Sebuah pertanyaan, mengapa ada remaja yang mudah tersulut emosinya sehingga melakukan tindakan yang tidak terpuji, bahkan memasuki wilayah tindak kriminal? Sementara itu, remaja lainnya lebih tenang, emosinya lebih stabil, dan memahami mana tindakan yang baik dan buruk?
Sumber dari semua tindakan manusia itu ada di bagian otak yang namanya prefrontal cortex. Bagian inilah yang membedakan antara manusia dengan hewan. Prefrontal cortex terletak tepat di belakang dahi. Fungsi dari otak bagian ini adalah untuk berpikir, melakukan penilaian, merencanakan, memutuskan sesuatu (memecahkan masalah), mengontrol emosi dan tubuh, kecerdasan, konsentrasi, memahami diri sendiri (kesadaran diri), empati pada orang lain, kepribadian dan juga moral/ perilaku.
Daniel J. Siegel, seorang Psikolog, dalam bukunya, The Whole Brain Child, mengungkapkan 5 cara yang bisa dilakukan orang tua untuk mencerdaskan otak prefrontal cortex anaknya.
Melatih anak membuat keputusan
Orang tua ingin agar anak selalu melakukan hal yang benar dan tepat. Karena itu, orang tua perlu memberi anak latihan membuat keputusan bagi dirinya sendiri.
Biarkan anak bergulat memilih keputusan yang akan ia ambil dan menghadapi konsekuensi dari keputusannya. Sebisa mungkin, orangtua jangan memberi solusi dan mencoba “menyelamatkan anak,” bahkan ketika anak mengambil keputusan yang orangtua ketahui tidak tepat. Atau ketika anak membuat kesalahan.
Intinya, anak tidak perlu sempurna dalam mengambil setiap keputusan, yang penting adalah prefrontal cortex-nya semakin berkembang.
Melatih anak mengontrol emosi dan tubuhnya
Orang tua perlu melatih anak agar bisa tetap membuat keputusan yang baik saat anak marah. Ada beberapa teknik yang bisa diajarkan oleh orangtua:
Semakin sering anak diberi pilihan selain mengamuk dan rewel, anak akan semakin punya prefrontal cortex yang lebih kuat.
Melatih anak memahami dirinya sendiri
Cara terbaik untuk membuat anak memahami dirinya sendiri adalah bertanya tentang perasaan anak. Ketika anak sudah bisa menulis, berikan anak jurnal dan dorong anak untuk menulis setiap harinya. Latihan rutin ini bisa meningkatkan kemampuan anak dalam memahami perasaannya sendiri.
Untuk anak yang lebih kecil, minta ia menggambar dan menceritakan isi gambarnya. Semakin sering anak berpikir tentang yang ia rasakan, anak akan semakin mampu memahami lingkungan sekitarnya.
Melatih empati pada diri anak
Orang tua melatih kemampuan empati dalam diri anak dengan meminta anak untuk mengungkapkan perasaan orang lain. Misalnya, tanyakan padanya, “Menurutmu mengapa bayi itu menangis?” atau saat membaca buku cerita, tanyakanlah, “Menurutmu bagaimana perasaan Ayu melihat temannya pindah rumah?” Mengalihkan perhatian anak ke perasaan orang lain dalam kesehariannya akan mencerdaskan otak prefrontal cortex anak.
Melatih moral pada diri anak
Saat keempat poin sebelumnya digabungkan, anak akan punya moral yang baik. Ketika anak membuat keputusan yang baik dengan mengontrol dirinya dan bertindak berdasarkan empati dan pemahaman diri, moral anak akan tumbuh. Anak bukan hanya tahu perbedaan antara benar dan salah, anak akan memberi solusi yang melampaui keinginannya sendiri. Orangtua tidak bisa berharap anak terus konsisten karena otak anak masih terus berkembang. Tapi orang tua bisa terus bertanya tentang moral dan etika yang mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Latihan yang bisa orangtua lakukan adalah menanyakan pertanyaan “Kalau.”
Misalnya: