(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Ajarkan Anak Selesaikan Masalah Sendiri!!!

Admin disdikpora | 12 Juli 2018 | 709 kali

Pada 1 Juni 2016 lalu, Vinsensius Billy, mahasiswa semester VIII Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, ditemukan tewas gantung diri di kamar kosnya di Kukusan, Beji, Depok.

Mahasiswa yang tengah menyusun skripsi ini diduga nekat bunuh diri karena merasa depresi dengan nilai mata kuliahnya yang mengalami penurunan secara drastis, namun ada pula tanggapan yang mengatakan jika Billy nekat mengakhiri hidupnya sebab skripsinya di tolak oleh sang Dosen.

Enam hari sebelumnya, tepatnya pada 25 Mei 2016,  juga di Depok, Aska Zofeni Putra, seorang pelajar kelas X SMA swasta ditemukan tewas gantung diri di rumahnya di Kampung Kebon Duren RT 004/06 Kelurahan Kalimulya, Cilodong, Depok.

Dugaan sementara motif nekat Aska bunuh diri lantaran HP android miliknya sudah satu minggu tidak diperbaiki oleh orangtuanya.

Sebuah pertanyaan, kenapa harus bunuh diri untuk alasan yang sepele atau setidaknya bukan hal yang sangat penting dan sacral.

Psikolog dan konsultan dari Universitas Indonesia, Elly Risman, melalui sebuah tulisan di media sosial menjelaskan bagaimana seharusnya para orangtua bersikap jika anak-anaknya sedang dalam masalah.

Elly menulis:

Kita tidak pernah tahu, anak kita akan terlempar ke bagian bumi Allah yang mana nanti, maka izinkanlah dia belajar menyelesaikan masalahnya sendiri . Jangan selalu memaksa untuk membantu dan memperbaiki semuanya.

Contohnya: ‎Anak mengeluh karena mainan puzzlenya tidak bisa nyambung menjadi satu, "Sini...Ayah bantu!". ‎Tutup botol minum sedikit susah dibuka, "Sini...Mama saja". Tali sepatu sulit diikat, "Sini...Ayah ikatkan". ‎Kecipratan sedikit minyak"Sudah sini, Mama aja yang masak".

Kapan anaknya bisa? Berikan anak-anak kesempatan untuk menemukan solusi mereka sendiri. Kemampuan menangani stress, menyelesaikan masalah, dan mencari solusi, merupakan keterampilan/skill yang wajib dimiliki. Dan skill ini harus dilatih untuk bisa terampil,

Kemampuan menyelesaikan masalah dan bertahan dalam kesulitan tanpa menyerah bisa berdampak sampai puluhan tahun ke depan. Bukan saja bisa membuat seseorang lulus sekolah tinggi,  tapi juga lulus melewati ujian badai pernikahan dan kehidupannya kelak.

Jika orang tua selalu menyelamatkannya dari segala kesulitan, dia akan menjadi ringkih dan mudah layu. Sakit sedikit, mengeluh, berantem sedikit, minta cerai, masalah sedikit, jadi gila.

Menurut Elly juga, banyaknya tendensi anak usia 10-14 tahun untuk bunuh diri disebabkan karena orang tua sering menutup ruang dialog karena faktor stereotip bahwa orang tua adalah yang paling benar. Mereka menuntut anak hanya memenuhi impian orang tua tanpa pernah mau bertanya apa impian mereka. Yanuar Jatnika