(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Bahasa Kasih untuk Anak

Admin disdikpora | 07 Februari 2019 | 985 kali

Orangtua mana yang tidak ingin anak-anaknya menuruti nasehatnya, mengikuti aturan yang ditegakkan di rumah, dan memenuhi keinginan orangtua.

Richad D.S. Afandi, Amd.Kep, S.Psi., seorang dokter spesialisasi hypnosis dan hypnotherapy  di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi, Bogor, mengatakan, agar anak patuh dan taat, yang pertama harus dipahami orangtua adalah bahwa salah satu kebutuhan dasar manusia, siapapun, termasuk anak-anak kecil, adalah keinginan dicintai. Sebuah studi yang dilakukan psikolog dari German Universities of Jena and Kassel menemukan, ketika seseorang merasa dicintai, salah satu efeknya bisa menurunkan kecenderungan stres dan cemas.

Dikatakan Richard, anak sangat peka terhadap kata-kata yang diucapkan orang dewasa selama kata-kata itu disampaikan dengan bahasa yang membuat anak merasa dicintai. Pendek kata, sentuhlah anak dengan cinta kasih agar mereka patuh dan taat pada orangtua.

Richard mengutip hasil peneltian Gary Chapman,Ph.D, yang ditungkan dalam buku The Five Love Languages: How to Express Heartfelt Commitment to Your Mate. Melalui riset yang dilakukan bertahun-tahun, Chapman menemukan, ada bahasa yang disebutnya sebagai bahasa kasih yang bisa diterapkan pada anak.

Chapman yang juga pendeta senior di Gereja Calvary Baptist di Winston-Salem, North Carolina, Amerika Serikat, itu, menuturkan, ada lima bahasa kasih, yakni:

Kata-kata dukungan 

Seseorang, termasuk anak-anak, merasa bahwa dirinya sungguh dikasihi atau mendapat cinta kasih ketika ia menerima kata-kata positif berupa kata sayang dan cinta yang memberikannya dukungan atau peneguhan. Misalnya, ketika anak anda pulang larut malam, cobalah menatap matanya lalu bilang: ”Mama sayang kamu, mama khawatir dari tadi nunggu kamu dan ternyata kamu pulang malam, mulai besok kamu pulang tepat waktu ya, Nak,” lalu peluklah si anak.

Hasilnya, anak langsung menangis dan minta maaf dan tak jarang menjadi lebih respek pada orangtuanya. Sebaliknya, kata-kata cacian dan membandingkan dengan anak yang lain akan membuat anak tidak respek pada orangtua dan melawannya.

Momen yang berkesan

Anak akan merasa dikasihi jika orangtua menyediakan waktu yang berkualitas baginya. Ketika orang tua menyediakan waktu untuk anak-anaknya maka akan terciptalah momen-momen yang berkesan. Momen yang berkesan itu sangat baik dalam memberikan nasihat.

Menerima hadiah

Anak akan merasa dikasihi ketika orangtua memberinya hadiah. Ia merasa diperhatikan dan istimewa. Namun, pemberian hadiah itu harus disertai adanya kebersamaan dengan orangtua. Misalnya ketika memberikan hadiah ponsel, orangtua memberikan aturan pemakaian, membantu anak mengunduh fitur-fitur menarik, dan sebagainya. Anak akan merasa punya teman dan sahabat yang punya hobi bersama.

Pelayanan

Anak akan merasakan dikasihi ketika ia mendapatkan bantuan, pelayanan atau pertolongan dari orangtua. Memberi selimut ketika anak sedang terlelap, menyipkan pakaian  seragam atau membantu mengancingkan pakaian adalah contoh-contohnya. Kebaikan hati berdampak lebih kuat dibanding kata-kata. Jadi jika kita ingin anak kita berbuat baik, contohkanlah.

Sentuhan fisik 

Anak akan merasa mendapatkan cinta kasih ketika menerima sentuhan secara fisik sebagai sebuah ekspresi cinta kasih yang kuat. Sentuhan fisik itu bisa berupa pelukan, ciuman, tepukan di pundak, mengelus atau membelai. 

Menurut peneliti di North Caroline University Amerika Serikat, pelukan secara dramatis dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan hormon oksitosin, sebuah hormon yang membuat seseorang nyaman, rileks sekaligus menimbulkan ikatan emosional. Hormon ini kerap disebut psikolog dengan istilah ’hormon cinta’.

Bila orangtua menerapkan lima bahasa kasih itu, anak-anak akan merasa dicintai dan dalam keadaan penuh cinta orang akan mudah diberikan pengajaran, dan nasihat. Selain itu, memungkinkan untuk membuat anak dan orangtua mempunyai ikatan emosional yang kuat sehingga meningkatkan kepedulian dan respek dalam menerima arahan.  

Jangan sampai anak beralih ke media sosial atau dunia maya karena di sana mereka menemukan Like dan Love. (Yanuar Jatnika. Foto: Fuji Rachman)