rasanya kita sering mendengar curahan hati orangtua yang anaknya diasuh sang nenek terkait perbedaan pola pengasuhan. Seperti, ”Duh, gimanaya..mama aku tuh serba ngebolehin anakku deh. Apa aja, mulai dari cemilan, nonton tivi, sampai waktu nge-game..”
Atau, ”Pa, gimana ya..kita sebenernya beruntung ibu mau di rumah nemenin anak-anak selagi kita kerja. Tapi itu lho, PR anak-anak kok ya ibuk yang ngerjain. Kata ibu, kasihan anak-anak kan capek tiap hari sekolah sampe sore..”
Ya, pemandangan ibu bekerja di luar rumah belakangan semakin lazim. Data Biro Pusat Statistik (BPS) Februari 2018 menyatakan ada kenaikan angkatan kerja perempuan di sektor publik secara bertahap (gradual).
Bagi keluarga dengan ayah dan ibu yang sama-sama bekerja, dan telah memiliki anak, tentu menjadi tantangan tersendiri. Apalagi jika ananda masih berusia dini (0-6 tahun). Bagaimana dan oleh siapa ananda akan diasuh selama orang tua tidak berada di rumah?
Meski ada pilihan Taman Penitipan Anak (TPA), maupun jasa asisten rumah tangga (ART), namun banyak orangtua yang ke kemudian memilih menitipkannya pada kakek dan nenek sebagai pengganti orangtua.
Bisa jadi karena pada umumnya, TPA mensyaratkan anak yang dititipkan adalah yang berusia di atas 1 tahun. Ditambah lagi, dana ”menitipkan anak” yang relatif tinggi juga menjadi pertimbangan lain. Meski wajar jika dana yang dimintakan cukup tinggi, karena selama ananda di TPA bukan kebutuhan makan dan minum saja yang dipenuhi, namun juga layanan pendidikannya. Sementara mendapatkan jasa ART yang bisa dipercaya dan diandalkan juga tidak mudah.
Kelebihan ananda diasuh oleh nenek sementara orangtua bekerja adalah hubungan kekeluargaan yang ada. Hal ini membuat orangtua menaruh kepercayaan tinggi, sehingga merasa lebih nyaman bekerja.
Namun demikian, nenek yang cenderung lebih permisif atau menyerbabolehkan dalam pengasuhan, menjadi tantangan tersendiri. Studi yang dilakukan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB), pada 2016 menyatakan, meski tujuan pengasuhan sama dengan orang tua, yakni menginginkan ananda tumbuh menjadi anak yang mandiri, disiplin, kreatif, dan berkarakter baik, namun ada kecenderungan nenek lebih permisif (serba boleh).
Bagaimana menyiasatinya? Sementara orang tua juga ada keinginan untuk menjaga agar nenek tidak tersinggung ketika orang tua menyampaikan keberatannya.
Leader lab, sebuah komunitas parenting, menyarankan kiat-kiat berikut:
Pertama, tumbuhkan kepercayaan
Terus menerus tumbuhkan kepercayaan bahwa kakek dan nenekpun menginginkan yang terbaik untuk ananda. Meski perbedaan generasi membuahkan perbedaan cara dalam pengasuhan, tetapi, tujuannya adalah sama, ananda mendapatkan yang terbaik.
Kedua, ngobrol
Berbicara dari hati ke hati, dan membangun kesepakatan apa yang boleh dan tidak boleh, disertai alasan yang masuk akal atau logis.
Pilih waktu dan cara yang tepat untuk melakukan hal ini. Misal, ketika hari libur, di pagi atau sore hari sambil minum teh. Pastikan semua dalam kondisi in the good mood atau suasana hati yang nyaman untuk ngobrol, dan tanpa anak-anak.
Ketiga, mengajak kakek atau nenek
Ketika memeriksakan ananda ke dokter, ke sekolah atau acara parenting. Terakhir ini penting, karena kakek atau nenekpun kadang menginginkan diberitahu mengenai pengasuhan yang tepat untuk anak zaman now oleh ahlinya.
Yuk, saling percaya dengan saling sepakat mengenai pengasuhan dengan orangtua kita. Tentunya dengan cita-cita agar anak-anak terus tumbuh jadi anak yang mandiri, disiplin, kreatif, dan berkarakter baik. (Sri Lestari Yuniarti - Subdit Pendidikan Orang Tua, Kemdikbud)