(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

MENJADI GURU PEMIMPIN, GURU REFLEKTIF, GURU INSPIRATIF YANG DIRINDUKAN PESERTA DIDIK

Admin disdikpora | 10 Juni 2021 | 8919 kali

Ungkapan bijak bestari mengatakan: ”Guru biasa memberitahu, guru baik menjelaskan. Guru ulung memeragakan, guru hebat mengilhami, guru inspiratif memantik ide dan kreativitas, mencerahkan dan mencerdaskan”.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, ditegaskan bahwa, ”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama, mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

Substansi dan fokus pendidikan adalah proses pembelajaran yang terjadi dalam diri peserta didik dan mampu menyentuh seluruh aspek kehidupan sehingga terjadilah proses pencerdasan pada seluruh lini kehidupan. Pikirannya harus dicerdaskan, emosionalnya harus dicerdaskan, potensi raga dan keseluruhan aspek kepribadiannya pun harus dicerdaskan. Jika seluruh domain kehidupan seseorang dicerdaskan maka lingkungannya pun akan tercerahkan. 

Sekolah dibangun atas suatu ”philosophical foundation” bahwa dengan diciptakannya sekolah ”human growth and development” peserta didik dapat terbentuk secara optimal. Lembaga ini sesungguhnya merupakan suatu tempat berkumpulnya anak usia sekolah tertentu dengan lingkungan dan suasana tertentu sehingga anak memperoleh kesempatan belajar yang diharapkan. Jadi, jantung setiap sekolah/lembaga pendidikan pada dasarnya ialah interaksi guru dan murid dalam proses belajar-mengajar. Dengan demikian, yang perlu diupayakan adalah bagaimana agar guru dapat mengajar dengan baik dan siswa dapat belajar dengan efektif dan efisien.

Tentunya guru dalam melaksanakan perannya, hendaknya memperhatikan aspek-aspek pendidikan, yaitu kewibawaan, identifikasi, mengenal perkembangan jiwa, dan mengenal perbedaan individual siswa. Kewibawaan guru bergantung pada sikap guru terhadap siswa-siswanya. Di antara sikap-sikap yang dapat menimbulkan kewibawaan, yaitu sikap tegas, konsekuen, menghargai, dan menyayangi siswa-siswanya.

Dalam mengenal perkembangan kejiwaan, diharapkan guru dapat membimbing berdasarkan kasih sayang (rasa cinta), adil, dan menumbuhkan perasaan-perasaan itu dengan penuh tanggung jawab. Guru juga diharapkan dapat mengenal perbedaan individual siswa. Guru tidak hanya memperhatikan pekembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi siswa, baik jasmani, rohani, sosial, maupun yang lainnya sesuai dengan hakikat pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar siswa pada akhirnya dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupannya sebagai insan yang dewasa (Soejipto dan Kasasi dalam D. Deni Koswara 2008: 6). Ilmu psikologi meyakini bahwa anak didik bukanlah gelas kosong yang harus diisi, tetapi api yang harus dinyalakan. Teori tersebut semakin memperkokoh keyakinan bahwa pendidikan juga merupakan proses untuk menghidupkan api cinta dan semangat dalam diri anak untuk terus mencari ilmu tanpa henti (D. Deni Koswara dan Halimah, 2008:12).

Atas asumsi di atas, proses pendidikan semestinya diarahkan pada pembangkitan daya kreativitas siswa dalam mengeksplorasi sekaligus mengolah informasi yang didapat sembari memelihara daya kritis anak demi menjaga validitas informasi yang diperolehnya. Sementara itu, kreativitas akan tumbuh ketika terdapat ruang dan peluang yang cukup luas untuk berekspresi ”sesuka hati”. Komunikasi timbal balik yang seimbang antara anak didik dengan pendidik, harus mampu menyediakan ruang yang dibutuhkan itu. Dalam praktiknya di dalam kelas, guru seolah-olah berada dalam status quo yang tak dapat diganggu gugat dan tidak ada orang yang tahu bagaimana ia melakukan tugasnya. Pada tataran ini, guru memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk memengaruhi atau bahkan mengarahkan sistem menuju pencapaian tujuan pendidikan.

Mencermati kondisi pendidikan dan pembelajaran saat ini, guru-guru umumnya terbelenggu oleh ketentuan administratif yang harus dipatuhi seperti target pencapaian kurikulum, ketuntasan belajar, silabus, RPP, penilaian dan perangkat lainnya yang senantiasa berubah. Karakteristik seperti ini yang disorot banyak kalangan sebagai guru kurikulum. Sehingga dalam kegiatannya di kelas sangat jarang guru dalam interaksi dengan siswa-siswanya mampu mengembangkan dan memaksimalkan potensi kreativitas yang dimiliki oleh mereka. Sehingga diperlukan kehadiran seorang guru kreatif dan inspiratif yang mampu mendesain pembelajaran yang menyenangkan sehingga dapat memotivasi siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam mengembangkan potensi, bakat, nalar, dan imajinasinya. Dari pemahaman ini, tidak mesti ada dikotomi antara guru kurikulum dengan guru inspiratif, tetapi sistem pendidikan kita memerlukan sosok guru keduanya. Benar, guru bukan satu-satunya elemen kunci dalam pendidikan, tetapi tidak berlebihan jika dikatakan guru adalah kunci untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik dan berkualitas.

Oleh karena itu, tulisan ini, diharapkan menjadi pemantik, pemicu untuk memacu kreativitas dan produktivitas guru dalam menciptakan inovasi dan atmosfir pembelajaran yang mencerahkan dan mencerdaskan bagi anak bangsa. Guru kreatif dan inspiratiflah yang akan mampu menciptakan suasana pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, interaktif, dan menyenangkan. Sehingga memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi pelajaran dengan baik. Di samping itu, memudahkan penanaman karakter dan nilai-nilai kehidupan yang hakiki.

Kreatif dalam Metode; Kreativitas dalam metode dapat diterapkan dalam berbagai hal. Namun, semuanya itu berarti keragaman. Guru yang kreatif akan membiarkan dirinya menjadi mirip dengan metode pengajarannya. Metode yang digunakannya bervariasi. Ia akan menggabungkan metode-metode yang ada. Ia akan mengenalkan cara-cara berkomunikasi yang sebelumnya belum pernah digunakan dan ia akan mencarinya dengan membaca, berdiskusi dengan orang lain, dan melakukan percobaan agar cara mengajarnya tetap segar dan hidup sehingga tidak membosankan.

Kreatif dalam Fasilitas Ruangan; Tampilan fisik ruang kelas memberikan kesempatan untuk berkreativitas. Contoh penggunaan model lingkaran, setengah lingkaran, kelompok kecil, atau mungkin menyingkirkan semua meja dan kursi di beberapa kelompok anak akan memberikan sentuhan imajinasi dan kreativitas terhadap setting ruang kelas tersebut. Ia mungkin dapat mengubah perilaku anak di dalam kelas pada saat mengikuti pelajaran. Demikian pula dengan penggunaan gambar-gambar, majalah dinding, pengharum ruangan, instrumen musik dan cat-cat yang berwarna segar juga dapat memantik dan memberikan kesempatan berkreasi yang potensial.

Kreatif dalam Memberikan Tugas; Banyak orang yang memperdebatkan tentang keuntungan memberi tugas kepada siswa untuk menyiapkan pelajaran melalui beberapa jenis cara belajar di luar sekolah. Namun, ada masalah yang sangat penting tentang bagaimana belajar di luar sekolah itu dapat dimotivasikan dalam pengajaran di kelas. Ada tantangan untuk guru yang kreatif. Ia tidak puas dengan membaca ”membaca bab dalam buku”, tetapi ia akan mencoba untuk membangun motivasi dan keinginan dari dalam.

Langkah Dahsyat Mendidik dan Mengajar yang Mencerahkan dan Mencerdaskan; Guru adalah ujung tombak dan mata rantai keberhasilan dunia pendidikan. Sebagai ujung tombak dan mata rantai pendidikan, guru harus kompeten dan berkinerja baik. Kualitas tersebut sangat menentukan kehidupan siswa di masa depan. Kualitas guru tidak hanya dipandang dari segi wawasan keilmuan, tetapi juga dipandang dari segi cara dan strategi mentransfer wawasan keilmuannya serta keteladanan ketika berlangsung proses pembelajaran. 

Cara mengajar yang membosankan dinilai sebagai kendala yang sering tidak teratasi, cenderung diabaikan begitu saja. Hal ini akan berdampak pada materi-materi yang akan disajikan. Guru seolah kehilangan gairah untuk melejitkan potensi-potensi dirinya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa masih banyak guru yang mempertahankan metode konvensional/tradisional ketika mengajar, sehingga potensi siswa kurang tergali dan terasah. Berikut langkah-langkah dahsyat yang menurut pengalaman penulis bisa mengatasi rasa bosan dalam mengajar yang akan mengasah dan melejitkan potensi dan kreativitas siswa:

  1. Pahami bahwa menjadu guru itu adalah panggilan nurani
  2. Pahami bahwa mengajar adalah ibadah
  3. Membuat visi dan misi yang jelas
  4. Bergaul dengan siswa itu menyenangkan

 

Menjadi Guru adalah Panggilan Nurani

Seseorang yang menjadi guru karena dorongan hatinya berarti dia memiliki perasaan dan naluri untuk berpartisipasi aktif memperbaiki dan memperbaharui dunia pendidikan. Ia turut menyumbangkan tenaga dan pikirannya karena tergugah melihat ketidakberesan pondasi sistem pendidikan yang cenderung tunamakna. Sesuatu yang diawali itikad baik menyiratkan sikap tulus, mantap, dan teguh pada tujuan dan harapan yang akan diraih. Jauhi sikap suka menyakiti orang lain, tetapi mendekati sikap menyehatkan dan menyembuhkan orang lain.

 

Mengajar adalah Ibadah

Ketika mengajar, seorang guru harus memberikan pemahaman religius kepada anak didiknya. Guru adalah sosok pertama yang akan ditiru oleh siswanya. Pengalaman gurulah yang akan menambah wawasan mengenai konsep religius siswa. Ia dapat menyisipkan pemahaman nilai-nilai ibadah kepada anak didiknya.

Jika guru menyadari bahwa mengajar adalah ibadah, maka guru tersebut berada dalam tiga kondisi pilihan berikut:

  1. Memperoleh kenikmatan, kenikmatan disampaikan silih berganti kepada guru. Guru pun berkewajiban untuk memuji dan mensyukuri akan karunia-Nya.
  2. Melakukan dosa, guru tidak luput dari dosa dan kesalahan. Guru berkewajiban istighfar dan memohon ampunan atas dosa dan kekhilafannya selama berlangsung proses belajar dan mengajar.
  3. Mendapat cobaan. Ujian yang ditimpakan kepada guru harus dihadapi dengan rasa sabar.

 

Tuhan berfirman bahwa pengetahuan adalah basis untuk menyiapkan kekuatan (sulthon) bagi umat manusia. Tanpa kekuatan, manusia tidak akan mampu menguasai apa-apa yang ada di bumi dan yang ada di langit, apa yang ada di luar lingkungan dan apa yang ada di dalam lingkungan, serta apa yang di luar diri (jasmani) dan apa yang ada di dalam diri (rohani). Pendidikan dengan perangkat pengajarannya adalah pusat persiapan untuk menumbuhkan kekuatan yang diperintahkan Tuhan sehingga hukumnya menjadi wajib untuk menumbuhkan dan memunculkan kekuatan atau tekanan umat untuk perubahan (Fuad bin Abdul Aziz, 2014).

Hemat penulis bahwa, filosofi ibadah hendaknya menjadi ruh dan jiwa bagi guru. Mengajar akan bernilai ibadah jika dilakukan dengan penuh kepatuhan dan ketundukan secara totalitas (kaffah) kepada Tuhan untuk memerangi kebodohan. Dengan penuh kecintaan pada ilmu, mengajar dilakukan untuk memerangi kebodohan. Sehingga dengan sinergi iman dan ilmu manusia akan terangkat derajatnya di dunia maupun di akhirat.

 

Membuat Visi dan Misi yang Jelas

Sebelum mengajar, guru yang baik telah terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan sejumlah pengetahuan dan metode yang menunjang. Tujuannya, agar transfer atau peralihan pengetahuan dari guru kepada siswanya berjalan dengan baik, berkesan, bermakna, dan berbobot.

Visi dan misi apa gerangan yang harus guru lakukan agar terhindar dari perasaan bosan dalam mengajar di kelas atau di luar kelas. Beradptasilah dengan kalimat motivasi dan komitmen berikut!

  1. Mengajar hari ini, aku harus memberi sesuatu yang berarti untuk siswa. Aku harus membuat anak-anak didikku senang dengan cara mengajarku dan wawasan yang aku berikan. Kemudian, mereka pulang dengan perasaan senang dan bahagia.
  2. Seandainya aku marah karena ulah siswaku, tahanlah dahulu kemarahanku. Biarkan rasa tenang menyelimutiku, dekati siswaku dan berilah kesan yang menyenangkan.
  3. Apabila aku harus mengoreksi kelalaian siswa-siswaku, di hadapan anak didikku juga, aku berikan koreksi sekaligus pujian di belakangnya.
  4. Jika mereka merasakan kenikmatan belajar dengan cara lembut, tidak ada salahnya kelembutanku seolah-olah telah lahir sejak dulu.
  5. Seandainya siswaku memancing kemarahanku, seandainya siswaku mencuri kesabaranku, dan seandainya siswaku terus begitu, maka aku akan terus mencuri perasaannya hingga ia tidak berdaya bahwa ia tengah dilenakan bagaimana belajar tentang dirinya.
  6. Aku mengajar ibarat bulan. Mengajar pada mulanya kecil seperti bulan sabit. Kemudian, membesar dan makin membesar, bercahaya menjadi bulan purnama. Namun, aku tidak ingin mengajar bak bulan purnama yang kemudian mengecil dan sirna di kegelapan.
  7. Awal mengajarku adalah keberhasilan akan mengendalikan akal, pikiran, dan raga.
  8. Jika aku mengajar siswaku, aku adalah akal mereka, dan siswaku adalah lidahnya. Dalam mengajar, aku beri anakku budi pekerti dan mereka memberiku perilaku akal budiku. Sungguh bahagia hatiku.
  9. Aku akan menunjukkan sikap ramah kepada anak didikku karena dengan sikap itu, suasana mengajarku akan bermakna di hadapan anak-anak didikku.
  10. Seandainya siswaku bertanya tentang apa yang akan disampaikan gurunya hari ini. Katakan, “Aku akan mengajar hidupmu tentang pikir, dzikir, skill, dan aksi.”
  11. Ketidakberesan muncul dalam diriku jika anak didikku tidak mencintaiku.

 

Bergaul dengan Siswa itu Menyenangkan

Bergaul dengan siswa sangatlah penting. Dalam proses mengajar, guru tidak hanya berorientasi pada kecakapan-kecakapan yang berdimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada prinsipnya mengajar berarti proses perbuatan seorang guru yang membuat siswa belajar (Tiana Juliansyah, 2010). Jadi di mata siswa, guru yang pandai bergaul adalah guru yang dianggap sebagai sosok berjiwa muda. Guru tersebut mempunyai kemauan untuk menyelami keadaan siswa secara rohani. Anak didik pun merasa bahwa gurunya bukan mencari muka tetapi, seorang sahabat yang baik. Siswa ingin sekali mendapatkan pengertian dari guru. Keluh kesah mereka dapat didiskusikan bersama sang guru.

 

Demikian sekelumit curah pikir semoga menambah khasanah dan wawasan seputar pendidikan dan pembelajaran, bukan saja pada ranah kognitif, afektif, tetapi juga ranah psikomotorik. Keterpaduan ketiga ranah tersebut diharapkan melahirkan siswa yang unggul dan berprestasi baik pada bidang akademik maupun nonakademik.

Harapan di atas akan terwujud dari tangan-tangan guru yang kreatif, inspiratif yang akan mampu menggugah, menginspirasi, dan mencerahkan siswa-siswanya, untuk diaplikasikan dalam konteks kehidupan nyata. Tuntutan untuk menjadi guru kreatif dan inspiratif saat ini tampaknya sudah menjadi suatu keniscayaan. Sehingga diharapkan kepada sahabat-sahabat guru agar senantiasa meningkatkan kompetensi, profesionalitas, dan kreativitas untuk perbaikan mutu layanan pendidikan anak bangsa kini dan esok, sehingga akan terbentuk guru pemimpin yang reflektif dan kreatif yang senantiasa menjadi agen pembelajaran yang dirindukan oleh peserta didiknya.

sumber : https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/menjadi-guru-pemimpin-guru-reflektif-guru-inspiratif-yang-dirindukan-peserta-didik/