Penyelenggaraan pendidikan keluarga yang dikelola Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, Kemendikbud, yang salah satu programnya adalah pelibatan keluarga di satuan pendidikan memperoleh respon positif dari pihak-pihak di daerah yang peduli pada pendidikan namun juga menghadapi berbagai kendala.
Setidaknya hal itu terungkap dalam kegiatan Sosialisasi Naskah Hukum Pendidikan Keluarga di Hotel Syariah Solo pada 8-10 November 2017 kemarin.
Kegiatan tersebut dihadiri sekitar 100 peserta dari dinas pendidikan dan Tim Kelompok Kerja Pendidikan Keluarga (Pokja Dikkel) di beberapa kabupaten/kota di 34 propinsi. Pokja Dikkel merupakan perpanjangan tangan Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga di daerah. Pokja Dikkel terdiri dari unsur-unsur lintas sektoral, seperti dinas pendidikan, dewan pendidikan, organisasi masyarakat, dan pihak-pihak terkait pendidikan.
Dodi Sulaeman, Ketua Pokja Dikkel Kabupaten Gorontalo menjelaskan, menyusul sosialisasi dan bimbingan teknis penyelenggaraan pendidikan keluarga di satuan pendidikan, pihaknya telah menggelar kelas inspirasi di beberapa sekolah di semua kecamatan yang didukung bupati Gorontalo.
“Bupati bahkan sudah berperan di kelas inspirasi sebagai guru, juga pihak kepolisian, yakni kapolsek jadi pembina upacara. Hasilnya, kasus anak sekolah yang mengisap lem untuk mabuk sudah berkurang drastis, “katanya.
Namun, salah satu masalah yang berpotensi mengganggu pelaksanaan pelibatan keluarga di satuan pendidikan adalah terkait kebijakan Saber Pungli (Sapu Bersih Pungutan Liar). Ketakutan itu muncul karena dalam pelibatan keluarga di satuan pendidikan, diperlukan pendanaan di luar anggaran sekolah sehingga membutuhkan bantuan dari orang tua siswa.
“Kita agak bingung bahkan cenderung ketakutan, apa yang boleh dan apa yang tidak. Bila ini tidak ada penjelasan, kami khawatir pelaksanaan pendidikan keluarga terganggu, “katanya.
Merespons hal itu, Simul, Kepala Bagian Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum dan Organiasi Kemendikbud, menjelaskan, bahwa sudah ada kesepakatan antara Kemendikbud dengan Tim Saber Pungli mengenai hal-hal yang tidak termasuk pungutan liar di satuan pendidikan. “Ada 19 jenis pendanaan di satuan pendidikan yang tidak dikategorikan pungutan liar, “katanya.
Yang paling penting dan harus menjadi perhatian dalam pendanaan pendidikan keluarga di satuan pendidikan, kata Simul, adalah bahwa pelaksanaannya harus sesuai perencanaan awal serta harus disepakati bersama antara pihak satuan pendidikan, komite sekolah dan orang tua yang diwakili paguyuban kelas.
“Kalau sudah disepakati semua pihak di satuan pendidikan itu, maka itu bukan termasuk pungutan liar, “tegasnya.
Namun, Simul mengakui kurangnya sosialisasi mengenai hal-hal tersebut, terutama terkait Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 mengenai Komite Sekolah sehingga menimbulkan keraguan di masyarakat. “Agar pelaksanaan pendidikan keluarga di satuan pendidikan berjalan lancar, perlu terus menerus disosialisasikan mengenai aturan pendanaan tersebut, “katanya.
Sebelumnya, diberitakan, bahwa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merupakan salah satu instansi pemerintah yang paling banyak diadukan masyarakat karena ada dugaan pungutan liar.
Namun, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, menyatakan tidak semua aduan masyarakat yang diterima tim Saber Pungli itu termasuk ke dalam praktik pungutan liar.
Selama ini, kata Muhadjir, banyak aduan dari masyarakat yang diduga pungli namun ternyata tidak terbukti kebenarannya.
"Memang banyak yang diduga pungli namun ternyata itu pungutan resmi yang sudah mematuhi prosedur yang tercantum dalam Peraturan Menteri Nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah," tutur Muhadjir.
Dalam Permendikbud itu disebutkan, Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Yanuar Jatnika