(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Mama, Kalau Sudah SMP Aku Boleh Pacaran?

Admin disdikpora | 23 Januari 2019 | 13391 kali

Judul di atas adalah pertanyaan anak pertama saya, usianya masih 4,3 tahun! Tentu saja saya sangat kaget dan bengong saat mendengarnya. Namun pandangan polosnya yang penasaran menyadarkan saya untuk berpikir cepat, mencari jawaban yang sesuai. Kira-kira apa ya?

Sejurus kemudian saya bilang saja belum boleh. Bolehnya kalau sudah SMA. Kenapa? Karena saat itu kamu sudah lebih dewasa.

Anatayo namanya, memang terdiam dengan jawaban demikian, tapi saya yakin suatu saat ia akan bertanya lagi. Beberapa waktu belakangan ia memang sering menyebut kata pacaran. Bahkan suatu kali dia bilang punya pacar, namanya Okta. Okta adalah anak laki-laki teman mainnya. Usia mereka hampir sama.

Ketika itu saya jauh lebih kaget. Karena saat si Okta ini datang langsung dipeluknya. Saya berusaha keras untuk memasang ekspresi tenang sembari mengatakan, ”Anak kecil belum boleh pacaran, tapi berteman. Jadi bukan hanya dengan Okta tapi juga anak-anak yang lain.” Saya sambung lagi, ”Nggak boleh peluk-peluk ya, berangkulan saja, bukan hanya dengan Okta tapi dengan teman yang lain juga. Kalau ramai-ramai kan seru!”

Dalam hati saya masih gelisah. Antara penasaran dari mana dia mendapat kata-kata pacaran itu serta bagaimana saya harus merespons dan memberikan penjelasan?

Dugaan saya, salah satu sumbernya adalah sinetron yang dulu sering diputar pengasuhnya. Waktu usia 3,5 tahunan, sering pula Tayo mengajak satu per satu orang di rumah untuk gandengan tangan lalu pura-pura jatuh dan saling pandang semacam adegan romantis di televisi. Saat itu Tayo memang belum menyebut kata pacaran, katanya itu cinta seperti papa dan mama. Ah saya masih lega.

Nah saat kami pindah ke desa, teman pergaulannya makin beragam usia. Nampaknya dari situlah dia sering mendengar istilah pacaran lalu ikut-ikutan mengucapkannya.

Jangan Panik!

Dari manapun sumbernya, saya tahu harus menanggapi dan menjawabnya secara tepat. Langkah pertama saya browsing di internet. Ternyata banyak artikel yang telah mengulasnya. Portal Ayah Bunda memuat judul Balita Sudah Kenal Pacaran. Ya, anak saya masih balita.

Artikel ini menyebut, para balita terutama saat anak menginjak usia 3 tahun mulai menunjukkan ketertarikan pada anak lain atau orang di sekitarnya, termasuk meniru apa yang mereka lakukan. Jadi ketika teman, media atau bahkan orang tua sendiri menyebut kata pacaran, ya otomatis anak menirukannya.

Yang menenangkan, artikel ini mengajak orangtua untuk tidak panik, apalagi sampai memarahi anak. Mereka bukannya terlalu cepat dewasa. Memang pada usia balita anak terus menyerap kata-kata dari lingkungan sekitar.

Maka cara menghadapinya adalah selidiki pemahaman anak mengenai kata tersebut, lalu beri penjelasan sederhana yang dapat dicernanya. Selanjutnya orang tua juga wajib waspada dan menyaring kata-katanya. 

Jadi, Kapan Anak Boleh Pacaran?

Tak ada patokan pasti. Ada yang 15, 16, atau 17 tahun. Tergantung kesiapan anak. Yang pasti orang tua harus menyiapkan diri sedari awal. Sebab seperti disebut dalam salah satu artikel Healthline, usia pra remaja dan masa-masa remaja adalah jenjang yang tak mudah bagi anak-anak. Hormon mereka mulai bergolak, salah satunya mempengaruhi pandangan mereka tentang hubungan dengan lawan jenis.

American Academy of Pediatrics mencatat, rata-rata anak perempuan mulai mengenal pacaran di usia 12,5 tahun sementara anak laki-laki satu tahun di atasnya. Tapi tenang, mungkin pacaran dalam pemahaman mereka tak seperti yang Anda bayangkan!

Namun kian mudahnya akses internet dan hip-nya tren media sosial membuat para orangtua harus meningkatkan kewaspadaan. Bisa jadi anak dewasa sebelum waktunya. Jangan sampai anak terbawa arus tanpa kesiapan mental.

Maka langkah pertama untuk mengetahui kesiapan anak berpacaran adalah dengan mengetahui pandangan dan definisinya mengenai kata pacaran itu sendiri.

Perhatikan reaksinya ketika Anda mengajaknya berdiskusi mengenai kata ini. Kalau mereka menjadi kesal dan defensif mendengar kata pacar dan pacaran, itu bisa merupakan tanda bahwa anak belum siap berpacaran.

Langkah selanjutnya adalah pertimbangkan tingkat kedewasaan emosionalnya, juga kesiapannya memikul suatu tanggung jawab. Jika ia berusia 16 tahun namun masih bertingkah kekanak-kanakan, sebaiknya tidak diizinkan untuk berpacaran lebih dulu.

Jika pada usia 15 tahun saja anak sudah menunjukkan tanda kedewasaan emosional dan memiliki sikap bertanggung jawab, maka bolehlah Anda memberikan lampu hijau. Tentu saja dengan bekal penjelasan mengenai rambu-rambu pacaran dan buat aturan sesuai kesepakatan bersama.

Yang harus diingat, jangan sepelekan atau remehkan perasaan anak ketika menyukai seseorang. Hal itu bisa menjadi sesuatu yang sangat nyata dan serius bagi mereka.           (Tari – Ibu rumah tangga, penulis lepas, mantan jurnalis)