(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Begini, Cara Menanggapi Anak yang Suka Berkhayal

Admin disdikpora | 05 Maret 2019 | 2877 kali

”Ibu seandainya rumah kita bertingkat banyak, itu artinya kita kaya. Asyik ya, Bu,” kata Nanda sambil memandang gedung bertingkat saat pergi ke Jakarta.

Saat lain Nanda ingin mempunyai rumah besar yang ada kolam renangnya. ”Biar aku berenang terus dan bisa main dengan Fawwaz, Deva, Afgan, Fara,” Nanda menyebut teman dan saudara-saudaranya.

Dialog di atas menunjukkan bahwa anak berada dalam proses berpikir menyelesaikan pemecahan suatu masalah. Ia sedang belajar mendapatkan informasi melalui apa yang dilihat, mengobservasi, menanyakan sesuatu, memprediksi dengan berandai-andai, dan mencoba mencari solusi yang ada dalam pikiran anak.

Ayah-Bunda tidak perlu menanggapi dengan panik apalagi dengan nada mengomel menghadapi khayalan anak. Imajinasi demikian sah-sah saja walau terlihat di luar kemampuan orangtua  karena sesungguhnya mereka belum mengerti. Baginya adalah senang dan tidak senang, enak dan tidak enak.

Daya khayal atau imajinasi pada usia dini akan berperan dalam kemampuan anak dalam perkembangan intelektual, terutama kemampuannya dalam bidang abstrak. Ada beberapa catatan yang dapat Ayah-Bunda diperhatikan agar khayalan atau imajinasinya tidak menimbulkan hal yang negatif. Seperti berakibat terus menerus merengek agar terwujud keinginannya, hendaknya:

Pertama, arahkan pembicaraan menjadi sebuah cerita atau dongeng yang membangkitkan pengertian anak tentang keadaan Ayah-Bunda yang belum mampu mewujudkan apa keinginan anak walau dalam bentuk khayalan.

Misal, ”Sekarang ayah harus cari uang dulu.” Atau bisa juga, ”Makanyayuk sekarang Nanda mulai menabung.”

 

Kedua, sesungguhnya imajinasi anak dalam taraf demikian sudah mengarah pada kemampuan kreativitasnya dalam berpikir. Ide dan kemampuan berkhayalnya merupakan indikasi bahwa kemampuan abstrak anak mulai berkembang. Hal ini yang akan menentukan kemampuannya di masa mendatang dalam berinovasi dan berkreatifitas.

Untuk mendukung kemampuan anak tersebut, Ayah-Bunda dapat mengembangkan khayalan anak melalui diskusi kecil. Hal ini tidak hanya dapat mendorong perkenbangan intelektual anak saja, namun juga Ayah-Bunda dapat melatih kemampuan berbahasa anak sehingga dapat semakin baik dan logika berpikirnya semakin tajam.

Dialog sederhana akan menumbuhkan pemahaman dalam cara berpikir apa yang ada dalam imajinasi dan kenyataan yang ada. Sehingga proses ini membantu anak melihat sudut pandang yang berbeda tentang situasi, bahwa jika menginginkan sesuatu harus dengan belajar dan lain sebagainya.

 

Ketiga, Ayah-Bunda dapat mengajak anak bermain menggambar, melukis maupun kegiatan mewarnai tentang khayalannya.

 

Keempat, Ayah-Bunda sebaiknya tidak memutus imajinasi yang diungkapkan anak. Hal ini akan mengecewakan anak sehingga anak menjadi tidak tertarik untuk berkhayal kembali. Biarkan anak menuntaskan imajinasinya yang menginginkan rumah yang bagus atau kolam renang atau apapun yang merupakan ekpresi kemampuannya untuk membayangkan hal masa depan. Imajinasi anak tentang masa depan bahkan dapat menjadi motivasi anak yang dapat mengarahkannya mencapai cita-citanya.

 

Kelima, menghargai pembicaraan anak. Sebagai orangtua jadilah pendengar yang baik dengan membiarkan anak menyelesaikan khayalannya. Lambat laun jika respons orangtua positif dan mampu menjawab pertanyaan kritis anak dengan jawaban kritis, anak akan semakin memahami kondisi sebenarnya.

 

Keenam, berilah aktivitas yang beragam kepada anak untuk mengurangi atau meredakan khayalannya terhadap hal-hal yang tidak atau belum bisa diwujudkan. Apa salahnya jika orangtua menanggapi positif khayalan anak? Misal dengan mengatakan, ”Amiin, semoga terwujud. Tapi adik harus rajin salat dan belajar ya.”

 

Hal positif yang dapat kita lihat dari anak yang suka berkhayal adalah:

  1. Membantu perkembangan bahasa anak melalui seringnya bertanya dan mengemukakan ide-ide khayalannya.
  2. Melatih berpikir logis
  3. Belajar dalam memecahkan masalah
  4. Membantu dalam berpikir menggunakan simbol.

 

Tugas orangtua tentunya adalah dapat mendampingi dan mengarahkan proses berpikir dan

imajinasi agar potensi kecerdasan anak berkembang baik. (Sikhah - Guru Taman Kanak-kanak Pertiwi, Bobosan, Purwokerto Utara, Banyumas)