”Ayah, aku dibacakan buku ini!” teriak Zakka sambil membawa sebuah buku yang bergambar Robot.
”Aku mau baca buku ini, Yah!” teriak Nera yang kemudian duduk di sebelah Zakka dan saya.
Kemudian kami terlibat dalam kegiatan membaca. Beberapa saat kemudian, kakak keduanya, Mafi datang. Ikut duduk juga dan kemudian membaca buku. Kami semua terlibat dalam kegiatan membaca dan membacakan buku.
Istri saya yang lewat di depan kami, kemudian memanggil saya, ”Yah!”
Saya minta izin ke Zakka untuk menjeda kegiatan membacakan buku. Setelah mendekat, istri saya berbisik, ”Anak-anak sekarang sedang senang membaca. Buku-buku yang dipinjam dari Taman Bacaan Masyarakat (TBM) semuanya dibaca.”
Saya pun tersenyum senang. Kemudian teringat dengan apa yang telah saya lakukan.
Saya membuka sebuah kegiatan belajar yang bernama Sekolah Literasi. Kegiatan belajar yang dilakukan setiap hari mulai Pukul 16.00 – 17.30 WIB diikuti anak-anak dari tingkat Kelompok Bermain (KB) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Semuanya berkumpul dan bersama-sama melakukan kegiatan belajar dengan penuh semangat. Kegiatannya meliputi bermain pengayaan logika sesuai tingkat kemampuan anak, dilanjutkan membaca sebuah teks, berpikir dengan menjawab pertanyaan terhadap teks, dan menulis dari teks yang telah dibaca. Diakhiri dengan kegiatan menyampaikan atau menceritakan isi buku yang telah dipinjam dari TBM selepas anak-anak belajar di Sekolah Literasi. Semua anak-anak senang dan bergembira.
Dari kegiatan ini anak-anak menjadi suka membaca di rumah. Setelah saya telusuri, saya menemukan empat rahasia yang menyebabkan anak-anak suka belajar dan membaca di rumah.
Pertama, dengan penuh semangat sampai berteriak lantang, saya selalu mengajak anak-anak untuk membaca buku. Saya mewajibkan anak-anak untuk meminjam buku selepas sekolah literasi, dan meminta mereka untuk membacanya. Bagi anak-anak yang belum bisa membaca, anak dapat meminta tolong orangtua untuk membacakan buku. Dari sini, semangat dan energi yang saya keluarkan untuk menyuruh dan mengajak membaca buku ini membuat anak-anak termotivasi melakukannya. Hasilnya, tiga anak saya menjadi suka membaca dan dibacakan buku. Begitupun anak-anak yang ikut di Sekolah Literasi. Dari sini, energi yang kita keluarkan untuk mengajak anak-anak membaca buku setiap hari disambut positif dan dilakukan dengan penuh energi pula oleh anak-anak.
Kedua, dalam kegiatan membaca di rumah, anak-anak selalu didampingi orangtuanya. Saya selalu menyampaikan ke anak-anak, ”Nanti di rumah bukunya dibaca sama ayah atau ibu.” Kepada anak yang belum bisa membaca, ”Nanti minta tolong ayah dan ibu untuk membacakan bukunya, ya!”
Anak-anak saya sendiri pun meminta saya dan istri untuk mendampingi mereka membaca buku. Kami sangat gembira melihat anak-anak membaca buku. Saya yakin anak-anak lain pun demikian.
Ketiga, setelah selesai membaca, saya selalu melakukan kontrol atas kegiatan membaca anak melalui kegiatan menanyakan dan menguji kemampuan pemahaman bacaan anak. Saya lakukan dengan menanyakan, ”Apakah kalian sudah membaca buku yang dipinjam?” Anak-anak pun menjawab dengan berteriak, ”Sudah!”
Saya lantas mengajukan pertanyaan sederhana untuk anak-anak, misalnya, ”Siapa nama tokoh dalam buku yang dibaca?” Anak-anak akan antusias menjawab dan senang. Melalui kegiatan kontrol membaca ini, anak-anak jadi semakin memiliki semangat kompetisi yang baik dalam membaca.
Keempat, setelah memberikan energi, menanyakan hasil pemahaman, dan kontrol membaca, saya kemudian memberikan apresiasi dalam bentuk pemberian bintang. Setiap anak yang sudah membaca dan paham dengan apa yang telah dibacanya, maka mendapatkan lima poin. Jika sudah mencapai 25 poin, anak-anak akan mendapatkan hadiah sederhana berupa alat tulis, kue, dan mainan. Ini membuat anak-anak semakin antusias dalam membaca.
Tugas orangtua dan guru untuk menciptakan dan membentuk anak-anak kita sebagai generasi yang memiliki budaya baca yang baik. (Heru Kurniawan – Pengajar di Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, Penulis buku, Founder Rumah Kreatif Wadas Kelir)