(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Peran Keluarga dan Masyarakat pada Pendidikan Anak di Satuan Pendidikan

Admin disdikpora | 31 Agustus 2018 | 4059 kali

”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah tempat kembali yang baik (surga).”(QS. Ali Imron: 14)

Anak adalah anugerah tak ternilai bagi orangtua. Sebagaimana Allah telah beritahukan dalam penggalan ayat di atas mengenai apa yang dijadikan indah bagi manusia di muka bumi ini berupa beragam kenikmatan, salah satunya adalah anak. Anak adalah penyejuk mata dan hati bagi orang tuanya baik di dunia maupun di akhirat.

Okina Fitriani, dalam bukunya The Secret of Enlightening Parenting menyatakan, anak hadir melalui proses diundang oleh kedua orangtuanya, dan ketika Tuhan menghendaki, maka hadirlah ia, seberapa pun keras usaha Anda untuk mendapatkannya maupun mencegahnya.

Karena merupakan kenikamatan, sudah selayaknya kita pandai mensyukuri nikmat berupa anak. Bila pandai bersyukur maka Allah akan menambah nikmat. Lantas bagaimana caranya mensyukuri nikmat ini?

Orangtua dan masyarakat luas memiliki tanggung jawab besar untuk mendidik dan membesarkan anaknya hingga dewasa. Mendidik bukan hanya pada materi, tetapi mendidik adalah memfokuskan segala sikap dan tingkah laku agar menjadi tauladan bagi anak-anak.

Dalam sebuah materi matrikulasi How to be Profesional Mother, Septi Peni mengingatkan bahwa meskipun anak-anak adalah homo ludens (makhluk yang suka bermain) tetapi mendidik mereka tidak bisa main-main. Butuh keseriusan para orangtua dan masyarakat untuk mempersiapkan anak tersebut mencapai gerbang mimpinya. Butuh sikap profesional dalam mendidik mereka.

Hal serupa diungkapkan Rudi Cahyono, menjadi ayah atau ibu adalah sesuatu yang alamiah. Namun, bukan berarti tidak perlu disiapkan. Mempelajari anak-anak menjadi bekal yang baik untuk anak-anak kita kelak.

Saya sendiri memiliki keinginan untuk mempelajari bidang ini setelah memiliki anak. Saya ingin mengupayakan hal yang terbaik. Berusaha memberikan nutrisi yang baik, 4 bintang, membelikan baju akhlak yang terbaik.

Namun apakah hanya itu? Ternyata masih banyak jutaan teka-teki saat saya berpikir ala dia bukan ala saya. Anak seperti besi tempa yang sekali bengkok maka susah untuk dikembalikan kepada posisi semula. Wallahi saya tidak ridha.

Lantas bagaimana strategi menuntut ilmu yang akan saya rencanakan?

  1. Hadir di majelis ilmu
  2. Praktik
  3. Memperbaiki diri
  4. Berdiskusi dengan keluarga dan masyarakat.

 

Secara falsafi, keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak, dan tentunya orangtua memiliki peranan kunci dalam mengembangkan perkembangan sang anak. Dalam konteks ini, keluarga memiliki peran yang cukup kompleks, seperti pengembangan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan moral, serta keterampilan sederhana. Pendidikan dalam konteks ini mempunyai arti pembudayaan, yaitu proses sosialisasi dan inkulturasi secara berkelanjutan dengan tujuan untuk mengantar anak agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak luhur, tangguh, mandiri, kreatif, inovatif, beretos kerja, setia kawan, dan lain sebagainya.

 

Tiga Komponen

Begitu fundamentalnya keluarga dalam mendidik anak, sebenarnya jauh-jauh hari Rasulullah sudah mengingatkan kita sebagai orangtua dalam sebuah hadits: ”Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Muttafaq ’alaih).

Hadits di atas sebenarnya dapat kita jadikan sandaran betapa pentingnya peran orangtua dalam pendidikan anak. Namun, realita yang terjadi banyak orangtua ’lupa’ terhadap peran tersebut, terutama ketika sudah menyerahkan anaknya ke satuan pendidikan.

Banyak orangtua beropini, ”Saya sudah bayar sekolah mahal-mahal ya, jadi sekolah harus bisa membuat anak saya cerdas dan pintar. Saya sibuk dengan pekerjaan di kantor sehingga tidak ada waktuserta tidak memiliki kemampuan dalam mendidik anak.

Kata-kata seperti ini dan semacamnya seringkali kita dengar. Orangtua seakan-akan lepas tangan terhadap pendidikan anak mereka ke sekolah.

Jika seperti ini, ketika orangtua merasa tidak memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan pendidikan anak dan cenderung menyerahkan ke satuan pendidikan, maka yang terjadi adalah akan muncul sebuah disorientasi kebertanggungjawaban terhadap perkembangan pada diri seorang anak.

Akibat dari permasalahan ini sebenarnya sudah dirasakan baik oleh para orangtua, sekolah, dan mayarakat. Terjadinya kekerasan, tawuran antar pelajar, penyalahgunaan narkotika, tindakan asusila, hingga pada merosotnya prestasi akademik sudah sangat sering kita rasakan. Namun, kita seolah-olah menganggap bahwa tindakan seperti ini biasa dan wajar terjadi. Sehingga tindakan amoral para remaja seringkali kita lihat dan dengar baik dari media cetak maupun media elektronik lainnya.

Lalu, langkah strategis apa yang sebaiknya kita lakukan untuk mengatasi permasalahan yang sangat sudah menjamur seperti ini?

Jawaban sederhana yang dapat diajukan adalah melakukan revolusi kebertanggungjawaban terhadap pendidikan anak dengan menggalakkan peran orangtua, sekolah, dan masyarakat secara luas.

Ketiga komponen ini memiliki peran penting dalam perkembangan pendidikan anak di satuan pendidikan. Dalam UU nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 10 ayat (4) dinyatakan bahwa Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan.

Sementara dalam GBHN 1993 dinyatakan: Pendidikan nasional dikembangkan secara terpadu dan serasi baik antarberbagai jalur, jenis, dan jenjang pendidikan, maupun antara sektor pendidikan dengan sektor pembangunan lainnya serta antardaerah. Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.

Ketika ketiga komponen ini dapat bersatu padu dalam mengawal pendidikan anak, maka tindakan amoral seperti yang disebutkan di atas akan terminimalisir, bahkan tidak akan terjadi. Oleh karenanya, jalan terbaik dalam menyelesaikan permasalahan pendidikan adalah bagaimana memupuk dan mengaktualisasikan kembali peran sentral dari ketiga komponen ini.

 

Komitmen Bersama

Lantas, bagaimana menjalankan peran dari ketiga komponen ini?

Pertama sekolah sebagai lembaga formal memiliki tugas penting guna menyadarkan para orangtua dan masyarakat dalam mendidik anak. Ketika orangtua hendak menyekolahkan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan formal (sekolahan), maka di awal pihak sekolah harus membuat komitmen bersama untuk sama-sama mendukung proses pendidikan anak, ada laporan yang harus diberikan sekolah kepada orangtua, pun juga harus ada laporan yang harus diberikan orangtua kepada sekolah.

Laporan yang diberikan harus bersifat transparan dan tertuju pada perkembangan pendidikan anak (baik dari kognitif, afektif, maupun psikomotorik). Agar program ini dapat berjalan dengan baik, sekolah sebaiknya memberikan pelatihan di awal bagaimana cara melaksanakan laporan ini. Sekolah juga wajib membuat kesepakatan-kesepakatan bersama agar program ini tidak ’mandeg’ di tengah jalan.

Kedua, masyarakat memiliki peran penting terhadap perkembangan pendidikan anak. Hal ini didasarkan bahwa setiap hari anak pasti akan berinteraksi dengan masyarakat.

Langkah apa yang harus dilaksanakan sekolah terhadap masyarakat guna mendukung program ini? Lagi-lagi sekolah sebagai lembaga pendidikan formal harus selalu menyertakan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan anak, baik dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran.

Dalam konteks pembelajaran, masyarakat (khususnya yang berada di lingkungan sekolahan) harus selalu memberikan dukungan terhadap pendidikan di sekolahan. Seperti ketika ada kegiatan di luar sekolah (pramuka), masyarakat harus terlibat aktif mendukung, baik dari segi moral maupun material

Di luar pembelajaran, institusi sekolah harus sering memberikan seminar tentang pentingnya peran masyarakat dalam pendidikan anak.

Selanjutnya, sekolah harus membuat nota kerjasama dengan aparatur pemerintahan, dalam hal ini Dinas Pendidikan dan kepala daerah. Ini menjadi penting karena jika sekolah memiliki MOU yang baik terhadap kepala daerah, maka tugas lembaga sekolah selanjutnya adalah meminta kepala daerah untuk memberikan edukasi kepada para bawahannya (lurah, RT, RW, dan lain-lain). Kemudian dari RT/RW harus meneruskan kepada warganya (informasi tentang peran masyarakat pada pendidikan anak di satuan pendidikan). Dengan demikian, maka tugas sekolah sebagai satuan lembaga pendidikan menjadi sempurna.

Terakhir sebagai penutup, penulis teringat dalam salam satu anonim yang berbunyi ”untuk mendidik seorang anak butuh orang sekampung.” Anonim ini sangat sesuai dengan fenomena yang terjadi saat ini. Dimana potensi dalam diri seorang anak akan maksimal berkembang apabila ada kerjasama yang baik antara ketiga lembaga ini (sekolah, orangtua, dan masyarakat). (Dedek Untoro – Guru, tinggal di Tangerang; Ilustrasi Foto: Fuji Rahman)