Diterbitkan | : | 5 Juli 2021 14:34 |
Sumber | : | Amri Ikhsan, MAN 1 Batanghari |
Penulis | : | Amri Ikhsan |
RPP Terkait | : | Surat Pribadi (A personal Letter) |
Jenjang | : | SMA/MA |
Kelas | : | 11 |
Mapel | : | Bahasa Inggris |
Sudah saatnya semua dilakukan dari rumah. “Saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah,” ungkap Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor (15/3/2020).
World Health Organization (WHO) telah menetapkan virus Corona atau Covid-19 sebagai pandemi. Virus Corona telah menyebar ke lebih dari seratus negara di dunia. WHO sendiri mendefinisikan pandemi sebagai situasi ketika populasi seluruh dunia ada kemungkinan akan terkena infeksi ini dan berpotensi sebagian dari mereka jatuh sakit (detik).
Indonesia belum menetapkan status lockdown (mengunci suatu kawasan untuk mencegah aktivitas keluar masuk) sebagai cara mengatasi penyebaran virus Corona (Beritasatu). Namun social distancing dianjurkan untuk menghindari paparan dan penularannya.
Beberapa daerah dan instansi sudah memutuskan untuk meliburkan sekolah dan kegiatan belajar mengajar (KMB) selama 2 pekan mendatang. Kagiatan belajar tatap muka diganti dengan Belajar dari rumah (BDH). Hal ini dilakukan untuk mencegah dan mengurangi potensi penularan virus corona atau covid-19.
Diyakini, kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan banyak orang dengan interaksi yang banyak. Potensi penularannya sangat besar dalam kegiatan yang melibatkan banyak orang. Belajar menggunakan beberapa aplikasi yang ada di smartphone, kegiatan belajar mengajar akan dilakukan jarak jauh dengan proses digital.
Ini adalah sebuah usaha untuk menerapkan social distancing, pembatasan interaksi sosial untuk mengendalikan virus corona atau covid-19. Tapi, sayang, siswa saja diminta belajar dari rumah sedang guru masih tetap hadir kesekolah, ‘katanya’ untuk pengisian absen. Dirasakan ini merupakan social distancing yang mubazir:
Pengambil kebijakan masih berpikir seperti libur kabut asap beberapa bulan yang lalu, padahal konteks dan penyebab libur sangat berbeda. Kalau siswa saja yang harus dirumah, sedang guru ‘bebas’ datang ke sekolah, dikhawatirkan guru akan terpapar dengan virus tersebut dan kemudian setelah libur, siswa kembali ke sekolah dan melakukan kontak dengan guru tersebut, maka social distancing yang dilakukan siswa selama 1 atau 2 minggu akan sia-sia.
Libur corona adalah libur total siapapun orangnya. Guru adalah manusia biasa, guru bukan orang yang tahan dengan kabut asap, guru bukanlah makhluk yang kebal dengan virus corona atau covid 19. Perlakukanlah guru seperti orang lain, jangan gara gara sudah terima sertifikasi atau tukin, guru dianggap tahan dari semua penyakit.
Di sinilah, diperlukan kerja sama, saling pengertian dari kedisiplinan. Guru membatasi diri, tidak hadir kesekolah bukan tidak mau bekerja atau mengajar, mendidik anak bangsa, tapi semata-mata demi kepentingan keselamatan diri guru sendiri, juga untuk mengurangi dan memutus risiko bagi orang lain di sekitar guru.
Tujuan social distancing tak hanya mencegah seseorang terpapar penyakit tapi juga menghindari penularan kepada orang lain. Cara ini dinilai paling efektif untuk penyakit-penyakit yang bertransmisi melalui droplet, seperti batuk dan bersin, termasuk untuk kasus Corona ini (Terasjabar).
Belajar dari rumah merupakan usaha untuk memberikan batasan atau jarak sosial. Seseorang diminta untuk membatasi interaksi sosialnya dengan tujuan tertentu. Ini merupakan tindakan non-farmasi untuk menghentikan atau memperlambat penyebaran penyakit menular (Beritasatu).
Social distancing memiliki protokol: saling menjaga jarak, tidak ada kontak fisik, jangan keluar rumah kecuali amat penting. hindari tempat-tempat yang berpotensi jadi wahana penularan, tunda semua kegiatan pengumpulan orang banyak. (diolah dari berbagai sumber)
Bagi guru yang tugasi memberi materi atau tugas pembelajaran harus bijaksana, dan kepala sekolah harus adil dalam menugaskan guru dalam belajar digital ini. Tidak berbayangkan alangkah beratnya beban siswa apa bila guru ‘berlomba lomba’ mengirim tugas sebanyak banyaknya ke akun siswa. seandainya, siswa belajar 12 mata pelajaran. Belajar menyenangkan akan berubah menjadi stres berkepanjangan, menyiksa siswa.
Supaya guru tidak gagal paham terhadap konsep belajar dari rumah, perlu disusun protokol: Pertama, tidak semua guru harus memberi materi atau tugas kepada siswa. Disini peran kepala sekolah dalam membuat jadwal guru dalam men-share materi pembelajaran. Bisa jadi dalam 1 hari, hanya 2 atau 3 guru yang men-share materi pembelajaran. Jangan pernah semua guru ‘serentak’ berbagi tugas secara bersamaan dalam 1 hari dan dikirim setiap hari.
Kedua, materi/tugas harus comprehensible input. Materi yang diberikan harus bisa dipahami oleh siswa. Guru harus menilai apakah tugas/materi yang diberikan bisa dikerjakan oleh siswa, bukan hanya bisa dikerjakan oleh guru.
Ketiga, menyenangkan waktu dikerjakan. Kepada semua guru harus selektif dalam berbagi tugas/materi pembelajaran. Pada hari hari ini, siswa berada dalam tekanan psikologis yang berat, pastikan materi pembelajaran yang diberikan menyenangkan untuk dikerjakan. Waktu siswa dalam mengerjakan tugas itu begitu cepat berlalu, karena menyenangkan.
Keempat, Variatif, banyak pilihan materi/tugas. Guru harus memastikan bahwa materi/tugas yang diberikan jangan yang ‘itu itu saja’. Setiap materi/tugas yang berikan jangan selalu diawali dengan: bacalah, jawablah, carilah. Instruksi yang monoton. Variatif dalam konteks siswa memiliki banyak pilihan materi/tugas yang semuanya mengajak siswa berpikir tingkat tinggi (HOTS)
Kelima, tidak memberatkan. Satu kesimpulan yang tidak bijak, semakin berat tugas, semakin tenang siswa dan semakin lama waktu untuk dikerjakan. Biasanya semakin berat materi/tugas yang diberikan membuat siswa semakin bosan, jenuh. Usahakan materi/tugas yang diberikan bisa berbentuk puzzle ringan yang menantang, cerita cerita lucu ringan yang menghibur.
Keenam, boleh banyak tapi ringan. Untuk mengisi waktu libur yang panjang, boleh boleh saja guru memberi materi/tugas yang banyak, tapi harus ringan sehingga siswa tidak jenuh.
Ketujuh, kontektual. Pastikan materi/tugas yang diberikan berada dalam kehidupan siswa, pernah dialami siswa. Jangan ‘sok’ mengambil dari tulisan atau materi ;asing’. Biasanya siswa akan senang bila permasalahan yang diberikan biasa ditemukan dalam kehidupan sehari hari siswa.
Tidak ke sekolah, bukan berarti tidak belajar, dan jangan dianggap sebagai masa liburan. Tidak datang mengisi daftar hadir, jangan dianggap tidak mengajar.
*) Penulis adalah Pendidik di Madrasah
Sumber : https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/corona-dan-protokol-belajar-dari-rumah/