(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Hati-hati, Ucapan Orang Tua Bisa Berdampak Negatif

Admin disdikpora | 23 Mei 2017 | 1299 kali

Dalam mengasuh dan mendidik anak, kata-kata yang disampaikan orang tua sangat penting, tak dapat diremehkan. Kata-kata yang dikatakan orang tua kepada anaknya bisa mendorong mereka untuk melakukan apa yang diinginkan orang tuanya.

Tapi lebih dari itu, kata-kata orang tua memiliki dampak langsung terhadap perkembangan mental anak di masa depan dan hubungan orang tua dengan anak-anak.

Contohnya, ketika frustasi dengan perilaku anak, orang tua justru mengucapkan sesuatu yang “merusak”.

“Kata-kata bisa menyakiti dan tidak dapat ditarik lagi. Jadi, hati-hatilah,” saran seorang terapis dan penulis The Calm Parent: AM & PM, Debbie Pincus.

Dikutip dari Shine, berikut ini adalah lima kata-kata yang sering diucapkan orang tua yang bisa memberikan efek negatif pada anak.

 

“Saya tidak peduli”

Meskipun kadang-kadang orang tua terlalu sibuk atau tidak peduli, hati-hati untuk berkata, “Aku tidak peduli!”. Bila itu diucapkan orang tua, akan memotong komunikasi dengan anak dan akan akan merasa diabaikan.

Sebenarnya komunikasi orang tua - anak harus dikembangkan secara positif selama bertahun-tahun untuk membangun kepercayaan. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan anak, orang tua harus fokus, jangan campuradukkan dengan hal lain.

“Jangan biarkan satu hari berlalu tanpa kita berbagi dengan anak kita.”

 

“Bersikaplah sesuai umurmu!”

Anak Anda berusia tujuh tahun, tapi Anda merasa ia berperilaku seperti anak usia balita. Pincus mengatakan reaksi ini menunjukkan orang tua tidak memahami perilaku anak-anak dan mencoba untuk mengatasi frustasi.

Anak-anak berpikir, mereka telah melakukan hal yang sesuai dengan usia umur mereka, tetapi orang tua tidak mengerti. Hasilnya, ini akan membuat anak merasa selalu dikritik.

Sebaiknya, ketika merasa marah, orang tua mengambil jeda sejenak dan berikan umpan balik secara efektif, bukan reaksi spontan yang penuh adrenalin. Jadi, bereaksilah dengan otak, bukan dengan emosional.

 

“Ayo, minta maaf!”

Anak-anak usia prasekolah kadang mengambil mainan temannya hingga membuat temannya menangis. Anda mungkin berpikir untuk membujuk mereka meminta maaf kepada temannya.

“Tapi memaksa seorang anak untuk meminta maaf tidak mengajarkan anak keterampilan sosial,” kata Bill Corbett, seorang pendidik.

Menurutnya, anak-anak tidak secara otomatis memahami mengapa mereka harus meminta maaf, dan jika orang tua memaksa mereka barulah mereka melakukannya.

Agar anak-anak memahami makna meminta maaf, jangan ragu untuk meminta maaf kepada anak, ketika Anda sebagai orang tua melakukan kesalahan.

Orangtua menjadi model sehingga anak-anak mau mengakui kesalahan dan meminta maaf. Anda akan lihat sendiri hasilnya.

 

“Apakah kamu mengerti?”

Suatu kali Anda, sebagai orang tua, harus mengajarkan sebuah keterampilan atau bagaimana sesuatu itu bekerja. Saat anak-anak menunjukkan tanda-tanda tidak mengerti, Anda bertanya, “Apakah kamu mengerti?”

Menurut Jill Lauren, psikolog anak, pertanyaan ini merendahkan. “Jika anak-anak tahu, mereka akan melakukannya untuk menyenangkan orang tua.” Namun, yang Anda katakan akan membuat anak merasa tidak berguna. Lebih baik beristirahat dulu sebelum memulai lagi, atau cari cara pendekatan lain untuk mengajar mereka.

 

“Saya tinggal ya …”

Jika anak menolak meninggalkan toko mainan atau tempat bermain, sering orang tua memberikan semacam ultimatum, seperti “Nanti mama tinggal lho”.

Untuk anak kecil, ditinggal adalah sesuatu yang sangat menakutkan. Tapi, bagaimana jika ancaman itu ternyata bohong. Jika terus-menerus, anak akan tahu kalau Anda hanya mengancam.

Psikolog keluarga, Debora Gilboa, menyarankan untuk tidak pernah mengatakan kalau Anda akan meninggalkan anak Anda. Sebaliknya, melihat apa yang menyebabkan perilaku mereka.

Jika mereka masih  menolak, katakan kepada anak perilaku tersebut tidak dapat diterima dan orang tua harus memotivasi anak dengan konsekuensi mereka dapat melakukannya. Yanuar Jatnika

 

Sumber : http://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4098