(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Hentikan, Mom-Shaming Berbahaya!

Admin disdikpora | 03 Desember 2018 | 899 kali

Rasanya kita biasa mendengar orang mengomentari seseorang dengan kalimat yang cenderung melecehkan. Seperti:

”Ih, kok nyusuinnya gitu? Nanti anaknya keselek lho”

“Sering digendong gitu ya? Pantesan anaknya kepalanya peyang”

“Dikurung di rumah terus sih, jadi anaknya pemalu”

Saya yakin, Anda sendiri para ibu pernah mendapat komentar seperti di atas. Saya yakin, pada  saat itu Anda ingin sekali membantah atau marah terhadap mereka yang mencibir kekurangan anak kita atau pola asuh kita. Rasanya kita dihakimi atas apa yang telah kita lakukan pada anak kita sendiri.

Padahal faktanya, belum tentu mereka yang mencibir itu mengerti betul tentang anak kita. Mereka juga tak memahami apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan anak kita. Yang mereka ketahui hanya hal-hal yang tampak di luar. Yang bisa mereka lihat sejam atau dua jam saat bertemu di acara-acara tertentu. Misalkan, saat Posyandu, pengajian, atau tanpa sengaja bertemu di tempat perbelanjaan.

 

Inilah yang disebut mom-shaming, sebuah perilaku yang mempermalukan ibu-ibu lain dengan cara menampilkan diri sebagai ibu yang lebih baik, lebih hebat, dan paling sempurna. Perilaku ini sampai sekarang masih banyak kita temukan pada ibu-ibu di Indonesia. Terlebih lagi jika kita berada di lingkungan pedesaan, nuansa ini sangat terasa sekali.

Mereka yang masih memegang kuat anjuran-anjuran dari para orang tua (nenek moyang) dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya, menganggap bahwa metode selain warisan dari nenek moyangnya adalah tidak baik. Sehingga bila ada salah satu ibu yang menggunakan metode modern dalam pengasuhan anak, maka mereka dengan ringannya menghina atau menjelek-jelekkan ibu-ibu yang lain, hanya karena pola asuh yang berbeda.

Aplikasi mom.life mengungkapkan fakta bahwa sekitar 79%wanita pernah mengalami mom-shaming dari ibu lain. Korbannya tak hanya pada ibu-ibu muda yang pada umumnya baru mempunyai satu anak. Ternyata ibu-ibu yang telah mempunyai beberapa anak pun tak menutup kemungkinan menjadi korban. 

Melansir dari Romper, seorang dokter bernama Richard A. Honaker, MD, FAAFP menyatakan bahwa mom-shaming bisa menimbulkan reaksi kimia yang abnormal dalam otak. Hasilnya, kita menjadi tidak percaya diri hingga depresi.

Baca Juga : Tips Mencegah Baby Blues Syndrom

Beberapa orang mengatakan, hal ini tak usah terlalu ditanggapi. Karena dampaknya akan berimbas pada korban sepenuhnya.

Mayoritas para korban mengatakan bahwa dampak yang sering terjadi adalah memendam kebencian dan sedikit demi sedikit rasa percaya dirinya menjadi berkurang. Tanpa disadari, ketakutan mendapat cibiran dari sesama ibu-ibu membuatnya membatasi ekspresi dalam mengasuh anak-anak mereka.

Monica, seorang psikolog mengatakan bahwa tujuan pelaku melakukan mom-shaming adalah membuat ibu yang menjadi target merasa salah dan buruk. Sementara si pelaku dapat menunjukkan dirinya seolah-olah lebih baik, lebih hebat, lebih unggul, dan sempurna dari ibu-ibu lainnya.

Untuk mengurangi dampak ini, mari kita sedikit memahami hal-hal yang melatarbelakangi pelaku mom-shaming. Analisis Stephanie Barnhart, Pendiri Social Minded Media Group dan editor Mommy Nearest, New York, AS mengatakan, ”Para ibu menyerang satu sama lain karena ada sesuatu yang hancur di dalam diri mereka sendiri.”

Menurut Barnhart, faktor-faktor yang melatarbelakanginya adalah:

  1. Caper (Cari Perhatian)

Biasanya pelaku tak mendapat pengakuan dan penghargaan dalam lingkungannya. Sehingga mencari cara agar ia menjadi menonjol dan dihargai. Salah satu dengan mencibir dan menghina ibu-ibu di sekitarnya agar down dan akan menganggap dirinya paling benar.

  1. Marah

Kemungkinan kemarahan yang tak terlampiaskan pada keluarga atau anak, akhirnya dilampiaskan pada ibu lain. Sehingga, pada saat ia melakukan mom-shaming pada ibu lain, ia juga mengikutkan nafsu kemarahannya.

  1. Cemburu

Faktanya, setiap ibu mempunyai ciri khas berbeda-beda. Bisa jadi, pelaku merasa cemburu pada ibu-ibu lain yang mempunyai kelebihan. Misalkan, seorang ibu masih bisa merawat dirinya dengan baik meski sudah mempunyai anak. Sedangkan dirinya, merasa tak secantik dan tak seberuntung ibu-ibu yang lain.

  1. Repot

Tak dapat diabaikan, kelelahan dalam mengurus anak dan rumah, membuat ibu mudah tersulut emosi. Sehingga, tanpa disadari, perkataan yang keluar dari mulutnya menjadi media tersalurkannya kelelahan yang ia rasakan.

  1. Haus Pengakuan

Kita yang ditakdirkan menjadi ibu rumah tangga, pasti sepakat sebenarnya tak meminta lebih penghargaan muluk-muluk dari orang-orang terdekat. Namun, meski demikian, para ibu sebenarnya ingin diakui perjuangannya. Diakui pengorbanannya saat berusaha menyelesaikan tugasnya dalam mengurus rumah tangga. Sehingga, tak menutup kemungkinan, pelaku mom-shaming salah satu motifnya adalah karena dirinya ingin diakui kiprahnya. Meski hanya dengan kata terima kasih.

Seringkali tanpa disadari lisan ini telah menyakiti hati orang-orang yang di dekat kita. Mungkin maksud kita hendak menasehati, berbagi cerita atau memberikan solusi. Namun, penggunaan kata yang tidak pas membuat orang yang kita ajak bicara memaknai perkataan kita berbeda.

Mari kita bersama membudayakan berkata hati-hati meski dengan sahabat kita. Karena melalui candaan pun, bisa membuat lawan bicara kita tersinggung. (Ayu Ellisa Anggraeni (Aysarani) -  Ibu Rumah Tangga, Penulis Jadikan Aku Surgamu dan Children of Jannah)