(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Kiat Orangtua Membangun Keharmonisan dengan Remaja

Admin disdikpora | 02 Oktober 2018 | 782 kali

Jika dulu semua harus ada mama, kini mama tak boleh tahu. Lebih senang menghabiskan waktu di luar rumah, mudah tersinggung dan marah. Sulit dinasihati atau gemar berlama-lama di depan cermin.

Itu adalah beberapa tanda bahwa anak memasuki usia remaja. Sebagian menyebutnya remaja, anak-anak usia belasan.

Masa remaja adalah masa-masa yang ’unik’. Tidak hanya mengalami perubahan secara fisik tetapi juga psikologis. Tak heran muncul istilah ababil (abege labil) karena pada masa ini kematangan emosi remaja jauh dari stabil dalam proses pencarian jati diri.

Untuk itu diperlukan peran orang dewasa dalam mendukung upaya pencarian jati diri remaja menuju dewasa. Namun, keasyikan remaja dengan ’dunianya’ tak jarang membuat chemistry antara orangtua dan anak-anak menguap.

Lantas, apa yang bisa kita lakukan sebagai orang tua untuk membangun chemistry dengan anak-anak saat memasuki usia remaja?

 

Menjadi Pendengar yang Baik

Sebagian besar remaja lebih memilih curhat dengan teman-temannya dibanding dengan orang tuanya. Hal ini karena mereka menilai temannya ’lebih asyik’ merespons cerita mereka. Padahal kebiasaan ini cukup berisiko jika mereka salah memilih teman curhat.

Untuk itu, jadilah orang tua yang asyik diajak berdiskusi. Caranya, jadilah pendengar yang baik  agar anak-anak merasa orangtuanya ada ’dipihaknya.’

Jangan terburu-buru memberikan nasihat atau solusi, karena banyak remaja hanya butuh teman sharing untuk menenangkan diri tanpa membutuhkan solusi. Jika benar-benar membutuhkan nasihat, berilah dengan cara yang luwes dan tidak berlebihan. Posisikan diri kita berada pada usianya sehingga nasihat yang diberikan tepat pada porsinya. Dengan cara ini, anak-anak akan merasa lebih nyaman dengan orangtuanya.

Pura-pura Tidak Tahu

Sebagai orangtua yang telah banyak makan asam garam kehidupan, tentulah lebih banyak ’tahu’ dan berpengalaman dibanding anak-anak kita. Namun, ’berakting untuk tidak tahu’ sesekali dirasa perlu untuk membesarkan hati anak. Misalnya saat mereka bilang, ”Ma, Pa, ternyata cokelat nggak bikin gemuk lho.” Turunkanlah ego untuk berkata, ”Itu sih penelitian sudah lama...” dan menumpahkan keluasan wawasan yang kita miliki.

Gantilah respons kita dengan berkata, ”Oh ya, tahu dari mana?” Pancinglah agar anak-anak mengemukakan pendapatnya. Cara ini bisa membuat anak remaja merasa dihargai dan diakui.

 

Mencari Tahu Tokoh-tokoh Muda Inspiratif

Luangkan waktu membaca buku atau manfaatkan gadget untuk berselancar di internet untuk mencari informasi mengenai tokoh-tokoh muda berpengaruh bersama anak-anak. Misalnya, kisah Sultan Muhammad Al Fatih yang menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin pada usia 12 tahun dan berhasil menaklukkan kekaisaran Romawi pada usia 23 tahun serta menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan bahasa. Atau kisah Rio Heryanto seorang pembalap Indonesia yang menjadi satu-satunya pembalap F1 di usia 17 tahun dari Asia Tenggara.

Dengan cara ini diharapkan remaja memiliki teladan untuk berprestrasi dan membawa perubahan di usia muda serta terisnpirasi untuk mengaktualisasikan diri dengan cara yang tepat.

 

 

Buku Diary = Buku Penghubung

Menghadapi anak dengan kepribadian tertutup bukanlah hal mudah. Perlu diingat bahwa kepribadian tertutup bukanlah kekurangan. Untuk membantu anak berkomunikasi dengan kita, berikan buku catatan atau buku yang menarik pada anak, mintalah mereka menulis apa yang dirasakannya saat itu, 2-3 kali seminggu secara rutin. Mintalah mereka menulis meski tidak ingin mengutarakan apapun.

Hargailah meskipun hanya menulis 2-3 baris. Berilah apresiasi dengan menuliskan tanggapan di bawah tulisannya berupa motivasi, dukungan dan lainnya. Tunjukkan bahwa kita berada ’di pihaknya’ namun tetap menyisipkan pesan yang tidak berlebihan.

Cara ini perlahan akan membuat anak-anak yang tertutup nyaman dan menemukan cara berdiskusi yang ia sukai. Karena kebanyakan dari mereka enggan membahas dengan membicarakan permasalahan dan lebih gemar menuliskan.

 

Kita Percaya”

Remaja cenderung sulit dinasihati karena mereka merasa bahwa semua yang dilakukannya selalu disalahkan. Ingatlah bahwa mereka melakukan kesalahan karena mereka belum tahu.

Kepercayaan sangatlah penting bagi mereka. Sampaikan bahwa kita percaya pada mereka sekaligus sampaikan harapan-harapan sebagai orangtua tentu dengan cara yang tidak berlebihan. Sampaikan di waktu-waktu tertentu seperti menjelang tidur ataupun berangkat sekolah. ”Nak, mama/papa percaya sama kamu. Mama/papa yakin kalau kamu bisa menjadi anak yang baik. . . .”

Berbekal kepercayaan yang dimiliki, anak-anak akan lebih bertanggung jawab meskipun keberadaan orangtua jauh dari mereka.

 

Beribadah Bersama

Selain menanamkan pendidikan agama sebagai pondasi utama, beribadah bersama bisa menambah keintiman antar anggota keluarga. Salat berjamaah, mengkaji kitab, pergi ke masjid atau tempat ibadah lainnya bersama.

Masa remaja adalah masa yang krusial. Jika memperoleh ’penanganan’ yang tepat maka mereka akan menjalani masa dewasa dengan matang. Tugas orangtualah menyiapkan para remaja menjadi generasi yang sehat jasmani maupun rohani mulai dari rumah.

(Sri Rahayu Guru MI Al-Falah Ujung Menteng Jakarta)