(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Di Keluarga, Benih Korupsi Muncul

Admin disdikpora | 19 Oktober 2018 | 1065 kali

Sering kita lihat di televisi, seorang pejabat negara diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tersangkut tindak pidana korupsi. Saat mau atau sudah diperiksa KPK, dihadapan para wartawan, si pejabat malah tersenyum dan melambaikan tangan, tak sedikitpun menampakan wajah bersalah atau menyesal.

Mengapa? Apa yang terjadi? Bukankah sejak dulu lembaga pendidikan kita mengajarkan pelajaran agama  dengan harapan akan terbentuk manusia Indonesia yang memiliki landasan moral sebagai bekal menjalani kehidupan selanjutnya.

Memang, moral pada hakekatnya merupakan tanggung jawab pribadi kepada Sang Pencipta. Namun ketika terjadi pelanggaran atas nama moral yang menimbulkan kerugian bagi orang lain, kita tidak bisa sekadar mengatakan, ”Itu urusan dia kepada Tuhannya,”

Ada kata-kata bijak yang mengatakan ukuran paling tinggi tentang adab seseorang itu, ia wajib menaruh perasaan malu akan dirinya sendiri.

Memang sudah ada perombakan kurikulum yang saat sudah mengadopsi kurikulum 2013 (K-13) dengan pendidikan karakter sebagi porsi utama dalam pembelajaran. Peserta didik harus memiliki kecerdasan moral dan spiritual mumpuni untuk bisa dinyatakan berhasil. Dengan begitu diharapkan mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang punya integritas tinggi serta menjunjung nilai-nilai moral.

Namun peran ini tidak bisa sepenuhnya diambil oleh satuan pendidikan. Keluarga dan masyarakat punya porsi yang lebih besar.  Dalam keluarga dan masyarakatlah anak-anak punya waktu lebih banyak. Orangtua harus membudidayakan sikap jujur kepada anak-anak dengan memulainya dari rumah.

Sangat sering dijumpai orangtua yang menerapkan cara salah ketika melihat anak-anaknya menangis. Agar si anak berhenti dari tangis, orangtua sering berujar, “Oh iya ini memang jahat mejanya atau kursinya”sembari memukul-mukul meja atau kursi. Sang anak pun menjadi diam. Sadar atau tidak, sikap untuk menyalahkan pihak lain dan tidak mau mengoreksi diri sendiri mulai tertanam pada fase ini. Kebiasaan yang berulang-ulang ini akhirnya membekas dan dianggap sebagai hal yang lumrah ketika anak beranjak dewasa.

Masyarakat pun punya andil karena dalam tatanan kehidupan sehari-hari berbagai hal buruk sering disuguhkan, seperti menyerobot antrean atau tidak tertib lalu lintas. Perilaku buruk ini bahkan sudah mendarah daging. Ini semua harus dihilangkan.

Budaya korupsi adalah dosa yang terjadi akibat perangai buruk kita semua di berbagai aspek kehidupan. Untuk memerangi dan mengalahkan korupsi semua unsur penting bangsa ini, seperti peserta didik, keluarga, masyarakat, satuan pendidikan dan pemerintah harus terlibat dan berperan. (Deddy Kristian Aritonang, S.S., M.Hum - Guru & Dosen Swasta di Medan)