(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Anak dan Pasir Hisap

Admin disdikpora | 07 Februari 2019 | 793 kali

Kisah ini saya ambil dari buku yang ditulis Dorothy Law Nolte dan Rachel Haris (1998) yang menganalogikan kehidupan anak-anak seperti: seseorang terperangkap dalam pasir hisap, yang perlahan-lahan akan menghisap tubuh orang tersebut sampai masuk ke dalam. Dalam keadaan terhisap oleh pasir hisap ini, reaksi orang akan memiliki dua kemungkinan besar.

Pertama, orang tersebut akan diam saja dan pasrah karena meyakini bahwa dirinya pasti tidak bisa melawan takdir atas kenyataan hidupnya yang pelan-pelan akan masuk dalam pasi hisap. Dalam keadaan demikian, orang ini akan beranggapan bahwa pasrah adalah jalan terbaik. Diam adalah sikap paling bijak untuk menerima kenyataan. Perlahan-lahan tubuh orang ini akan masuk seutuhnya dalam pasir hisap tanpa usaha apapun untuk selamat.

Kedua, dalam keadaan tubuh yang terus terhisap pasir, orang ini akan terus berpikir bagaimana dirinya selamat. Orang ini percaya bahwa Tuhan akan menyelamatkan dirinya. Melalui berpikir dan berdoa yang tanpa henti, orang ini kemudian berusaha menggerakan seluruh anggota tubuhnya, sekalipun dengan bergerak dirinya semakin tenggelam oleh pasir hisap. Dalam usaha yang tiada henti, orang ini kemudian menemukan cara untuk selamat, yaitu berteriak minta tolong. Dan tentu saja, akan ada yang menolong. Siapakah yang menolong? Dia adalah orang-orang dekatnya yang pernah merasakan kebaikannya.

Dua kenyataan orang di atas dalam menyikapi kenyataan diri yang terus dihisap oleh pasir hisap adalah analogi atas kebutuhan pendidikan anak-anak kita. Kehidupan ini layaknya pasir hisap, akan terus memerangkap anak-anak kita dalam kenyataan yang apapun keadaannya akan selalu terjadi.

Dalam keadaan terperangkap dalam kehidupan yang seperti ’pasir hisap’ ini, diperlukan tiga kepribadian penting dari anak: anak yang memiliki keyakinan bahwa dirinya bisa karena adanya kekuatan Tuhan; anak yang selalu memberdayakan pikiran dan usahanya untuk bisa selamat dan sukses dalam kehidupan ini; dan anak yang meyakini bahwa melalui kebaikan, maka akan ada orang baik yang menyelematkan hidupnya.

Inilah nilai penting pendidikan yang dibutuhkan anak-anak kita agar selamat oleh pasir hisap kehidupan yang perlahan-lahan akan menengggelamkan dan menggagalkan kehidupan anak-anak kita.

Bisa karena Adanya Tuhan

Prinsip dasar pertama pendidikan untuk anak-anak kita adalah sikap optimis yang dibangun atas keyakinan bahwa semua persoalan bisa diatasi karena keberadaan Tuhan. Untuk itu, sikap selalu dekat dengan Tuhan melalui doa, ibadah, dan kebaikan menjadi hal mutlak yang harus dilakukan oleh anak-anak.

Ini perlu dilakukan karena kehidupan itu merupakan serangkaian peristiwa yang sering menimbulkan banyak persoalan yang memerangkap. Untuk bisa selamat dari persoalan ini jalannya adalah memiliki keyakinan ini.

Dari sinilah, prinsip-prinsip dasar keagamaan menjadi pondasi dasar dalam pendidikan untuk anak-anak kita. Penanaman keyakinan ini akan menjadi sikap dasar anak dalam memandang kehidupan dirinya.

Anak-anak yang sedari awal memiliki konsep ini akan menjadi anak-anak yang selalu optimis dengan dasar religiusitas yang kuat. Konsep pendidikan ini melahirkan anak-anak kita yang taat beragama dan memiliki keyakinan kuat atas penguasaan diri yang yakin akan adanya Tuhan yang akan selalu membantu dirinya dalam mengatasi berbagai persoalan hidup yang akan dihadapi anak.

Berpikir dan Bekerja Keras

Keyakinan bahwa Tuhan adalah Dzat yang Maha Menolong tidak membuat anak-anak pasrah dalam menerima kenyataan. Sebaliknya, anak-anak akan selalu berpikir dan bekerja keras dalam mengatasi berbagai persoalan demi mencapai keinginannya.

Nilai inilah yang kemudian harus diajarkan sehingga anak-anak kita adalah individu yang akan selalu berpikir dan berusaha dengan maksimal. Mereka yakin bahwa dirinya bisa sukses dan untuk meraih kesuksesannya, belajar dan bekerja keras dengan keyakinan optimis karena Tuhan akan mengabulkan cita-citanya.

Dengan nilai pendidikan inilah anak-anak kita adalah generasi yang berpikir dan berkarya. Generasi yang tidak saja menerima kenyataan dengan pasrah, tetapi generasi yang selalu belajar memahami banyak ilmu pengetahuan, dan mempraktikan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-harinya. Semua dilakukan demi mewujudkan cita-citanya menjadi anak-anak yang baik dan sukses dalam kehidupan.

Komunikasi Kebaikan 

Dalan usahanya berpikir dan bekerja keras ini, sikap menjalin komunikasi kebaikan menjadi inti kesadaran. Anak-anak kita harus diyakinkan bahwa yang akan membuat mereka sukses bukan dirinya sendiri, tetapi Tuhan atas perantara orang lain. Di sinilah sikap menghormati dan selalu berbuat kebaikan pada orang lain menjadi nilai mutlak dalam pendidikan untuk anak-anak kita.

Melalui orang lain, kita akan diberikan kemudahan, pertolongan, dan bantuan. Yang akan membantu dan menolong kita adalah orang yang dekat dan baik dengan anak-anak. Yang dekat dan baik dengan anak adalah mereka yang telah merasakan kebaikan anak-anak.

Di sinilah keomunikasi kebaikan menjadi hal penting yang harus ditanamkan ke anak-anak kita. Sehingga mereka memahami semua keyakinan pada Tuhan dan kerja keras dalam berpikir dan berkarya akan sia-sia tanpa kebaikan pada orang lain. Maka berbuat baik pada orang lain akan mendatangkan kebaikan orang lain yang diberikan pada kita juga. Dari orang lain inilah kemudian kita ditolong dan dibantu untuk selamat dan sukses. (Heru Kurniawan - Pengajar Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, Founder Rumah Kreatif Wadas Kelir, Penulis Buku Parenting, Bacaan, dan Aktivitas Anak. Foto: Fuji Rachman)