Penumbuhan karakter sejak anak usia dini sampai remaja menjadi kunci terbentuknya generasi emas jelang satu abad Indonesia pada tahun 2045 mendatang. Penumbuhan karakter juga menjadi salah satu cara, bahkan mungkin satu-satunya cara bagi keluarga untuk mencegah anak-anaknya menjadi korban atau pelaku berbagai prilaku negatif, seperti masuk dalam golongan LGBT (Lesbian Gay Biseks dan Transgender), kekerasan seksual (pedofilia), dan sebagainya.
Bagimana keluarga mengantisipasi hal-hal seperti itu atau tepatnya pola asuh apa yang seharusnya diterapkan terhadap anak-anaknya?
AMK Afandi, staff pengajar di SMP 4 Muhammadiyah Kota Yogyakarta, dalam situs pdmjogja.org. menulis, bagaimana cara mengelola asuh anak atau tepatnya bagaimana manajemen optimalisasi karakter anak dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.
Menurut Afandi, ada 3 cara yang bisa dijadikan rujukan :
1. Suasana Berprestasi
Orangtua sebaiknya sebaiknya sudah sedari dini memberi gambaran pada anak-anak tentang arti pentingnya berprestasi. Anak sudah selayaknya diberikan gambaran yang jelas mengenai masa depan, sehingga anak akan fokus pada bidang yang disukai. Anak juga diberi keleluasaan untuk mengembangkan sehingga yang ada dalam benak anak adalah penyimpanan informasi yang benar dan pencurahan fikiran untuk meraih hasil yang terbaik serta tidak ada lagi memikirkan hal-hal yang menyimpang.
2. Kebutuhan Bermasyarakat
Keluarga harus memberi fasilitas, baik berupa waktu, sarana, dan peluang bagi anak-anak untuk dapat bebas bergaul dengan teman-temannya. Bergaul merupakan sarana uji, sejauh mana tingkat partisipasi anak dalam pergaulan. Dari pergaulan seperti inilah sebenarnya sifat kepemimpinan dibangun. Tanamkan jiwa bahwa bermasyarakat merupakan kebutuhan mutlak. Bermasyarakat tidak hanya sekedar hidup bersama, tapi menuai kelebihan dan kekurang dari anggota masyarakat sendiri. Tidak disarankan, anak untuk menyendiri. Ajak mereka untuk bermain. Ajak mereka untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Berikan kebebasan untuk melakukan eksperiman selama masih dalam koridor kearifan lokal setempat.
3. Memberi Keleluasan untuk Berkuasa
Pendidikan kepemimpinan dalam keluarga sesungguhnya tidak usang diterpa usia. Keluarga adalah tempat yang tepat untuk mendapatkan tunas seorang pemimpin. Pola asuh kedua orang tua sangat mempengaruhi tertanamnya jiwa pemimpin pada diri anak-anak. Mengajarkan kepemimpinan sesungguhnya menyiapkan seseorang untuk berkuasa, agar kelak mampu mandiri dalam segala hal. Tidak tergantung lagi pada pihak lain. Berilah kebebasan kepada anak agar mereka mampu mengatur dirinya sendiri. Buatlah kesepakatan bersama dalam hal teknis pengaturan. Pembagian kekuasaan yang ada dalam keluarga sangat disarankan, agar di lingkungan tumbuh kompetisi yang sehat. Tumbuhkan lingkungan kepemimpinan. Memupuk jiwa kepemimpinan yang handal justru tumbuh dalam keluarga dan masyarakat. Yanuar Jatnika