Diterbitkan | : | 3 Oktober 2021 09:47 |
Sumber | : | https://www.linkedin.com/pulse/sekolah-buka-tatap-muka-pola-belajar-harus-tidak-seperti-abdul-mujib/ |
Penulis | : | ABDUL MUJIB |
Satu tahun lebih pandemi Covid-19 sudah berjalan di negeri ini dan selama itu pula sekolah tidak melaksanakan pembelajaran tatap muka. Banyak ‘teriakan’ dari sebagian kalangan, baik itu guru, orangtua murid, murid dan masyarakat agar sekolah segera dibuka dan bisa belajar tatap muka. Guru mengeluhkan stres menghadapi banyak kendala dalam pembelajaran jarak jauh. Orangtua murid mengeluhkan kerepotan dalam mendampingi anak belajar di rumah sepanjang waktu. Murid-murid mengeluhkan bosan belajar di rumah dan rindu bertemu guru dan teman-teman di sekolah. Masyarakat mengeluhkan banyak kegiatan negatif yang dilakukan anak-anak selama tidak pergi ke sekolah seperti balapan liar, kecanduan bermain game, dan kegiatan negatif lainnya yang tidak terkontrol oleh sebagian orangtua dan sekolah.
Merespon banyak ‘teriakan’ tersebut, pemerintah berupaya mendorong agar sekolah bisa melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas mulai Juli 2021 dengan menggenjot program vaksinasi terhadap semua warga pelayan pendidikan. Dengan tervaksinnya semua pendidik dan tenaga kependidikan, diharapkan resiko paparan Covid-19 lebih kecil dan pembelajaran bisa dilaksanakan dengan lebih aman bagi kesehatan. Di samping itu, sekolah juga harus mempersiapkan fasilitas adaptasi kebiasaan baru dalam menjaga protokol kesehatan untuk memberikan jaminan keamanan dalam pelaksanaan pembelajaran bagi kesehatan semua murid dan warga sekolah.
Banyak anggapan bahwa kembali dibukanya sekolah maka pembelajaran bisa dilakukan dengan pola seperti dulu pada masa sebelum pandemi. Murid dapat belajar di kelas bersama teman-temannya dipandu oleh guru dari pagi hingga sore seperti dulu. Murid bisa kembali belajar dengan hanya mendengar ceramah guru di depan kelas lalu mengerjakan soal tentang isi ceramah tersebut. Murid bisa kembali belajar dengan diberikan drilling soal hafalan dari buku paket dan modul belajar.
Belajar dengan Waktu yang Fleksibel dan Efektif
Sekolah yang memiliki jumlah murid lebih dari 18 murid dalam setiap rombongan belajarnya harus melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan shifting untuk mencukupi kebutuhan ruang kelasnya. Shifting dilakukan dengan bergiliran menggunakan ruang kelas yang sama dengan jadwal diatur karena kapasitas daya tampung ruang kelas dibatasi hanya untuk maksimal 18 murid agar physical distancing bisa terjaga. Dengan shifting, pembelajaran tatap muka tentu tidak bisa dilaksanakan dengan durasi yang sama seperti pola lama. Tanpa shifting pun, sekolah tidak bisa dibuka dengan durasi waktu yang sama seperti pola lama untuk menghindari interaksi dan kerumunan yang tidak terjaga di dalam maupun luar kelas.
Dengan terbatasnya waktu tatap muka di sekolah, murid tidak cukup diberikan pengalaman belajar hanya pada saat tatap muka saja. Masih banyak waktu di luar sekolah yang bisa dimanfaatkan untuk mendapat pengalaman belajar. Hal itu bisa dimanfaatkan guru untuk memberikan penugasan mandiri yang bisa dilakukan murid secara individu. Tugas tersebut bisa berupa riset lingkungan, proyek sederhana, eksperimen di alam sekitar, maupun portofolio. Dengan hasil dari belajar mandiri di rumah, murid bisa membawa ke sekolah untuk kegiatan presentasi dan diskusi saat belajar tatap muka.
Berpusat pada Murid
Pembelajaran tatap muka dengan ceramah banyak digunakan guru, karena ini lebih mudah dilaksanakan dan lebih cepat untuk mengejar konten dari kurikulum. Guru cukup menyampaikan informasi dari buku paket dan modul yang memuat konten secara lisan untuk didengar murid di kelas. Semua kegiatan kelas berpusat pada guru, semua murid diam mendengarkan dan hanya suara guru yang terdengar di kelas.
Pembelajaran dengan ceramah diyakini sudah tidak efektif dalam memberikan pengalaman belajar murid. Meskipun disertai dengan bantuan teknologi seperti slide presentasi dan video paparan, murid sering merasa jenuh dan bosan. Murid hanya mendapat pengalaman mendengar dan melihat informasi yang disampaikan dari ceramah guru tanpa ada pengalaman elaborasi dan sinkronisasi. Murid hanya dapat mengenal konten yang disajikan dari mendengar dan kesulitan dalam mengaplikasikan sebagai kompetensi diri.
Sangat disayangkan jika pembelajaran tatap muka terbatas dilaksanakan dengan menggunakan metode ceramah dan pola belajar berpusat pada guru. Kesempatan bertemu tatap muka sangat singkat dibandingkan pembelajaran terdahulu, tentunya waktu singkat tersebut sangat berarti bagi murid untuk mendapatkan pengalaman belajar yang efektif. Usaha yang tidak mudah dan banyak resiko kesehatan yang diperhitungkan dalam membuka sekolah kembali takkan menjadi sia-sia jika murid menjadi pusat pembelajaran dan selalu mendapat pengalaman belajar yang bermakna.
Belajar untuk Kehidupan
Murid belajar dari drilling hafalan konten buku dan modul merupakan pola belajar lama yang banyak dilakukan pada masa sebelum pandemi. Sebelumnya, hal ini dinilai perlu dilakukan untuk membekali anak agar bisa mendapat nilai yang memuaskan pada saat tes ujian. Banyak yang beranggapan bahwa semakin banyak hafalan dan terlatih dalam menjawab soal tes, semakin tinggi nilai yang murid dapat pada saat ujian dan bisa lulus sekolah.
Meskipun murid mendapat nilai yang tinggi pada saat ujian, sebagian besar mereka masih kesulitan mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Ada murid yang mendapat nilai Matematika yang tinggi pada saat ujian, namun kesulitan berhitung saat dia melayani orang berbelanja di kios sembako orangtuanya. Ada juga murid yang mendapat nilai IPS Ekonomi yang tinggi pada ulangan semester, namun tidak mengenali kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh orangtuanya di rumah. Banyak murid yang mendapat nilai sempurna pada saat ujian, namun gagap dan kebingungan saat memasuki dunia kerja yang hampir tidak ada dalam hafalannya.
Belajar tatap muka saat pembukaan sekolah kembali dengan pola menghafal materi dan drilling soal juga perlu dipertimbangkan. Menghafal materi dan latihan soal bisa dilakukan murid secara mandiri dan individu. Jika pertemuan tatap muka diisi dengan kegiatan tersebut, hal ini sangat disayangkan keefektifan dan kebermanfaatannya. Di samping itu, Ujian Nasional yang dulu menjadi syarat kelulusan murid sudah ditiadakan dan dinilai tidak sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yang membuat murid belajar hanya untuk ujian dan latihan soal.
Murid akan lebih siap untuk hidup dan masuk dunia kerja jika sekolah tatap muka dibuka kembali dengan pola blended learning yang mengkombinasikan belajar di sekolah dan lingkungan kehidupan sehari-hari. Apa yang murid peroleh di sekolah dapat langsung dia praktekkan di kehidupannya. Begitu juga sebaliknya, permasalahan kehidupan yang dia temui di rumah bisa dia bawa ke sekolah untuk dijadikan bahan diskusi dan materi belajarnya.
Mari mulai perubahan dari diri kita sebagai pembelajar dan sekolah kita sebagai rumah belajar. Pandemi Covid 19 ini tentu telah memberikan kita momentum untuk berefleksi dan introspeksi bersama. Beradaptasi dengan kebiasaan baru pasti tidak mudah, penuh kegagapan dan ketidaknyamanan. Bersama kita buka lembaran baru dari perjalanan belajar dengan membuka sekolah kembali untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan aman bagi murid-murid generasi penerus bangsa. Sekolah kita yang baru hadir dengan adaptasi kebiasaan baru dan pola pembelajaran baru untuk tranformasi pendidikan Indonesia yang lebih baik. #MerdekaBelajar
Sumber : https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/sekolah-buka-tatap-muka-pola-belajar-harus-tidak-seperti-yang-dulu/