Mengabdi sebagai guru adalah cita-cita saya sejak duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar. Selepas lulus bangku sekolah menengah atas pun saya mengambil jurusan pendidikan matematika di salah satu universitas swasta. Usai menempuh pendidikan strata satu, saya pun mendaftarkan diri menjadi guru di salah satu sekolah menengah pertama. Namun kurang lebih hanya satu setengah tahun mengabdi, saya memutuskan untuk mengundurkan diri setelah menikah dan memiliki seorang anak. Tak mudah bagi saya untuk akhirnya memilih mundur. Mungkin banyak perempuan yang mengalami dilemma antara berkarier atau menjadi ibu rumah tangga. Dua pilihan yang menurut saya sama-sama penting. Karier yang menjadi cita-cita dan anak yang merupakan amanah untuk diri saya dan suami. Terasa berat ketika harus mengorbankan salah satu diantara keduanya. Jika kita menelisik lagi kepada kodrat wanita sebagai ibu, maka memprioritaskan anak jauh lebih baik daripada memperjuangkan karier. Namun untuk memutuskan antara kedua hal tersebut perlu diskusi yang matang antara suami dan istri. Mempertimbangkan dari segala aspek positif bagi keluarga tentunya. Lantas bagaimana caranya? Tips berikut bisa Bunda coba:
Pertama, selalu berdiskusi dengan suami Dalam membina keluarga tentu selalu melibatkan suami dengan istri dan sebaliknya. Jika dihadapkan dalam suatu dilema salah satunya pilihan antara anak atau karier, maka berdiskusilah dengan suami secara terbuka dan sehat. Sehat dalam arti tidak menimbulkan perdebatan satu sama lain. Ambil pilihan yang memiliki banyak manfaat positif terutama bagi ibu dan anak. Dengan harapan antara karier dengan kewajiban mengurus anak dapat seimbang. Jangan lupa pula untuk mendiskusikan dengan siapa anak akan diasuh selama si ibu bekerja. Ada alternatif seperti tempat penitipan anak (TPA) dengan fasilitas full day jika orangtua ingin anaknya tetap terarah meskipun ditinggal bekerja. Namun tentunya biaya untuk itu harus disesuaikan dengan kemampuan orangtua. Pilihan lainnya misalkan dengan mencari pengasuh (tetangga atau saudara dekat) yang sudah kita percaya dan berpengalaman mengasuh anak. Biaya yang dikeluarkan untuk menyewa pengasuh tentu bisa lebih ringan dibandingkan dengan TPA.
Kedua, pilih pekerjaan yang tidak menyita waktu Jika memilih untuk tetap berkarier, maka seorang ibu bisa mencari tempat kerja yang tidak menyita banyak waktu dalam sehari. Misalnya bekerja pada perusahaan yang memberlakukan jam kerja 8 jam sehari serta libur di setiap tanggal merah. Atau bisa juga mencari tempat kerja yang menyisakan hari Sabtu dan Minggu untuk libur. Dengan begitu seorang ibu tetap dapat menjalankan tugasnya mencurahkan kasih sayang serta perhatian pada anak. Sehingga anak tetap merasakan kasih sayang yang utuh meskipun ibunya seorang pekerja. Jika memilih tidak bekerja namun tetap ingin berpenghasilan, Bunda dapat memilih pekerjaan yang terkesan lebih santai dan tak menyita banyak waktu. Misalnya berbisnis online shop, membuka bimbingan belajar yang bisa disesuaikan jam mengajarnya, atau berjualan di rumah seperti warung kelontong. Anda memiliki penghasilan sendiri tetapi tetap fokus dalam mengurus anak.
Ketiga, tetap berpikiran positif jika memilih tidak bekerja Memilih meninggalkan karier bukan berarti pendidikan yang sudah Bunda raih itu sia-sia. Berusahalah untuk tetap berpikiran positif selama bekerja menjadi ibu rumah tangga. Bunda bisa menghabiskan waktu bersama anak dan keluarga dengan menjalani hobi bersama-sama. Bisa melibatkan anak dalam setiap aktivitas di rumah agar waktu yang bunda miliki terasa lebih menyenangkan dan tidak timbul kebosanan. Bunda juga bisa menikmati setiap tumbuh kembang yang menakjubkan pada diri buah hati. Pada dasarnya pilihan menjadi ibu rumah tangga juga merupakan suatu pilihan berkarier yang mulia. Namun tak berarti ibu yang berkarier tidak bisa menikmati perkembangan anak. Dapat mengatur waktu dengan baik jika menjadi ibu pekerja tentu tak jadi masalah untuk tumbuh kembang anak. Memilih fokus di rumah untuk mengatur dan mengurus keluarga tak menjadi masalah pula meskipun si ibu berpendidikan tinggi. Memilih antara karier dan keluarga sejatinya hal yang mudah selama antara suami dan istri bisa mendiskusikannya dengan matang. (Agustina Wulandari, Foto – Fuji Rahman).
Sumber: https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=249900406