”Anak-anak, sungai apa yang kalian ketahui?” tanya guru kepada murid-muridnya.
”Sungai Ciliwung, Sungai Cisadane, Bu!” jawab mereka serempak.
”Lalu, sungai dekat sekolah kita apa namanya?” guru melanjutkan pertanyaan.
Seisi kelas saling pandang. ”Apa ya? Apa ya?” Hanya itu jawab mereka.
Begitulah yang terjadi saat pelajaran PLBJ (Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta) berlangsung. Anak-anak lebih mengetahui tempat-tempat yang tak pernah mereka kunjungi ketimbang tempat-tempat yang mereka lihat setiap hari.
Memang tidak salah, tetapi mengenal lingkungan sekitar adalah hal yang tak boleh dilupakan. Tak kenal maka tak sayang, begitu kata pepatah.
Lalu, bagaimana anak-anak kita akan mencintai lingkungannya? Mengenalnya saja tidak. Tentu kita semua tahu, kids zaman now memang memiliki aktivitas yang cukup tinggi. Mereka menghabiskan sebagian besar waktunya di luar lingkungan rumah. Kegiatan sekolah memakan sebagian besar waktunya, ditambah lagi bimbel dan kursus-kursus di luar sekolah.
Hal ini membuat anak-anak tak memiliki waktu banyak untuk mengenal dan berinteraksi lebih jauh dengan lingkungan sekitar. Sekadar menyapa tetangga atau bermain-main di sekitar rumahnya.
Jika hal ini dibiarkan, tentu anak-anak akan kehilangan chemistry dengan lingkungannya. Bagi mereka lingkungan sekitar hanya akan memiliki makna fisik. Padahal pepatah Minang menyatakan alam takambang jadi guru, alam terbentang luas untuk memberikan banyak pelajaran.
Memetakan wilayah sekitar secara sederhana bisa menjadi pilihan cara untuk mengenalkan dan merangsang anak lebih dekat dengan lingkungannya. Dimulai dari lingkungan sekolah. Berbekal selembar kertas HVS anak-anak diminta untuk berkeliling membuat peta wilayah secara sederhana, dengan batasan area yang sudah ditentukan sebelumnya.
Sepanjang perjalanan, anak-anak distimulasi dengan berbagai pertanyaan. Misalnya, lihatlah saluran air itu, mengapa bisa seperti itu? Kira-kira apa yang terjadi jika hujan? Kalau kamu jadi Ketua RT apa yang akan kamu lakukan? Di rumah kalian seperti itu tidak? Serta masih banyak pertanyaan lainnya.
Anak-anak juga bisa langsung mempraktikkan pelajaran menghormati dan menghargai orang lain di sepanjang perjalanan. Misalnya berkata ’permisi’ saat melewati warga yang sedang duduk. Memungut sampah yang mereka lihat, menyingkirkan batu atau benda-benda yang bisa membahayakan orang lain di jalan. Mendahulukan kepentingan orang lain dibanding kepentingan pribadi dan sebagainya.
Ketika melalui spot-spot atau area yang belum mereka ketahui namanya atau tidak familiar, mintalah anak-anak menggalinya dengan bertanya pada warga sekitar. Hal ini bisa mengasah kreativitas, keberanian dan rasa percaya diri anak.
Selain memetakan daerah sekitar sekolah, anak-anak juga bisa diberikan tugas untuk memberikan simbol-simbol tertentu pada peta yang mereka buat. Contohnya, jika area tersebut telah terjadi pencemaran air diberi simbol segitiga, simbol lingkaran jika area berpotensi mengalami pencemaran udara dan lain sebagainya.
Usai membuat peta, mintalah siswa menceritakan hasil pekerjaannya di depan kelas melalui sudut pandang masing-masing. Kemudian mendiskusikannya dengan siswa lain. Setelah anak-anak memahami cara memetakan wilayah, guru bisa meminta siswa memetakan daerah sekitar rumah ataupun memperluas area yang akan dipetakan. Kegiatan ini menjadi cara yang menyenangkan bagi anak-anak dalam mengenali lingkungannya.
Di tengah sikap masyarakat kota yang semakin individualis. Kepedulian terhadap lingkungan, baik sosial maupun alam, mendesak ditanamkan kepada anak-anak sejak dini. Metode memetakan wilayah ini bisa menjadi cara agar anak lebih mengenal lingkungannya hingga pada akhirnya menimbulkan kepedulian baik bagi lingkungan sosial maupun alam. (Sri Rahayu - Guru MI Al-Falah Ujung Menteng Jakarta)