Pancasila merupakan ideologi dan asas tertinggi masyarakat Indonesia. Di dalam Pancasila pun terdapat cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang di dalam sila ke-1 hingga sila ke-5.
Namun, saat ini, terjadi krisis moral di tengah generasi muda Indonesia yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, pemahaman dan penerapan tentang Pancasila. Krisis moral itu berupa penyalahgunaan narkotika dan obat–obatan, pencurian, tindakan asusila, hingga tawuran antarkelompok.
Arif Rahman, seorang Mahasiswa S1 Prodi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Islam Jakarta, dalam kolom opini di portal wartakota.tirbunnews.com. beberapa waktu lalu menulis, bahwa selama ini, pengetahuan dan pemahaman prinsip–prinsip Pancasila hanya ada di sekolah saja, padahal aktivitas seorang anak yang paling banyak ialah saat berada di lingkungan tempat tinggalnya. “Jadi, sebetulnya, orangtua bertanggung jawab dalam memberikan edukasi mengenai pancasila kepada anak–anaknya, “tulis Arif.
Bagaimana peran orang tua agar nilai-nilai Pancasila menjadi nilai dan sikap anak-anak dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga berbagai perilaku negatif tersebut bisa dihindari?.
Begini menurut Arif:
Di dalam sila pertama, orang tua perlu mengajarkan kerohanian, tidak hanya melalui teori semata, tetapi melalui praktek langsung dengan anaknya. Misalnya, dari semenjak lahir sang anak dikumandangkan adzan di samping telinganya, dengan tujuan agar anaknya mendengar nama tuhannya terlebih dahulu sekalipun anaknya tidak mengetahui maksud yang dilakukan orang tuanya terhadapnya.
Saat anak sudah bisa membaca, tindakan yang dilakukan orangtua adalah mengajarkan tata cara membaca kitab suci dan beribadah yang baik dan benar. Setelah anak beranjak memasuki usia remaja, tugas orang tua yaitu memantau, membina, dan membimbing agar anak tidak bertindak melewati batas wajarnya.
Pada sila kedua, orang tua diharapkan membiasakan anaknya untuk saling tolong, menjunjung tinggi derajat persamaan tanpa membeda–bedakan hak dan kewajiban anak, saling menyayangi, tenggang rasa, semangat gotong royong, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan.
Dari sikap ini maka akan membentuk anak menjadi pribadi yang mempunyai sikap sosial yang tinggi dan anak tidak akan menjadi pribadi yang egois.
Pada sila ketiga, orang tua harus menempatkan kesatuan dan persatuan di atas segala kepentingan pribadinya. Orang tua mempunyai peranan untuk menyatukan tiap perbedaan pendapat yang terjadi antara hubungan anak dan orangtua.
Orang tua mencontohkan sikap toleransi antarumat demi persatuan dan kesatuan dengan cara menjaga pergaulan dan hubungan yang baik dengan para tetangganya walaupun beda ras, agama, suku, dan budaya.
Pada sila keempat, orang tua mengajak anaknya bermusyawarah untuk mencapai kesepakatan dengan kekeluargaan dan tidak memaksakan kehendaknya kepada anak.
Sikap demokrasi sangat dijunjung dalam sila keempat, apabila terjadi sesuatu yang berlawanan antara orang tua dan anak, maka sikap orang tua selaku pemimpin dalam keluarga adalah dengan mengutamakan duduk bersama untuk diskusi dan bermusyawarah agar tercipta hubungan yang kondusif antara orang tua dengan anak. Dari sikap itu, anak akan mampu menguasai dirinya sendiri agar dapat memahami segala bentuk perbedaan pendapat.
Selanjutnya di dalam sila kelima, orang tua harus berlaku adil terhadap anak–anaknya. Orangtua tidak boleh membeda–bedakan anaknya, anak harus diberikan perhatian sesuai dengan usia dan perkembangannya. Yanuar Jatnika
Sumber : http://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4140