Ini pertanyaan untuk para orang tua. Apa pengertian sukses menurut Anda? Jawaban atas pertanyaan itu akan menentukan pola asuh yang Anda berikan pada anak Anda.
Pembicara dan penulis buku –buku parenting dari Stanford University, Juliet Lvthcott-Haims, mengatakan, banyak orang tua yang menganggap suskes seorang anak ditentukan dengan prestasi akademik, mengenyam pendidikan di sekolah favorit, dan meraih karir dalam pekerjaan.
Menurut penulis beberapa buku tentang pola asuh helikopter ini, bila anak sukses didefinisikan seperti itu, orang tua akan memiliki kekhawatiran yang berlebihan terutama dalam prestasi akademik yang diperoleh anak. Salah satu indikasinya, ketika anak pulang sekolah yang menjadi pertanyaan orang tua adalah pekerjaan rumah atau nilai ulangan di sekolah.
Orang tua akan sangat kecewa bila mendapati nilai anaknya jelek, lantas muncul omelan-omelan. Merekapun kemudian mengawasi secara ketat gerak-gerik anak dan dijejali berbagai larangan dan perintah. Tujuannya, supaya nilainya bagus, bisa masuk ke sekolah favorit, kuliah di universitas ternama dengan jurusan favorit, lulus dengan nilai terbaik sehingga bisa mendapat pekerjaan yang karir dan gajinya menggiurkan.
Mereka berfikir bahwa masa depan anak ada di tangannya sehingga segalanya diatur sedemikian rupa oleh orang tua tanpa melibatkan minat dan kemampuan anak. Julie mengibaratkan anak seperti bonsai yang ditaruh di pot. Setiap saat tanaman bonsai itu bisa dipotong daunnya, dibelokkan batang atau rantingnya sesuai selera pemilik.
Masalahnya, menurut Juliet, dengan pola asuh seperti itu, anak menjadi kerdil secara mental, banyak tekanan, dan rasa takut yang berlebihan, dan akhirnya takut mengaktualisasikan dirinya.
Menurut Juliet, anak-anak peru diberi kesempatan menumbukan self-efficacy, yaitu keyakinan atas kemampuannya untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dari situasi yang dihadapi.
“Self-efficacy inilah yang akan mengantarkan keberhasilan anak dalam bidang apapun. Bukan aksi orang tua untuk mengubah perilaku anak. Self-efficacy jauh lebih penting dari pada self-esteem yang terbentuk atas hasil pujian atas keberhasilan anak dalam hal akdemik, “kata penulis buku "How to Raise an Adult,” ini.
Untuk menumbuhkan self-efficacy, kaya Juliet, orang tua perlu memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan apa yang menjadi keinginannya. Dengan menumbuhkan self-efficacy memungkinkan seorang anak untuk berfikir, berencana, memutuskan, melakukan, memecahkan masalah yang dihadapinya. Mereka juga berani bermimpi dan mengalami kehidupan untuk diri mereka sendiri.
Namun, Julie juga mengakui, tidak semua anak memiliki motivasi dan vitalitas yang tinggi, sehingga dapat diberikan kebebasan seluas-luasnya tanpa bimbingan orang tua. Mengutip Baumrind dalam artikelnya yang berjudul the Current Patterns of Parental Authority, Juliet menuturkan, orang tua tetap memberikan pengawasan dengan mengkombinasikannya dengan cara yang penuh dengan kehangatan, kepedulian, demokrasi dan komunikasi antara anak-orang tua yang terbuka.
Selain itu, orang tua bisa menanyakan pendapat anak dan memberikan alasan atas hukuman yang diberikan orang tua kepada anaknya manakala mereka berbuat kesalahan.
Bukan tanpa dasar Juliet mengatakan hal itu. Melalui penelitian yang dilakukan Harvard Grant Study tentang karakter orang yang sukses dan benar-benar dibutuhkan dalam bidang pekerjaan tertentu, seseorang dikategorikan sukses manakala dia mampu melakukan suatu pekerjaan yang orang lain merasa tidak nyaman dengan pekerjaan itu. Ia juga siap memberikan manfaat bagi rekan-rekannya, dan kemauan untuk berbuat lebih dahulu atau lebih banyak demi mencapai kesuksesan bersama.
Selain itu, kesuksesan seseorang tercapai manakala bisa mencapai kebahagiaan dan kebahagiaan itu diperoleh bukan cinta pada pekerjaan namun cinta kemanusiaan: cinta pada orang tua, saudara, teman kerja dan lain sebagainya.
Juliet menegaskan, orang bisa sukses tidak tergantung pada lulusan dari perguruan tinggi ternama mana, atau nilai IPK cumlaude atau tidak. Orang akan sukses bila berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki dan memiliki kepedulian terhadap orang lain.
Ditekankan Juliet, tugas orang tua untuk menyukseskan anak bukanlah menjadikan anak seperti yang orang tua inginkan melainkan mendorong agar mereka sukses menjadi seperti yang mereka inginkan. Yanuar Jatnika/ Sumber: Tulisan Waliyadin, pemerhati pendidikan dan penerima beasiswa luar negeri Program 5000 Doktor Kementrian Agama yang ditulis di http://www.nu.or.id/