Rasa malu yang dimaksud dalam konteks ini adalah tak melakukan tindakan yang tidak pantas di depan umum. Rasa malu perlu ditanamkan pada anak-anak sejak dini agar anak mempunyai sopan santun.
Sebagai contoh, ketika orang tua selesai membantu anak mandi, ajarkanlah untuk segera menutup auratnya ketika keluar dari kamar mandi. Demikian juga ketika anak ingin buang gas, membuang kotoran hidung atau hal lain hendaknya orang tua mengajarkan pula untuk tidak melakukan di depan umum.
Jika rasa malu sudah ditanamkan dan dipahami anak, maka nilai-nilai kesopanan dan batas-batas perbuatan yang pantas akan melekat kuat hingga mereka dewasa.
Sayangnya hingga kini masih saja kita lihat, di lingkungan sekitar rumah, anak yang sudah usia Sekolah Dasar bermain di depan rumah, bahkan ketika bermain dengan teman-temannya hanya memakai kaos dalam dan celana dalam saja. Orang tuanya menganggap hal itu biasa dan tak perlu dipermasalahkan.
Tak hanya itu, selama ini ada kecenderungan porsi perhatian dan penanaman rasa malu lebih banyak diberikan kepada anak perempuan. Padahal menutup aurat juga berlaku pada anak laki-laki.
Sebagai bukti, kita masih sering melihat anak laki-laki yang dibiarkan pipis di sembarang tempat. Hal ini tidak lepas dari kebiasaan orang tua yang memberikan instruksi ’salah’ pada anak laki-laki ketika ingin buang air kecil di tempat umum. ”Sudah pipis sini aja, tuh di bawah pohon.” Tentu ini menyebabkan sensor malu pada anak akan tidak aktif, karena kebiasaan-kebiasaan baik yang terlihat sederhana tidak diajarkan.
Ada beberapa kiat untuk memudahkan orang tua mengajarkan rasa malu pada anak. Pertama, pola kebiasaan orang tua dan lingkungan keluarga. Jika orang tua terbiasa keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk sekenanya dan terkesan telanjang, maka dalam keseharian anak tidak menutup kemungkinan melakukan hal yang sama. Ingatlah, orang tua merupakan referensi model bagi anak.
Kedua, biasakan memberi pujian. Seperti ketika anak sudah bersikap sopan dengan berpakaian rapi ketika keluar dari kamar atau ketika batuk dengan menutup mulutnya. Orang tua pun dapat melibatkan diri ketika anak ingin melakukan hal yang tidak pantas, misal mengambilkan tisu, ketika anak akan bersin.
Ketiga, hindari juga mendoktrin anak secara berlebihan. Apalagi memarahi anak ketika di depan umum. Jangan katakana, ”Ih, tidaksopan!” tapi katakan, ”Kamu sudah besar, yuk pakai baju yang rapi, jangan lupa ya!” Ini akan lebih mengena.
Anak dapat saja merasa tersinggung dan akhirnya ogah-ogahan untuk menuruti nasihat ibunya jika ia ditegur di depan umum. Untuk itu nasihati anak ketika di kamarnya atau ketika memakaikan baju pada anak.
Keempat, ketika memberi pengertian cari kata-kata dan cara yang pas dengan karakter anak. Lakukan secara berkelanjutan dan jangan bosan-bosan untuk mengingatkan anak jika berperilaku tidak pantas. (Sikhah - Guru Taman Kanak Kanak Pertiwi Bobosan Purwokerto Utara, Banyumas)