Jangan Larang Anak Remaja Main Sosmed, tapi Ajak Berdiskusi
Admin disdikpora | 16 April 2018 | 1141 kali
Social media (Sosmed) atau media sosial saat ini tak bisa lepas dari kehidupan manusia, sejak anak SD sampai orang tua, terutama remaja. Aplikasi media sosial semacam facebook, Twitter, Path, Instagram, dan media sosial lainnya dipastikan selalu ada di perangkat gadget anak remaja saat ini. Dalam bahasa anak remaja, aktif di medsos merupakan prasyarat mutlak untuk bisa ‘eksis’ di antara teman sebaya.
Tak hanya sebagai sarana gaul, sosmed tak jarang menjadi tempat bagi remaja untuk menumpahkan kegalauan, kebimbangan, kekecewaan, juga kegembiraan, kebahagiaan, dan berbagai suasana hati lainnya.
Lewat sosmed, anak remaja tak hanya bergaul dengan sesama teman yang sudah dikenal, orang yang sama sekali tak dikenalpun menjadi tempat bergaul dan curhat anak remaja kita. Sistem yang dibangun media sosial memang membuat siapapun bisa berkenalan walaupun belum pernah ketemu dan berada di jarak yang saling berjauhan, misalnya antara Jakarta dan New York.
Lewat sistem seperti itulah, banyak terjadi kasus anak remaja menjadi korban penipuan, penculikan, bahkan pemerkosaan yang dilakukan kenalannya di medsos yang berkat rayuannya mengajak anak remaja untuk ‘ketemuan’ secara langsung.
Orang tua manapun tentunya tak ingin anak remajanya, terutama perempuan, menjadi korban kasus-kasus tersebut. Namun, bagaimana caranya? Apakah melarang anak remajanya memegang smartphone atau tetap memegang smartphone namun menutup semua akun media sosialnya? Masalahnya, susahnya minta ampun melakukan pelarangan itu. Jangankan dilarang aktif di media sosial, dilarang memegang hape pun sebagian besar anak remaja saat ini akan melawannya.
Lantas apa yang mesti diperbuat orang tua?
Ayah Edy, pendiri “Indonesia Strong From Home” atau Gerakan Membangun Indonesia yang Kuat dari Rumah, dalam bukunya “Menjawab Problematika Orangtua ABG & Remaja”, menyarankan para orang tua untuk melakukan hal-hal seperti ini:
- Orang Tua perlu rajin mencari informasi seputar kasus-kasus penculikan, penipuan, atau pemerkosaan terhadap anak remaja yang berawal dari perkenalan melalui media sosial. Cobalah googling di internet, pelajari modus-modus si pelaku, media sosial apa yang paling banyak dipergunakan pelaku dan anak remaja seperti apa yang umumnya gampang menjadi korban.
- Selanjutnya, berbagilah informasi dengan anak remaja kita. Ingat, lakukan sharing dan bukan briefing. Misalnya, ceritakan ada kasus anak remaja diperkosa orang yang baru dikenalnya melalui media sosial, lantas tanyakan pendapatnya pada anak remaja kita. “Kok bisa ya? Menurut kamu gimana?”.
- Biarkan si anak remaja kita mengutarakan pendapatnya, jangan langsung memotong dan mengatakan, “Tuh kan, makanya jangan main-main dengan sosmed deh” atau “Makanya, kalau maen di sosmed, jangan berteman dengan orang yang belum dikenal”.
- Selanjutnya, cobalah sedikit berbohong dengan menceritakan kasus serupa. Misalnya, “Kemarin, anak teman Mama juga hampir saja kena tipu orang yang baru dikenal lewat facebook.” Cobalah pancing si anak remaja kita kita penasaran dengan terus bertanya. Tekniknya, ceritakan sepotong-sepotong, jangan langsung diselesaikan ceritanya. Jika si anak bertanya “Terus?”, berarti ia mendengarkan dan tertarik mendengarkan cerita kita.
- Bila si anak sudah terpancing, lanjutkan dengan pertanyaan, “Menurut Kamu bagaimana?” atau “Bagaimana bila hal itu tidak terjadi pada kamu?”.
- Intinya, biarkan si anak menemukan solusinya dengan pemikiran sendiri. Bangunlah sistem pertahanan si anak dengan pertanyaan-pertanyaan. Daripada menasehati mereka panjang-panjang yang umumnya membuat bosan si anak, lebih baik ajak mereka berdiskusi dan menemukan jalan keluar bersama. Ingat, dalam soal gadget atau sosmed, percayalah, anak remaja jauh lebih mahir dan lebih pintar dari orang tuanya.