Paham radikalisme menjadi isu penting di Indonesia. Hal ini tercermin dari berbagai kasus terorisme yang terjadi dibeberapa wilayah akhir-akhir ini. Salah satu kasus terorisme yang baru saja terjadi adalah aksi pengeboman yang melibatkan satu keluarga, termasuk anak-anak di Surabaya. Aksi terorisme tersebut merupakan bukti bahwa anak-anak sudah didoktrin semenjak usia dini.
Proses doktrinasi dilakukan melalui tontonan-tontonan yang mengandung unsur radikalisme. Bahkan dalam dunia pendidikan pun tidak jarang kita menermukan buku-buku cerita yang didalamnya disisipi doktrin-doktrin radikalisme.
Oleh karena itu, orang tua harus senantiasa memantau bahkan ikut terlibat dalam mengawasi pembelajaran anak di sekolah. Sehingga anak dapat terawasi dan terhindar dari hal-hal yang mengandung unsur-unsur radikalisme baik dalam buku belajar anak, maupun pada pengajar yang menebar paham radikalisme dalam lingkup sekolah.
Apalagi pada anak usia dini, yaitu masa pertumbuhan emas dimana sangat mudah untuk mendoktrin pemahaman anak melalui sesuatu yang ia lihat. Otak anak dapat merekam apapun yang ia lihat. Sehingga bukan tidak mungkin apabila orang tua yang tidak mampu menangkal unsur radikalisme sedini mungkin, anak akan mudah menangkap paham radikalisme melalui apa yang dilihatnya.
Untuk itu orangtua hendaknya selektif dalam memberikan tontonan pada anak. Hindari tontonan yang mengandung unsur kekerasan, antisosial, dan aksi bughot (memberontak/membangkang pada pemerintah).
Ada beberapa langkah prefentif untuk membentengi anak dari paham radikalisme sejak usia dini, antara lain:
Menanamkan sikap cinta tanah air
Sikap cinta tanah air penting untuk ditanamkan sejak usia dini mengingat pada masa ini sangat mudah mengintervensi anak. Melalui stimulasi-stimulasi seperti nyanyian-nyanyian yang mengandung unsur nasionalisme. Dengan demikian kita dapat menanamkan sikap cinta tanah air pada anak. Beberapa sekolah bahkan ada yang membuat satu sentra pembelajaran yang diberi nama ABITA (aku bangga Indonesia tanah airku).
Mengajarkan anak untuk bersikap at-tasamuh
At-tasamuh (terpuji dalam pergaulan, memiliki sikap saling menghargai dengan sesama manusia). Mengajarkan anak untuk saling menghargai perbedaan menjadi hal penting karena manusia sendiri diciptakan berbeda-beda.
Ketika anak mampu memahami orang lain yang berbeda agama, ras, suku, dan budaya ia tidak akan mudah dihasut oleh isu-isu radikalisme. Seperti belajar menghargai teman sekelasnya yang berbeda agama.
Selain itu penting pula mengajarkan anak untuk bersikap terbuka terhadap dunia luar. Anak sebaiknya diajarkan untuk dapat bersikap terbuka terhadap kritik atapun masukan dari luar.
Memberikan pemahaman tentang positif dan negatif media sosial
Media sosial saat ini seakan menjadi kebutuhan penting bagi semua orang. Semua informasi dapat ditemukan di media sosial. Pada satu sisi media sosial itu dapat mencerdaskan, akan tetapi di sisi lain juga dapat menjadi bumerang bagi anak itu sendiri pabila orang tua tidak mampu mengontrolnya. Melalui media sosial sangat mudah disebarkan link website-website yang menyebar paham radikal. Sehingga peran orangtua sangat penting dalam mengawal anak ketika anak sedang mengakses media sosial.
Menghindari isu-isu yang membenturkan Pancasila dengan agama
Paham radikal bersifat ekstrem yang berusaha merongrong nilai-nilai Pancasila. Peran serta orangtua dan guru sangat penting dalam mengontrol pribadi anak. Memberikan jawaban bijak atas pertanyaan-pertanyaan anak terkait persoalan agama maupun yang lainnya. (Choirur Rosyidah, mahasiswa PIAUD IAIN Pekalongan.)