Jika kita amati, rental-rental game online, mal, bioskop, karaoke, restoran, tempat rekreasi baik dalam dan luar negeri serta tempat-tempat hiburan lainnya semakin menjamur dan diminati banyak pengunjung. Tak mengenal usia, dari muda hingga orang tua. Sebagian besar beralasan mencari kesenangan untuk refreshing.
Masalahnya, benar-benar untuk refersehing dan menghilangkan kepenatan atau hanya memuaskan rasa haus pada kesenangan saja? Apakah kesenangan yang kita lakukan sebanding untuk membayar ”kelelahan dan pengorbanan” yang telah dilakukan sebelumnya? Atau tanpa kita sadari sebenarnya kita telah terjebak pada perilaku hedonisme.
Hedonisme, yaitu pandangan hidup yang menganggap kebahagiaan didapat dengan mencari kesenangan sebanyak-banyaknya dan menghindari perasaan yang menyakitkan atau kurang menyenangkan bagi dirinya. Perlahan hal ini menjadi lazim, seiring dengan anggapan bahwa kesenangan menjadi hal yang patut didapatkan dan dipamerkan sebagai bentuk eksistensi dan aktualisasi diri. Bukan hanya kalangan dewasa, anak-anak terutama usia remaja menjadi imbas terpapar virus hedonisme.
Perilaku hedonisme menjadi salah satu yang dapat merapuhkan mental generasi muda. Anak-anak menjadi enggan berusaha, menghindari hal-hal yang berbau pengorbanan serta perjuangan sehingga mereka cepat puas dengan apa yang mereka usahakan sekadarnya. Remaja menjadi kurang bertanggung jawab, konsumtif, individualis, sikap sportif hilang dan kompetitif, egois, serta cenderung menjadi pemalas.
Tak dapat dipungkiri, fenomena ini sudah terlihat pada remaja di Indonesia saat ini. Mereka bangga dapat melakukan berbagai hal yang bisa memuaskan dahaga mereka akan kesenangan, memamerkan, dan menganggap kecil orang lain yang tidak bisa berlaku seperti mereka. Mengesampingkan usaha, perjuangan, dan pengorbanan.
Keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dan terdekat bagi remaja ternyata mengambil andil dalam pembentukan perilaku hedonisme. Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan untuk pencegahan?
Pembatasan dan pengawasan terhadap media sosial
Media sosial adalah influencer utama. Konten yang menyuguhkan gaya hidup mewah dan bersenang-senang sedikit banyak menggeser pola pikir remaja bahwa ’kesenangan’ menjadi kebutuhan primer bagi setiap orang. Kesenangan adalah hak yang harus mereka dapatkan. Sehingga banyak remaja melakukan apa saja yang bisa memberikan mereka kesenangan tanpa memikirkan baik dan buruk serta efek yang ditimbulkan setelahnya. Untuk itu pembatasan dan pengawasan penggunaan media menjadi wajib bagi orang tua.
Mempertimbangkan pemberian reward
Pemberian reward penting bagi anak sebagai bentuk apresiasi. Reward dapat meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri. Namun, pemberiannya harus mendapat perhatian khusus agar tidak menjadi bumerang bagi anak dan orangtua.
Pertimbangkan dengan matang, usahakan reward yang diberikan sebanding dengan usaha dan hasil yang diperoleh anak. Jangan memberikan karena sedang tren atau semacamnya. Hindari pemberian barang mewah yang tidak berkaitan sama sekali dengan statusnya sebagai anak dan pelajar. Hilangkan pola pikir memberikan barang mewah dan terkini menjadi suatu kebanggaan bagi orangtua.
Menjadi teladan terbaik
Orangtua harus bijak bergaul dan beraktivitas sesuai perannya sebagai suri teladan bagi anak-anaknya. Orangtua harus jeli dalam berkegiatan sehari-hari karena menjadi role model anak-anaknya.
Banyak orangtua yang justru terjebak pada kehidupan sosialita demi mendapat label ’ortu gaul’. Tanpa disadari, gaya hidup seperti ini menjadi bibit hedonisme yang ditanamkan orangtua dan suatu saat akan tumbuh pada anak-anaknya.
Tunjukkan pola hidup sederhana, bekerja keras, pantang menyerah, rasa syukur dan hal positif lainnya. Sehingga orangtua menjadi role model yang tepat bagi anak.
Hindari pemberian fasilitas full service
Memenuhi kebutuhan anak memang kewajiban orangtua. Sebagai bentuk kasih sayang, tak jarang orangtua berusaha keras memenuhi keinginan anak-anaknya.
Namun, perlu diingat anak-anak harus menyadari bahwa tidak semua yang mereka inginkan bisa mereka dapatkan. Didik mereka untuk berusaha, menabung atau mengajukan sejumlah syarat tertentu untuk mendapat sesuatu yang mereka inginkan. Mereka harus bisa menyusun skala prioritas antara keinginan dan kebutuhan.
Jadikan berbagi sebagai kegiatan rutin
Ajak anak-anak mengumpulkan sebagian yang mereka miliki, baik berupa benda maupun uang untuk diberikan pada orang yang kurang beruntung secara rutin. Berbagi dapat mengasah empati, meningkatkan rasa syukur, dan mereduksi sikap hidup bermewah-mewahan.
Tanamkan bahwa pemenuhan terhadap kesenangan tidak selalu melakukan hal-hal yang menyenangkan bagi dirinya. Tetapi, kebahagiaan bisa juga didapatkan dengan memberikan kebahagiaan pada orang lain.
Perilaku hedonisme yang lambat laun mulai melekat pada remaja Indonesia sebaiknya menjadi sebuah alarm bagi kita. Sebab maju mundurnya suatu negara ditentukan oleh generasi mudanya.
Negara Nauru telah memberi pelajaran bagi kita. Setelah dinobatkan sebagai negara terkaya di era 1980-an karena kekayaan fosfatnya, menjadikan penduduk Nauru gemar bersenang-senang dan bermalas-malasan. Hingga pada tahun 2001 Nauru mulai bergantung dan berutang pada Australia.
Tentu, kita tidak ingin hal yang sama terjadi di negara kita tercinta. Untuk itu, pastikan dari keluarga kita akan terlahir generasi muda yang tangguh yang membawa negara kita pada kejayaan dan kesejahteraan. (Sri Rahayu - Guru MI Al-Falah UM Jakarta. Foto: Fuji Rachman)