Suatu hari bersama anak-anak, kami sedang makan telur puyuh. Salah seorang anak, Zaka yang berusia empat tahun, mengambil salah satu telur puyuh. Saya pun bertanya, ”Apakah sudah bisa mengupas telurnya?”
Zaka diam sejenak seperti sedang mengingat sesuatu sambil menatap saya. Bibir mungilnya kemudian berceloteh, ”Bisa, kan sudah pernah diajari Bunda Dian di PAUD!”
Zaka kemudian bekerja keras mengupas telur puyuh itu. Sangat kesusahan, tetapi akhirnya bisa, sekalipun telur puyuh menjadi menjadi remuk. Dia kemudian tersenyum pada saya seraya berkata penuh bahagia, ”Zaka, bisa, kan?”
Saya seperti terhenyak. Ini sangat menakjubkan. Zaka mengajarkan pada saya tentang banyak ilmu dari satu kejadian sederhana mengupas telur. Ilmu pengetahuan tentang daya ingat yang luar biasa, tentang kerja keras dan kesungguhan, tentang pengalaman yang menakjubkan dan tentang cara menyikapi kemenangan yang membuat saya senang.
Inilah yang saya sebut anak-anak sebagai ilmu pengetahuan hidup yang bergerak. Ilmu pengetahuan yang tidak disampaikan dengan kata-kata dan tidak bisa dibaca hanya dengan mata. Tapi dapat dipahami dengan mengamati penuh keterbukaan kesadaran dan pengetahuan. Sehingga melalui sikap anak-anak kita akan mendapatkan banyak ilmu pengetahuan yang sangat penting.
Lihat saja anak yang menangis. Jika kita sikapi dengan kemarahan, maka anak seakan sosok yang selalu mengusik ketenangan, merepotkan dan menyusahkan. Selalu tidak bisa ditebak maksud dan keinginannya. Jika sudah berpikir demikian, kita pun menjadi emosi tak terperi. Ingin lari dari tanggung jawab sebagai orang tua.
Jika itu terjadi, maka peran kita sebagai ilmuwan tidak akan bisa dijalankan dengan baik. Anak-anak bukan sekadar anak-anak yang kita lahirkan. Lebih dari itu, anak-anak adalah ilmu pengetahuan bergerak yang harus dipelajari dan dipahami.
Peran kita pun tidak hanya sebagai orang tua, juga sebagai ilmuwan yang harus selalu bisa mengungkap ilmu pengetahuan dari anak-anak. Ilmu pengetahuan yang akan membuat kita banyak tahu tentang anak, membuat kita semakin cerdas dan pintar.
Dari sinilah, peran kita sebagai orang tua akan meningkat menjadi ilmuwan yang memiliki banyak ilmu. Dengan penguasaan ilmu pengetahuan, kita dapat mempelajari anak dan menyikapi setiap geraknya dengan baik. Serta dapat menafsir gerak anak sebagai ilmu pengetahuan tak bernilai.
Untuk mewujudkan ini, kita tidak hanya dituntut bisa menjadi orang tua yang baik bagi anak. Tetapi juga cerdas menyikap setiap hal yang terjadi pada anak, sehingga mereka benar-benar sebagai sosok ilmu pengetahuan yang dapat dimengerti dan dipahami. Segala persoalan yang dihadapi pun bisa dibantu penyelesaiannnya.
Tiga Kesiapan
Untuk itu, dalam menyiapkan diri sebagai orang tua yang mampu mengungkapkan rahasia ilmu pengetuhan bergerak yang ada dalam diri anak-anak, setidaknya kita harus memiliki tiga kesiapan utama.
Pertama, kesiapan kasih sayang. Anak-anak kita lahirkan karena kasih sayang. Maka anak-anak pun tumbuh dalam kebutuhan kasih sayang yang optimal. Di sini, orang tua dituntut bisa menjadi individu yang selalu memberikan kasih sayang. Dengan kasih sayang ini, maka setiap hal yang dilakukan anak adalah kebaikan. Kebaikan yang harus disikapi secara baik pula sehingga antara anak-anak dan orang tua tercipta hubungan harmonis dalam kebaikan dan kasih sayang.
Kesiapan kasih sayang ini membuat orang tua selalu menerima sikap apapun yang dilakukan anak. Dalam kebaikan dan ketidakbaikan anak, orang tua selalu mengedepankan kasih sayang. Inilah yang akan membuat orang tua memiliki kesadaran untuk menerima apa yang dilakukan anak. Sikap menerima ini akan membuat orang tua memahami banyak kejadian yang dilakukan anak sebagi informasi dan ilmu pengetahuan yang berguna untuk dipelajari.
Kedua, kesiapan referensi. Saat komunikasi kebaikan dan kasih sayang terbangun. Sesungguhnya anak-anak kita tak sekadar individu yang baik. Tapi juga individu yang cerdas menyampaikan banyak ilmu pengetahuan. Agar ilmu pengetahuan yang disampaikan anak bisa dipahami, maka orang tua dituntut memiliki banyak pengetahuan. Di sinilah dibutuhkan referensi bacaan tentang dunia anak-anak yang baik.
Referensi ini didapat dari kesadaran orang tua untuk membaca buku, terutama buku-buku tentang perkembangan anak, parenting, pendidikan dalam keluarga dan sebagainya. Buku-buku yang akan memperkaya pengetahuan orang tua terhadap anak. Buku-buku yang akan menyempurnakan kesiapan kasih sayang orang tua dengan pengetahuan yang memahamkan orang tua. Pemahaman ini yang ak an membuat orang tua dapat menafsir-interpretasikan segala ilmu pengetahuan yang ada dalam setiap sikap dan gerak anak-anak.
Penguasaan referensi inilah yang membuat orang tua menjadi cerdas dan pintar. Sehingga bisa menangkap dan mehamai gerak ilmu pengetahuan yang dilakukan anak. Anak-anak bisa dipahami dalam konteks ilmu pengetahuan yang menarik dan penting untuk kehidupannya. Inilah yang menjadi modal dasar orang tua untuk kemudian dapat menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi anak-anaknya.
Ketiga, kesiapan menyelesaiakan persoalan. Dengan kesiapan referensi, orang tua akan mendapat banyak ilmu pengetahuan terhadap gerak dan sikap anak-anaknya. Ilmu pengetahuan itu akan digunakan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi anak-anaknya. Karena dalam kehidupannya, anak-anak akan selalu mengahadapi banyak persoalan. Saat menghadapi persoalan itu anak-anak membutuhkan orang tua yang memiliki ilmu pengetahuan tentang dirinya.
Di sinilah kesiapan orang tua dari aspek kasih sayang dan referensi dibutuhkan anak. Sabab hanya orang tua yang penuh kasih sayang, cerdas dan berpengetahuan luas yang bisa memecahkan persoalan yang dihadapi anaknya. Sebab hakikatnya anak adalah ilmu pengetahuan yang hidup dan bergerak yang selalu membutuhkan temuan-temuan baru untuk memperkaya temuan ilmu pengetuan sebelumnya.
Dari sinilah terjadi lingkaran kenyataan yang harus dipahami orang tua bahwa anak-anak adalah sumber ilmu pengetahuan yang hidup dan bergerak, yang bisa dipahami dan diselesaikan segala persoalannya menggunakan kesiapan kasih sayang dan referensi ilmu pengetahuan.
Untuk itu, orang tua yang ideal untuk anak-anak yang merupakan sumber ilmu pengetahuan yang bergerak, adalah orang tua yang memiliki kasih sayang, paham terhadap ilmu dunia anak, serta terlibat langsung dalam penyelesaian berbagai persoalan yang dihadapi anak-anak. Dari sinilah, orang tua dan anak selalu terlibat dalam aktivitas ilmu pengetahuan yang akan menjadi contoh dan temuan penting.
Dengan terminologi ini, kita sebagai orang tua sedang membangun keluarga yang berumah ilmu pengetahuan karena di dalamnya diisi orang tua dan anak-anak yang selalu belajar. Belajar melalui membaca referensi dunia anak-anak, belajar melalui ilmu pengetahuan yang ada dalam setiap gerak anak, serta belajar dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi anak.
Melalui keluarga yang berumah ilmu pengetahuan, maka kita sedang menyiapkan kesuksesan keluarga. Sebab ilmu pengetahuan menjadi salah satu kunci sukses dalam kehidupan yang serba disruption. (Heru Kurniawan - Pengajar di Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, Founder Rumah Kreatif Wadas Kelir)