(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Antara Mengekang dan Membiarkan

Admin disdikpora | 16 Oktober 2018 | 642 kali

Nak, dari mana? Main dengan siapa?”

”Kok masih main sama dia. Kan mama sudah bilang, jangan main sama dia!”

Apakah anda termasuk orangtua yang sering mengatakan hal itu kepada anak? Jika ya, Anda merupakan jenis orangtua dengan pola asuh helicopter parenting.

Ada berbagai macam jenis pola asuh yang diterapkan orangtua kepada anak-anaknya. Dua di antaranya adalah helicopter parenting dan free range parenting.

Pada helicopter parenting, orangtua yang terlalu fokus dengan anak-anak mereka. Penganut pola asuh ini biasanya terlalu bertanggung jawab atas pengalaman anak-anak mereka sehingga selalu takut melepas anak main sendiri. Mulai dari tempat mainnya, teman-temannya, bahkan guru-gurunya di sekolah. Bisa dikatakan cenderung terlalu protektif dan membuat anak menjadi tidak nyaman.

Kebalikannya, free range parenting adalah pola asuh yang mendorong anak untuk lebih mandiri. Orangtua dengan jenis pola asuh ini biasanya membiarkan anak untuk mengeksplorasi diri mereka sebaik mungkin, meski dengan konsekuensi terluka saat bermain, ribut dengan teman sebaya, hingga merasakan kegagalan dalam hidup.

Kedua pola asuh tersebut pasti mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Untuk itu, alangkah baiknya bila kita bisa menyeimbangkan kedua pola asuh tersebut dengan baik.

Berikut merupakan tips untuk menyeimbangkan pola asuh:

Pertama, saat anak menemukan masalah, biarkan ia mencoba menyelesaikannya terlebih dahulu. Kita bisa membantunya tapi jangan terlalu sering. Beri satu dua saran yang kiranya baik untuknya dan selalu usahakan agar tidak terlibat langsung dalam masalahnya.

Kedua, saat anak bermain di luar, awasilah dari tempat yang tidak terlalu jauh darinya. Cukup perhatikan bagaimana ia berinteraksi dengan teman-temannya tanpa masuk ke dalam kegiatan bermain mereka.

Ketiga, saat anak menemui kegagalan, pahamilah bahwa dari kegagalan tersebut, anak dapat belajar. Contohnya saat anak gagal dalam sebuah perlombaan, biarkan mereka belajar menilai sendiri, apa yang membuat mereka gagal dalam kesempatan ini. Dari sinilah mereka akan belajar mengenai tanggung jawab, ketahanan, dan kemandirian.

Keempat, berikan batasan yang masuk akal dalam aktivitasnya. Misalnya, saat anak akan bermain buat kesepakatan kecil seperti kapan anak harus pulang agar Anda tidak khawatir. Atau bisa juga dengan membiasakan anak pamit dan izin saat akan bermain agar tidak menimbulkan rasa khawatir.

Menjaga dan membimbing anak adalah tanggung jawab setiap orangtua, dan setiap orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Jangan sampai keinginan Anda untuk membahagiakan mereka justru menjadi penghalang perkembangan sosial emosi mereka. Yuk! Jadi orang tua yang cerdas mendampingi anak. (Putri Puji Ayu Letari – Mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah IAIN Purwokerto, Relawan Pustaka Rumah Kreatif Wadas Kelir).