dengan mengikuti ekskul.
Hal-hal yang patut diwaspadai dan tidak dijadikan kesempatan bagi anak-anak dengan mengikuti salah satu ekskul disekolah. Kenapa? Terkadang ada yang memanfaatkan kegiatan ekskul di sekolah dijadikan ajang mencari pacar bahkan berpacaran, menjadi alasan pada ortu untuk disekolah dulu sepulang sekolah karena dirumah arus disuruh-suruh membantu pekerjaan, dan alasan lain yang justru membuat citra negatif ekskul itu sendiri.
Menurut penulis, hal ini sangat disayangkan apabila kegiatan ekskul dijadikan kesempatan dalam kesempitan. Oleh sebab itu, perlu kerjasama yang baik antara pihak sekolah dan para pembina dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler, terutama pemantauan terhadap peserta didik pada saat kegiatan perlu terus dilaksanakan, jangan sampai anak diabaikan begitu saja yang penting sudah berjalan. Walaupun semisal pembina tidak bisa mendampingi dalam setiap minggunya, paling tidak dalam sebulan sekali pernah mandampingi anak asuhnya di lapangan, pada saat mendampingi sebisa mungkin memberikan masukan-masukan yang mendorong anak tetap berpegang pada aturan-aturan organisasi ekstra sekolah. Bukan bermaksud mencampuri dan mendikte kegiatan anak-anak namun sebagai fasilitator dan konsultasi bagi anak-anak, tentunya kita punya hak untuk mengarahkan kegiatan anak-anak yang lebih positif. Sebab, sebagai pembina ekstrakurikuler khususnya ditingkat lanjutan atas SMA/SMK haruslah bijaksana, karena anak-anak sudah lebih dewasa dan bisa merumuskan berbagai program kerjanya sendiri, baik program semesteran atau tahunan. Tugas pembina hanya meninjau ulang apakah kegiatan tersebut positif atau malah menjadikan anak tidak berkembang lebih baik ? Dengan berkembangnya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, paling tidak sekolah tersebut akan memiliki generasi muda yang bisa diandalkan. Terutama saat ada lomba-lomba kegiatan di tingkat kabupaten, provinsi bahkan nasional. Sekolah tidak akan bingung dan kehabisan stok untukmengirimkan wakilnya dalam ajang kegiatan tersebut. Seperti; lomba Paskibraka pada saat hari kemerdekaan, jambore Pramuka, jambore PMR, lomba pidato bahasa Inggris, cerdas cermat lalu lintas, gerak jalan, dan lain sebagainya. Melihat pentingnya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, sudah semestinya ada penghargaan khusus bagi anak-anak yang aktif di ekstra kurikuler di bidang akadekminya, sehingga bisa mendorong siswa-siswa lainnya mengikuti ekskul dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan sekolah lainnya. Bahkan PTN dalam menerima calon mahasiswa baru lewat PMDK atau jalur undangan ada yang mensyaratkan untuk mempertimbangkan keberadaan anak-anak yang pernah terlibat dalam kepengurusan ekskul atau osis, terutama yang pernah meraih prestasi dalam kejuaraan tingkat kabupaten hingga nasional, di bidang akademik atau non akademik.
B. Tujuan Pendidikan
Era globalisasi dan pasar bebas telah menimbulkan berbagai kesemrawutan, sehingga manusia dihadapkan pada perubahan-perubahan yang sangat kompleks (compelexity) dan tidak menentu, ibarat nelayan di “lautan lepas” bila tidak punya kendali bisa menyesatkan. Menyikapi dunia kerja saat ini, jika tidak memiliki “one to one relationship”, maka yang terjadi akan banyaknya pengangguran lulusan-lulusan sekolah setingkat SMA/SMK, bahkan perguruan tinggi. Kesenjangan antara output dan input kerja semakin tahun semakin bertambah besar, sejak tahun 1998, UNESCO telah mengemukakan basis landasan pendidikan harus di letakkan pada tiga pilar yaitu; belajar mengetahui (learning to live together), belajar menjadi diri sendiri (learning to be), belajar seumur hidup (life long learning). Berdasar tujuan pendidikan nasional seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945, yaitu; mencerdaskan kehidupan bangsa, maka untuk mendapatkan pendidikan yang layak merupakan hak setiap warga negara Indonesia.
Disisi lain, kultur yang harus dikembangkan dalam dunia pendidikan perlu disikapi dengan bijak , karena pada akhirnya aspek kultural dari kehidupan manusia, terutama yang berkaitan dengan pendidikan nilai dan sikap menjadi lebih penting dibanding pertumbuhan ekonomi yang serba ruwet. Pendidikan nilai dan sikap, yang sekarang lebih popular dengan istilah pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa pada anak-anak secara lahir maupun batin, dari sifat kodratinya menuju ke arah peradaban yang manusiawi dan lebih baik. Menghadapi berbagai masalah dan tantangan di atas, perlu dilakukan penataan terhadap sistem pendidikan secara utuh dan menyeluruh, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Pendidikan adalah sebuah kehidupan, untuk itu kegiatan belajar harus dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan dan kebutuhan peserta didik. Pemecahan masalah secara reflektif sangat penting dalam pembelajaran yang dilakukan melalui kerjasama secara demokratis. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus-menerus dilakukan baik secara konvensional maupun inovatif.
Hal ini lebih terfokus lagi setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Pemerintah juga telah lama mencanangkan “Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan”, namun kenyataannya jauh dari harapan, bahkan dalam hal tertentu ada gejala penurunan dan kemerosotan. Misalnya, kemerosotan moral peserta didik, yang ditandai oleh maraknya perkelahian antar pelajar dan perkelahian siswa, kecurangan dalam ujian, seperti ngerpek dan nyontek yang telah membudaya di kalangan pelajar saat ini. Berbagai indikator mutu pendidikan juga belum menunjukkan peningkatan yang berarti, bahkan gagal dalam melaksanakan ujian nasional. Sebagian sekolah terutama di perkotaan, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.
C. Perkembangan Iptek
Perkembangan teknologi informasi yang berakibat perubahan positif dan negatif, perlu disikapi dengan bijak, apalagi kesibukan yang harus dilakukan setiap hari menjadikan kita berkurang dalam membimbing anak. Pengaruh internet, narkoba, kenakalan remaja hingga pergaulan bebas, saat ini menjadi keprihatinan para orang tua dan pendidik. Pendampingan dan pengarahan yang sangat baik kepada anak atau peserta didik harus secara kontinu dilakukan, sehingga anak menjadi tahu bagaimana membedakan mana yang baik dan yang buruk. Salah satunya memberikan pembelajaran ketrampilan secara rutin di sekolah, khususnya di SMK. Pengaruh pergaualan di luar sekolah lebih dominan melekat pada anak dibanding pergaulannya di sekolah, Dalam 24 jam setiap hari, keberadaan anak di sekolah cuma membutuhkan waktu sepertiganya, sehingga banyak waktu yang dilakukan di rumah atau luar sekolah.
Guru punya tanggung jawab penting di sekolah terhadap perkembangan peserta didiknya, namun keterlibatan orang tua dan masyarakat juga tidak kalah pentingnya. pendidikan berkarakter untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai filosofis dan mengembangkan seluruh karakter bangsa dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan secara utuh dan menyeluruh (kaffah). Dalam konteks Negara Kesatuan Republik (NKRI); pendidikan karakter harus mengandung perekat bangsa yang memiliki beragam budaya dalam wujud kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitment masyarakat. Pemanfaatan fasilitas sekolah yang mendorong peserta didik terbentuk karakternya, yaitu dengan memberikan fasilitas peralatan bengkel/laboratorium yang sesuai dan lebih lengkap, mendorong anak untuk ikut terlibat dalam kegiatan ekstra kurikuler dan organisasi di sekolah. Keterlibatan guru dan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler merupakan langkah yang bisa menumbuhkan anak bersikap lebih dewasa dalam berpikir, belajar beroganisasi dan melatih disiplin diri.
Peranan pembina ekstra kurikuler sangatlah penting dalam mendampingi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Dengan ikut sertanya anak-anak dalam kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) diharapkan kepribadian anak menjadi berkembang, anak menjadi lebih dewasa dalam bertindak, tidak „kuper? atau kurang pergaulan, dan yang lebih penting lagi adalah anak menjadi termotivasi dalam belajarnya dibidang akademik. Saat ini yang membuat dilematis di dunia pendidikan yaitu guru menjadi serba salah apabila harus menghukum siswanya yang melakukan kesalahan, karena menghukum dengan tamparan atau cubitan sekarang sudah bukan jamannya, bahkan sudah ada UU yang melindungi anak dan perempuan. Guru juga harus memiliki payung hukum yang dapat melindungi haknya sebagai pendidik di sekolah. Posisi guru harus diperkuat oleh atasan pengambil kebijakan, dalam hal ini pemerintah daerah dan kementerian pendidikan, sehingga tidak ada lagi seorang guru dipidanakan bila menangani siswa yang nakal, kecuali kalau memang oknum guru melakukan tindak kriminalitas atau tindakan asusila, maka ranah hukum yang memberi sangsi. Dalam menyikapi permasalah dunia pendidikan tersebut, kenyataannya memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, perlu adanya komitmen kesadaran dari pendidik sendiri, pihak orang tua dan masyarakat umumnya untuk saling bahu membahu bekerjasama dan saling mengingatkan dalam proses pembentukan karakter anak didik sebagai generasi muda bangsa Indonesia. Kesimpulan Pendidikan karakter merupakan tugas semua pihak yang berkepentingan, tidak hanya dibebankan pada guru saja, melainkan dari dinas terkait, kepala sekolah, orang tua siswa dan masyarakat.
Kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan pendidikan yang mengarah ke pembentukan karakter seantiasa di perkuat dan digalakkan di sekolah, seperti penanaman etika dan nilai spiritual dalam proses belajar mengajar. Kegiatan ekstrakurikuler juga sangat mendukung suatu proses pembentukan karakter siswa sejak awal, apapun bentuk ekstra yang diikuti, paling tidak siswa bisa belajar untuk berkomunikasi dengan teman sejawat, melatih mental dan tentunya belajar cara berorganisasi yang benar.
Oleh Karena itu, untuk mengefektifkan program pendidikan karakter dan meningkatkan kompetensi diperlukan koordinasi, komunukasi dan jalinan kerja sama antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan pemerintah; baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi dan pengawasannya.
Sumber : https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/ekstrakurikuler-membentuk-jiwa-mandiri-dan-berkarakter/