(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Buku Ajar PAUD Berbahasa Ibu Dukung Penumbuhan Karakter

Admin disdikpora | 23 Januari 2019 | 1110 kali

Sebagai bagian dari Gerakan Literasi Nasional 2017, Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kementerian  Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan 61 buku bahan ajar berbahasa ibu. Tidak semata bahan ajar melalui bacaan, ke-61 buku itu juga merupakan bahan ajar yang mengandung permainan. Dari sejumlah buku itu, 53 buku merupakan buku dongeng.

Ke-61 buku tersebut akan diluncurkan pada Festival Kreativitas Anak Usia Dini 2017 yang akan diikuti oleh 2017 siswa dan guru PAUD di Puri Ardhya Garini Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Rabu (10/5) besok. Pada kesempatan itu, 53 buku dongeng berbahasa ibu itu juga akan dicatat Museum Rekor Indonesia (MURI).

Rencananya, acara akan dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi, Direktur Jenderal PAUD dan Dikmas, Harris Iskandar dan perwakilan MURI.

Menurut Direktur Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, Ella Yulaelawati, penerbitan buku-buku berbahasa ibu yang juga dilengkapi permainan itu bertujuan untuk memudahkan komunikasi dan interaksi anak-anak usia dini dengan guru dan orang tua serta menunjang pengembangan kemampuan berbahasa, kemampuan sosial dan koginitif serta menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa Indonesia dan bahasa daerahnya.

“Buku bahasa ibu bahan belajar sambil ber­main ini dapat mengembang­kan potensi anak usia dini dan menumbuhkan budi pekerti. Untuk itu disusun bahan belajar sambil bermain yang dapat di­gunakan pada pendidikan anak usia dini (PAUD). Bahan belajar sambil bermain ini terdiri atas lagu, buku cerita dan video tari,” ujar Ella.

Sebanyak 53 cerita berbahasa ibu yang dibukukan tersebut antara lain; bahasa Padang Solok, Sunda, Betawi, Tasik, Pekalongan, Tegal, Jogya. Cianjur, Tanggerang, Lampung, Madura, Bogor, Pandeglang, Solo, Surabaya, Bali, Sasak, Minang, Bekasi, Cirebon, Sukabumi, Garut, Subang, Indramayu, Badui, Banten, Serang, Kangean, Kediri, Banyuwangi, Banda Aceh, Aceh Selatan, Batak Karo, Batak Toba, Simalungun, Melayu, Palembang, Banjar, Dayak, Sanggau, Minahasa, Manado, Kaili, Bugis, Makassar, Mandar, Ambon, Smawa, Bajo, Tolaki, Kupang dan Dani.

Penerbitan buku tersebut, lanjut Ella, akan memberikan kesem­patan kepada anak-anak yang memiliki kecerdasan linguistik (bahasa) untuk menyampaikan cerita dengan cara unik, asyik, dan menyenangkan. Terlebih yang diceritakan cerita yang sudah sangat dekat kehidupan anak-anak.. 

Dikatakan Ella, penerbitan buku-buku itu dilatarbelakangi, bahwa anak-anak sekarang lebih gemar menonton kartun atau memainkan gadget karena bisa mempraktikkan langsung tanpa harus bersusah payah mengimajinasikannya. Misalnya dalam kartun, mereka bisa langsung mengenal tokoh-tokohnya, alur cerita, musik, dan visualisasinya yang nyaris sempurna.

Hal ini sangat kon­tras dibandingkan cerita rakyat yang ada sebelumnya yang dikemas dalam kemasan sederhana, kadang hanya berbentuk tulisan tanpa gambar tokoh dan ilustrasi tempat kejadiannya. “Hal seperti ini kurang menarik minat anak untuk mengetahui cerita rakyat yang ada. Kami menerbitan dalam kemasan yang lebih menarik untuk dibaca oleh anak,” katanya.

Saat ini, di lembaga PAUD, ujarnya, sebenarnya telah dikembangkan bahan ajar berbahasa ibu. Bahan ajar tersebut berupa buku cerita yang terdiri atas empat judul, yaitu Si Tupai, Aku Suka Buah,Kucing Emas dan Siapa Yang Paling Cantik?.

“Buku-buku cerita itu kemudian kami ter­jemahkan kedalam 55 bahasa daerah dengan kualitas cetakan dan kemasan terbaik,” katanya.

Bahan ajar berbahasa ibu ini sangat penting untuk proses belajar berikutnya bagi anak karena bahasa ibu berkait dengan dasar cara berpikir. Kepandaian yang kurang dari bahasa ibu ser­ing kali membuat proses belajar bahasa lain menjadi sulit. “Bahasa ibu memiliki peran sentral dalam pendidikan karakter dan pengenalan budaya sebagai jati diri bangsa, “tegas Ella. Yanuar Jatnika