(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Agar Ayah dan Anak Selalu Dekat

Admin disdikpora | 01 Maret 2018 | 524 kali

Kedekatan seorang ayah dan anak adalah investasi yang berharga. Jika hubungan ini tidak dibangun sejak dini, seorang ayah akan merasakan keganjilan saat anak sudah mulai tumbuh dewasa.

Hubungan antara ayah dan anak terlihat kaku, formal, dan berjarak. Hubungan ini bisa terjadi karena tingginnya kesibukan seorang ayah dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Sejak pagi hingga malam ia sibuk mencari uang.

Tanggung jawab seorang ayah sebagai kepala keluarga memang menyita waktu yang banyak. Akan tetapi juga bukan menjadi alasan untuk tidak meluangkan waktu yang cukup untuk menjalin kedekatan dengan anak. Karena tidak jarang seorang ayah yang kelelahan di pekerjaan, bukannya menyempatkan waktunya dan bermain bersama anaknya, ia justru membawa kemarahan, menciptakan kondisi ketidaknyamanan di rumah, dan sewaktu anak ingin bertanya dijawab secara singkat dan seadanya. Dari sinilah biasanya timbul jarak antara seorang ayah dan anak. 

Bagi seorang ayah yang ingin menciptakan kedekatan dengan anaknya, maka setidaknya ada beberapa cara yang dapat dilakukan sedini mungkin.

Pertama, ikut terlibat dalam mengasuh dan merawat anak. Mulailah membiasakan diri berbagi tugas dalam kegiatan di rumah. Atur jadwal dengan istri kapan gilirannya bertugas memandikan anak, membuatkan sarapan untuk anak, dan membacakan cerita sebelum tidur untuk anak.

Dengan terlibat aktif dalam kegiatan di rumah, maka akan terjalin hubungan emosional yang baik antara seorang ayah dan anak. Selain itu juga anak akan merasa mendapatkan perhatian lebih dari sosok ayah.

Kedua, luangkan waktu untuk bermain bersama anak. Jangan sampai karena kesibukan, kegiatan bermain anak dialihkan kepada perawat bayi atau asisten rumah tangga. Karena ketika seorang ayah bermain bersama anaknya, banyak bahasa yang tidak tersurat yang tersampaikan sehingga kecerdasan bahasa anak meningkat.

Selain itu ketika bermain bersama anak, ayah bisa menjadi teman sekaligus pelindung bagi anak. Dari sini anak akan merasa diri tidak ada jarak dengan ayahnya, dan anak akan bersikap terbuka karena menganggap ayah sebagai teman dekatnya.

Ketiga, menjalin komunikasi yang membangun. Komunikasi yang membangun yang dimaksudkan di sini bukan sekadar menanyakan kabar anak di sekolah, apa yang dipelajari di sekolah, atau bagaimana nilai ujian kemarin. Akan tetapi komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang intensif di mana antara keduanya ada sikap saling percaya satu sama lain.

Seorang ayah tahu apa yang sedang dirasakan anak, apa yang bisa membuatnya senang, sedih, dan khawatir. Seorang ayah harus mampu membangun dan memberikan masukan, agar anak dapat mengelola emosi yang dirasakan dan belajar menyelesaikan persoalan, sehingga saat dewasa nanti anak sudah bisa menghadapi persoalan secara mandiri.

Keempat, mendidik anak melalui permainan yang kreatif dan menyenangkan. Sesekali buatlah permainan dengan benda-benda yang ada di sekitar Anda. Buku misalnya. Jadikanlah buku sebagai media bermain. Misalkan carilah kata yang terdiri dari empat huruf pada halaman lima buku ini.

Berilah poin dan penghargaan atau hadiah jika anak berhasil menjawabnya dengan benar. Berilah aturan, siapa yang memiliki poin terbanyak itulah pemenangnya, sehingga anak merasa senang. Sekalipun anak kalah dalam permainan ini, anak akan belajar dari kekalahan. Di sini ayah berperan untuk mengenalkan perasaan kekecewaan saat kalah dan bagaimana cara menanganinya. Secara demikian, ketika anak banyak bermain bersama ayah, maka logika anak dalam berpikir akan lebih berfungsi.

Jika keempat cara ini dilakukan sedini mungkin, maka di situlah sebenarnya kedekatan ayah dan anak mulai terbangun, sehingga saat dewasa kedekatan ini selalu terjaga dengan baik. Dan, akan lebih baik lagi jika sejak kecil anak bisa dekat secara emosional dengan kedua orang tuanya. (Siti Badriyah, pegiat literasi di Forum Taman Baca Masyarakat Banyumas)