(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Kiat Mendampingi Anak Diskalkulia

Admin disdikpora | 07 September 2017 | 1009 kali

Diskalkulia adalah ketidakmampuan belajar menghitung yang dialami anak; kesulitan memahami matematika, dan konsep dasar aritmatika. Terkadang anak pandai berbicara, membaca dan menulis, tetapi lambat dalam menghitung dan memecahkan masalah angka. Untuk mengatasi anak diskalkulia biasanya dilakukan terapi dari ahli psikologi. Dan ada juga dengan cara berikut ini.

Pertama, menggunakan kertas grafik untuk anak yang mengalami kesulitan mengorganisir ide-ide di atas kertas. Imajinasi anak sangat mempengaruhi kreatifitas anak. Anak diajak membuat ide di atas kertas grafik untuk mengonsep apa yang ada di pikiran mereka.

Kedua, mengajarkan cara berbeda dalam memecahkan soal-soal angka, seperti menambahkan, mengurangi, membagi, mengalikan dan menyamakan angka. Ini hal yang paling dasar sesuai tingkat usia anak dan kemampuan anak.

Ketiga, praktik memperkirakan sebagai cara untuk mulai memecahkan masalah angka. Ada berbagai cara untuk mempraktikkan angka. Misal, si A mempunyai kelereng 10 butir, lalu ia membagikannya kepada si B, C D dan E. Berapa masing-masing anak mendapatkan kelereng tersebut?

Nah, dengan metode ini anak akan berpikir dan akan menjawab  soal yang diterima. Jika anak mengalami kesalahan, Anda tak perlu membentaknya, karena hal ini akan mempengaruhi kecepatan berpikirnya dan si anak tidak mau lagi belajar angka.

Keempat, memperkenalkan keterampilan baru dimulai dengan contoh-contoh konkret dan kemudian pindah ke hal yang lebih abstrak. Menghitung dengan jari adalah cara yang paling mudah untuk anak. Misal anak menjumpai itik 5 ekor, kemudian keesokan hari anak menjumpai lagi 3 ekor, ajaklah si anak  menggunakan jari-jarinya untuk menghitung.

Kelima, menjelaskan ide dan masalah dengan jelas dan mendorong anak untuk mengajukan pertanyaan saat menyelesaikan tugas.

Dengan metode khusus, dengan kreatifitas pembelajaran yang selalu aktif, dan dengan kesabaran penuh, diharapkan perkembangan anak akan optimal seperti anak normal lain. (Nur Hafidz, mahasiswa program studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini IAIN Purwokerto)