(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Jangan Berbohong kepada Anak, Anda Akan Menyesal Selamanya!

Admin disdikpora | 19 Desember 2018 | 4602 kali

Kita tahu, kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana dan disukai banyak orang. Sedangkan kebohongan adalah suatu hal yang pada akhirnya akan membawa bencana.

Namun tak dapat dipungkiri, kita pasti pernah berbohong dan dibohongi. Entah itu kebohongan yang besar atau kebohongan yang remeh. Tapi kita semua pasti sepakat, membohongi itu dosa. Dan dibohongi itu pasti meninggalkan luka di hati.

Dampak dibohong bisa jadi lebih parah daripada dampak membohongi. Kenapa? Karena pada saat kita berbohong, kita merasa orang yang kita bohongi tidak mengetahui kebohongan kita. Sedangkan jika kita menjadi obyek yang dibohongi tentu, kita merasa orang yang telah kita percaya ternyata tega membohongi.

 

Demikian juga ketika kita tengah berbincang dengan anak-anak kita. Tanpa disadari, mungkin lisan kita pernah membuat cerita yang tak sesuai dengan senyatanya. Karena alasan bingung, dengan tanpa pikir panjang kita mengubah kebenaran menjadi kebohongan.

Pada awalnya mungkin anak kita akan percaya. Karena pada dasarnya anak mempunyai sifat dasar patuh dan percaya dengan apapun yang dikatakan orangtua, terutama ibunya. Namun kita tak tahu dalam jangka waktu panjang atau pendek, anak kita akan mengetahui hal yang sebenarnya.

Jangan manfaatkan kepatuhan mereka dengan seenaknya memutarbalikkan fakta. Hanya dengan alasan, agar anak berhenti bertanya dan meributkan hal-hal yang menurut kita remeh.

Sejatinya, anak-anak memang mempunyai fitrah belajar dengan sifatnya memiliki rasa ingin tahu yang besar. Ia seringkali menanyakan hal-hal yang seringkali tak terpikirkan para orangtua dan kadang-kadang di luar logika. Sehingga banyak dari kita kelabakan saat anak mulai bertanya kritis.

Namun, membohonginya bukanlah sikap yang baik untuk mereka dan juga kita. Berikanlah jawaban dari pertanyaan mereka dengan jujur. Tentu dengan bahasa yang bisa dipahami anak-anak.

Riset di Massachusetts Institute of Technology menunjukkan bahwa anak-anak tidak mudah untuk dibohongi seperti yang orang dewasa pikirkan. Anak-anak bisa mengetahui kebohongan secara langsung serta bisa mengetahui siapa saja orang yang menyembunyikan informasi darinya.

Secara lahiriah, anak-anak memang lebih kecil dari kita. Tapi logika mereka bisa jadi lebih cerdas dari kita. Dampak berbohong bisa jadi fatal dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.

Pertama, berbohong mempengaruhi kepercayaan anak kepada orangtua. Mengapa begitu? Ya, kita sebagai orangtua sering sekali mengingatkan atau bahkan sampai marah jika anak ketahuan tidak jujur kepada kita. Anak akan diam dan mengakui kesalahannya. Bahkan tak jarang, orangtua akan memberikan hukuman kepada anaknya yang terbukti berbohong. Dan anak dipaksa untuk memahami dan nurut terhadap aturan ini.

Lantas bagaimana jika keadaannya terbalik? Maka kita sebagai orangtua harus siap dengan hukuman dari anak kita. Hukumannya adalah anak-anak kita nantinya tak akan percaya lagi dengan nasihat-nasihat kita. Dan bagian paling fatal adalah anak akan sering melawan terhadap perkataan kita. Sehingga jangan salahkan anak jika suatu hari anak kita tumbuh menjadi pembangkang.

Kedua, sesulit apapun pertanyaan anak kita, usahakan untuk menjawabnya dengan jujur. Ya, anak-anak pada masa golden age-nya, seringkali mengemukakan keingintahuannya yang tinggi dengan pertanyaan-pertanyaan yang sering membuat para orangtua jengah. Banyak para ibu yang dengan alasan agar anak tak bertanya lagi, maka berbohong menjadi pilihan utama.

 

Hyowon Gweon ketua dari grup peneliti bidang anak-anak dari Massuchusetts Institute of Technology mengungkapkan bahwa ketika seseorang memberikan informasi, kita tak hanya belajar mengenai informasi yang disampaikan. Tetapi mempelajari pula pribadi orang yang memberikan informasi kepada kita. Jika informasi tersebut benar, maka tentu anak bisa mempercayai orang tersebut nantinya.

Ketiga, memunculkan persepsi yang salah. Informasi yang direkayasa oleh orangtua membuat anak mempunyai persepsi yang tidak tepat dengan suatu obyek atau seseorang. Misalkan, ketika anak tidak mau makan, ibu mengatakan ”nanti kalau nggak makan, pak satpam datang ke sini lho.” Sedangkan faktanya, pak satpam tak melakukan apa-apa terhadap anak yang tak mau makan. Dengan pernyataan ibunya tersebut, membuat anak mempunyai persepsi tentang pak satpam yang tidak sesuai dengan kenyataan. Dan dikhawatirkan persepsi yang keliru ini akan diingat hingga dewasa.

Keempat, anak belajar bahwa berbohong bisa menghindarkan masalah. Pada saat-saat terdesak, para orangtua tanpa berpikir panjang memilih berbohong agar tidak menimbulkan masalah. Padahal, berbohong pada saat terdesak sebenarnya hanya solusi sementara. Jika hal ini dilakukan terus menerus, maka anak akan berpikir bahwa berbohong lebih menyenangkan daripada jujur.

Hal ini dikhawatirkan, sikap tersebut akan melekat dalam diri anak-anak kita hingga dewasa dan diaplikasikan terus menerus. Terutama saat mereka menemui permasalahan.

Mari kita membudayakan berkata jujur pada anak-anak kita. Mungkin sekarang, anak-anak kita belum mengetahui kebohongan yang kita lakukan. Namun, jika suatu hari nanti anak kita mengetahui hal ini, tentu anak kita memendam kebencian yang mendalam.

Anak sebenarnya sangat mempercayai kita. Anak-anak menganggap kita adalah teropong terhebat mereka dalam melihat segala sesuatu di sekitarnya. Jadi jangan bosan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Karena dengan bertanya, mereka sedang belajar memahami segala sesuatu yang tampak di sekitarnya. Jika kita menodai kepercayaan mereka, maka bersiap-siaplah untuk tidak menyesali semuanya saat mereka dewasa. (Ayu Ellisa Anggraeni (Aysarani) - Ibu Rumah Tangga, penulis buku Jadikan Aku Surgamu dan Children of Jannah)