Menjadi ibu di masa sekarang ini adalah tantangan besar. Jika orang tua dari ibu-ibu masa sekarang sering mempertanyakan mengapa anak-anaknya pada zaman dulu lebih mudah patuh dan disiplin daripada anak-anak sekarang, pergeseran zaman dan digitalisasi media rasanya cukup tepat menjadi jawabannya.
Anak dulu (anak zaman old) belum banyak mendapat terpaan media, waktu luang yang panjang, istirahat cukup, waktu bersama keluarga maksimal dan bermain dengan teman haripun cukup. Bahagia, lahir dan batin.
Sementara anak yang lahir dan besar di era digital seperti saat ini, sangat mudah terdistraksi. Media seperti menggempur mereka. Dari berita (betulan hingga bohongan), permainan daring (online), film yang mudah diunduh, dan hiburan lainnya.
Jika tidak bijak mengelola kehadiran media digital ini, maka bersiaplah menuai petaka. Anak malas beraktifitas luar ruangan, enggan berteman secara nyata (non virtual) dan otak dipenuhi dengan informasi yang sesungguhnya tidak dibutuhkan. Agresif, kecanduan gawai (gadget), termasuk kecanduan pornografi dan pergaulan hedon yang melenakan.
Di rumah sakit besar Jakarta saat ini, bahkan ada unit khusus yang menangani anak-anak korban media digital ini. Terapi ini melatih anak untuk bisa berkomunikasi efektif dan menormalkan kembali perkembangannya.
Pengasuhan di Indonesia
Bagaimana para ibu di Indonesia melakukan peran pengasuhannya? Penelitian menyatakan bahwa pengasuhan sangat dipengaruhi berbagai faktor. Baik yang berpengaruh langsung maupun tidak.
Dengan setting sosial dan budaya yang sangat beragam dari Sabang hingga Merauke, maka tidak heran jika pengasuhan di Indonesia dijalankan dengan tata laku yang juga beragam. Yang menyamakan adalah banyak orang tua yang melakukan peran pengasuhannya berdasar apa yang telah diperolehnya dari orang tuanya dulu.
Tidak heran jika hingga saat ini, ketika konsep pengasuhan positif mendunia hingga Indonesia, masih ada orang tua yang masih melakukan kekerasan pada anak-anaknya atas nama pendisiplinan. Jika ditanya mengapa, maka jawabannya karena itulah yang dilakukan orang tuanya dulu.
Demikian halnya dengan pergeseran zaman. Dulu media digital belum banyak dan mewabah, kini layaknya air bah. Hal tersebut tentu sangat berpengaruh. Sementara itu, pola pengasuhan yang dijalankan orang tua, banyak yang belum bergeser mengikuti perkembangan tersebut. Anak sekarang dikatakan sebagai penghuni dunia/generasi digital, sedangkan orang tua adalah pendatang.
Kesenjangan gaya anak sekarang dan orang tua mengakibatkan renggangnya komunikasi. Kesenjangan inipun dikatakan menjadi penyebab banyaknya kegagalan perkembangan anak, bahkan problem remaja.
Selain itu, sebuah studi mengenai pola pengasuhan yang dijalankan oleh ibu dan ayah di beberapa daerah di Indonesia mengatakan bahwa ibu cenderung lebih permisif jika dibanding pengasuhan yang dilakukan ayah yang cenderung otoriter.
Pola asuh otoriter cenderung membatasi perilaku kasih sayang, sentuhan dan kelekatan emosi orang tua anak sehingga antara orang tua dan anak seakan memiliki dinding pembatas yang memisahkan si otoriter (orang tua) dengan si patuh (anak). Sedangkan pola asuh permisif cenderung memberikan kebebasan terhadap anak untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif bagi pembentukan kepribadian.
Biar pun diberikan kebebasan anak tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana yang baik mana yang buruk. Dengan memberikan kebebasan yang berlebihan, apalagi terkesan membiarkan, akan membuat anak bingung dan berpotensi salah arah
Namun, apakah benar bahwa peran pengasuhan semata peran utama seorang ibu? Sebuah studi menyatakan bahwa praktik pengasuhan yang tepat dengan hubungan yang baik menentukan keberhasilan perkembangan anak. Sayangnya praktik pengasuhan ini masih menghadapi kendala, seperti stres orang tua, rasa percaya diri yang rendah, hubungan dalam keluarga yang kurang harmonis dan kerjasama antar orang tua (ayah dan ibu).
Terkait kerjasama dalam pengasuhan, sebuah survei yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan tidak lebih dari separuh calon ayah yang mencari informasi mengenai pengasuhan sebelum menikah, bahkan setelah menjadi ayah. Pun ketika sang istri mengandung, hanya separuh dari ayah Indonesia saja yang menemani pemeriksaan ke dokter. Demikian juga dengan pengasuhan yang dilakukan, sebagain besar peran dilakukan bukan oleh ayah dan ibu, namun oleh anggota keluarga lain, maupun asisten rumah tangga.\
Kerjasama dalam Pengasuhan
Sejalan dengan makin banyaknya penelitian mengenai peran ayah dalam pengasuhan, semakin jelas bahwa keberhasilan perkembangan seorang anak bergantung pada praktik pengasuhan kerjasama, ayah dan ibu.
Dari sejumlah studi yang terkait, disarankan peran ayah berupa pelibatan, kehadiran dan tanggung jawab. Pelibatan mencakup interaksi ayah secara langsung dengan anaknya. Kehadiran dimaksudkan adanya ayah baik secara fisik maupun psikis untuk anaknya. Sedangkan tanggung jawab bermakna pemberian nafkah untuk keluarga sebagai wujud kasih sayang kepada anak dan keluarga. Tanggung jawab ayah juga termasuk langkah-langkah yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu seperti, bersama keluarga menyusun kesepakatan bersama, termasuk kesepakatan menggunakan gawai (gadget), atau memilih sekolah bagi anaknya yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut keluarga.
Bentuk pelibatan ayah itulah yang juga dilakukan oleh sejumlah “Ayah hebat” di Indonesia yang kisah praktik baiknya sedang didokumentasikan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga.
Ibu dan Ayah Bangsa
Dalam suasana Hari Ibu, tidak salah jika kita mengingat kembali dan menghargai jasa para perempuan pejuang Indonesia. Bekerjasama dengan para pejuang laki-laki, mereka berhasil merebut kemerdekaan Indonesia. Spiritnya sama dengan praktik baik pengasuhan, yakni kerja sama.
Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama dalam pendidikan anak. Nampaknya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ayah dan ibu jugalah aktor yang membangun bangsa, dari rumah. Karena anak-anak adalah para pahlawan untuk masa depan Indonesia. Selamat Hari Ibu! (Sri Lestari Yuniarti, subdit Pendidikan Orang Tua)
Download disini