Istilah ‘Mager’ kini sudah dikenal banyak orang, mulai dari orang tua hingga anak sekolah dasar. ‘Mager” merupakan istilah atau singkatan dari "Males Gerak" alias kebiasaan berlama-lama duduk atau mengambil posisi stag dan tidak banyak melakukan aktivitas fisik.
Istilah ‘Mager’ muncul karena saat ini banyak bermunculan fenomena anak-anak dan remaja yang betah berlama-lama memegang gadget dan berbagai game pad. Saking asyiknya, mereka malas melakukan kegiatan fisik seperti bersepeda, main bola, atau sekedar lompat tali bersama teman-temannya.
Bagi sebagian orang tua, mungkin enak-enak saja, sebab dengan asyik bermain gadget, anak-anak jadi betah di rumah dan gampang diawasi. “Mendingan begitu daripada main di luar rumah yang banyak resikonya, seperti cedera, pergaulan bebas, dibully, dan sebagainya’. Kira-kira demikian alasan orang tua.
Sekilas hal ini nampak baik-baik saja. Namun, jangan sepelekan efek negatif di balik kebiasaan “Mager” ini.
Ada sejumlah dampak buruk bila ‘Mager” ini jadi kebiasaan sehari-hari, apalagi berlebihan atau memakan waktu lama.
Kurang gaul
Keasyikan bermain game di gadget, apalagi dalam waktu lama dan dibiarkan, akan membuat anak-anak malas berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Akibatnya, anak akan memiliki sikap dan perilaku yang buruk serta kurang memiliki etika ataupun tata krama. Karena itu, orang tua sebaiknya membatasi anak-anak berlama-lama main gadget. Ajak mereka untuk melakukan kontak sosial dengan lingkungan, seperti mengikutkan mereka dalam les kecakapan hidup misalnya les musik, les olahraga. Pada waktu yang tepat, biarkan anak-anak bermain dengan teman-teman sebayanya.
Tulang lemah
Kurang gerak akan membuat otot-otot lemah. Efek berikutnya, tulang yang jarang dipergunakan untuk beraktivitas juga akan lemah. Hal ini sangat berbahaya, apalagi anak-anak seharusnya masih melakukan banyak gerakan fisik. Jangan sampai mereka mengalami pengeroposan tulang di usia dini.
Obesitas
‘Mager’ memicu anak-anak untuk ngemil bermacam makanan dan minuman tinggi kalori namun miskin gizi. Contohnya minuman kemasan, aneka makanan plastik, gula-gula ataupun coklat. Karena itu, tak heran bahwa tingkat obesitas pada anak dewasa ini makin meningkat.
Metabolisme menurun
Kurang gerak artinya kurang pembakaran lemak dan berbagai bahan makanan yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini membuat beban kerja alat pencernaan makin berat. Pada gilirannya, metabolisme tubuh akan terganggu. Jika metabolisme menurun, maka anak akan lebih rentan terkena penyakit.
Diabetes Melitus
Penumpukan kadar gula yang berlebih tanpa diimbangi aktivitas fisik membawa ancaman terhinggap penyakit Diabetes Melitus tipe 2. DM tipe 2 ini tak melulu menyerang anak-anak yang obesitas. Mereka yang kelihatan ramping pun bisa menghadapi ancaman yang sama.
Stress
Kurangnya aktivitas fisik membuat kadar stress meningkat. Apalagi jika anak terbiasa memainkan game yang membuat adrenalin memuncak seperti permainan tembak-tembakan, balapan, atau adu jotos. Anak-anak yang tingkat stressnya tinggi akan berpeluang memiliki animo belajar yang jauh lebih rendah ketimbang anak-anak yang tingkat stressnya rendah.
Gangguan tidur
Kebanyakan nge-game juga berpotensi menyebabkan gangguan tidur. Dengan metabolisme tubuh yang jelek, otomatis akan mempengaruhi jam istirahat anak. Mungkin saja mereka akan memiliki mimpi buruk atau mengigau.
Intinya, orang tua harus selektif dan waspada dalam mengawasi aktivitas anak. Jangan sampai anak terjangkiti pengaruh buruk seperti di atas. Hidup di era digital tak berarti anak-anak harus berinteraksi dengan benda mati. Arahkan mereka untuk mencintai alam dan memiliki hubungan sosial yang baik dengan lingkungannya. Yanuar Jatnika