(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Anak Autis Butuhkan Komunikasi yang Berempati

Admin disdikpora | 08 September 2017 | 1459 kali

Semua orang tua tentunya ingin punya anak yang normal, baik fisik maupun mental. Namun, kehendak Allah tentunya tidak bisa dicegah apalagi dilawan. Ketika diketahui anak yang kita lahirkan menyandang gejala autis, bagaimana sikap kita sebagai orang tua? Dunia terasa runtuh? Menyalahkan pasangan? Frustasi atau sikap negatif lainnya?

Salah, kalau ada anggapan, anak penyandang autisme tidak bisa hidup normal. Salah juga kalau ada anggapan, bahwa anak penyandang autisme hidupnya terus tergantung pada orang sekitar.

Jika Anda punya anak autis, jangan lantas merasa 'dunia berakhir'. Dengan terapi, anak autis bisa hidup mandiri. Bahkan mereka bisa berprestasi dengan bakat yang dimiliki. Nah, dalam terapi, orang tua merupakan tiang utama keberhasilan. "Selain dimulai sedini mungkin, keberhasilan terapi abak-anak autis sangat tergantung dari keterlibatan orang tuanya," kata pendiri Masyarakat Peduli Autisme Indonesia (MPATI), Gayatri Pamoeji, dalam buku “200 Pertanyaan & Jawaban Seputar Autisme”. Berdasar riset Koegel dan Koegel tahun 2006, sebagaimana teori yang awalnya dilakukan Rocissano dan Yatcmink tahun 1983, keterlibatan orang tua secara konstan memberikan kemajuan yang lebih cepat pada anak-anak yang bermasalah dalam keterlambatan komunikasi atau bicara. Sebab orang tua adalah sosok yang paling mengerti karakter anak, sekaligus kekurangan dan kelebihannya. Selain itu, orang tua juga punya waktu lebih banyak dengan anak, ketimbang terapis.

Psikiater Kresno Mulyadi mengatakan, anak penyandang autisme perlu diperhatikan lebih ekstra oleh orang tua maupun keluarga. “Dalam mengasuh dan merawat anak dengan autisme, kunci utamanya adalah empati,” kata dia.

Kebutuhan pertama penyandang autis adalah komunikasi. Orang tua perlu bersabar dan tidak menekan anak. “Ajak anak bicara pelan-pelan, beritahu anak apa maksud Anda. Saat berkomunikasi, bisa jadi anak sedang berimajinasi sehingga ia tidak menangkap pesan Anda saat itu. Jadi bersabarlah,” jelas dia.

Dalam hal komunikasi ini, Psikolog Tiga Generasi, Sashkya Aulia Prima menyarankan agar orang tua memfokuskan atensi kepada mereka.

Pertama, sebutkan namanya ketika sedang berkomunikasi. Misalnya, Kevin tadi belajar apa di sekolah? Atau, Kevin senang enggak kalau diajak main bola?

Kedua, bahaslah topik secara jelas dan spesifik. Terkadang tanpa disadari banyak orang yang bicara secara tidak runut. Hal itu akan membingungkan bagi anak berkebutuhan khusus karena mereka harus lebih terstruktur dan harus pelan-pelan.

Ketigaeye contact secukupnya. "Mereka memang susah eye contact. Penelitian menyebutkan beberapa orang memiliki kemampuan berbeda dalam menerima sensori ke tubuhnya. Maka jangan terus-terusan memandangnya karena mereka akan gusar," katanya.

Keempat, hindari kebisingan, sentuhan, bau, dan cahaya karena mereka sangat sensitif. Jika belum banyak dilatih maka mereka akan mudah cranky.

Kelima, sabar menunggu jawabannya. Anak berkebutuhan khusus seperti autisme biasanya ketika bicara biasanya tidak langsung menjawab, maka sabar saja dan tunggu. Perkembangan anak autisme akan sangat berbeda pada setiap anak. Untuk, itu sabar adalah kunci untuk memahami kemajuan seorang anak berkebutuhan khusus. Yanuar Jatnika

 

5 Langkah Orang Tua Mendidik Anak Autis