(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Menanamkan Karakter Melalui Dongeng

Admin disdikpora | 05 Januari 2017 | 1536 kali

Saat ini krisis karakter menjadi masalah yang sangat mendesak untuk diperbaiki. Mengapa demikian, karena bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter.

Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo bertepatan dengan peringatan Hari Guru Nasional di Sentul Bogor, 27 November 2016 menekankan tentang pentingnya para guru menanamkan karakter positif kepada peserta didik.

Jokowi mengatakan bahwa kita perlu mengajarkan matematika dan lain-lain kepada siswa, tapi lebih penting menanamkan kejujuran. Pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab guru saja, tapi juga tanggung jawab orang tua, dan masyarakat. Ketiga pihak ini harus bersinergi dan bekerjasama dalam menanamkan karakter positif kepada anak-anak.

Bung Karno pernah mengatakan bahwa “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan kepentingan pembangunan karakter (character buIlding), karena hal inilah yang membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, dan jaya, serta bermartabat. Jika character building ini tidak dilakukan, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.”

Salah satu cara menanamkan karakter positif secara menyenangkan kepada anak atau siswa adalah melalui dongeng. Pembudayaan karakter yang disandingkan dengan dongeng akan semakin menjadi renyah, asyik, dan suasana lingkungan sekolah akan semakin menggairahkan.

Dongeng dalam bahasa Inggris adalah fairy tale, sedangkan pendongeng disebut story teller, dan mendongeng -- sering juga disamakan dengan bercerita – disebut dengan story telling.

Ada sedikit perbedaan dongeng dan cerita (story). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dongeng berarti sebuah cerita khayalan yang belum tentu kebenarannya, sedangkan menurut Harder, cerita adalah ketika seseorang bercerita kepada orang lain. Cerita bisa suatu hal yang nyata atau bisa juga suatu hal yang dibuat-buat. Cerita adalah percakapan kita sehari-hari.

Tradisi mendongeng yang disampaikan nenek moyang kita secara turun temurun ternyata bisa memberikan dampak yang luar biasa bagi perkembangan kepribadian anak setelah mereka dewasa. Bukan hanya itu, kebiasaan mendongeng orang tua kepada anak-anaknya sejak dini ternyata mempengaruhi kecerdasan dan pola pikir mereka, sehingga berdampak pada kemajuan negara 25 tahun  ke depan (Pendidikan Karakter Melalui Dongeng, Hendri, 2013 : xii).

Dongeng adalah tradisi dan warisan umat sepanjang zaman. Hal itu menunjukkan bahwa tradisi dongeng menjadi bagian terpenting dan tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan umat manusia dalam mencetak kepribadian bangsa yang lebih baik.

Menurut psikolog Amerika Lawrence Kutner, “Dongeng penting bagi anak agar memasuki perjalanan hidupnya tanpa resiko. Anak bisa mengatasi masalahnya dengan mengidentifikasi diri dengan tokoh cerita.”

 

Mendongeng atau berkisah menjadi bumbu penyedap dalam meracik sebuah bahan ajar di sekolah. Belajar sambil mendongeng, mendidik anak sambil bercerita akan membuat suasana lebih arif dan menyenangkan. Bahkan, mata pelajaran yang dianggap rumit pun akan menjadi sangat menyenangkan, apabila disampaikan melalui teknik mendongeng atau diselipi dongeng dalam belajar.

Dongeng dapat dijadikan sebagai alat atau jembatan untuk mencapai visi dan misi pendidikan karakter. Mendongeng dapat mengasah imajinasi dan fantasi anak. Ketika imajinasi dan fantasi anak terasah, maka kemampuan otak kanan dengan sendirinya akan terasah dan kinerjanya akan semakin maksimal.

Otak kanan merupakan bagian otak yang berpikir secara afektif, relasional, spiritual, kreatif, imajinatif, dan fantastik, yang berpegaruh pada sikap peduli terhadap orang lain dan lingkungan.

Otak kanan yang tidak pernah diasah bisa mengakibatkan seseorang kehabisan ide, kurang rasa ingin tahu, kurang disiplin, kurang tanggung jawab, kurang menghargai orang lain, kurang menghargai keindahan, kurang menghargai kekuatan hati serta kekuatan cinta, dan lain sebagainya.

Menurut Bobby de Porter, untuk menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan, dalam pembelajaran perlu dimasukkan musik dan estetika. Semua itu menimbulkan emosi positif yang membuat otak bekerja secara efektif.

Mendongeng bisa menjadi metode penyampaian pesan-pesan moral yang sangat efektif. Bukan hanya itu, kegiatan mendongeng juga merupakan cara terbaik untuk menyegarkan proses pembelajaran agar tidak membosankan. Guru dapat menyisipkan dongeng yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkannya. Dongeng yang disampaikan dapat berupa karangan sendiri, cerita rakyat, cerita binatang baik dalam negeri maupun luar negeri.

Mendongeng dapat mendekatkan hubungan antara guru dengan peserta didik di sekolah, lebih mendekatkan hubungan cinta antara orang tua dengan anak, meningkatkan sikap kritis, meningkatkan imajinasi, meningkatkan fantasi serta menumbuhkembangkan kelembutan hati anak-anak.

Peranan dongeng dalam mendukung gerakan pendidikan karakter patut diperhitungkan dan harus terus direalisasikan dengan membiasakan kembali mendongeng, baik di sekolah maupun di rumah.  Dongeng memiliki peranan penting dalam mewujudkan pendidikan karakter. Dongeng dapat menjadi jembatan komunikasi efektif dalam menyampaikan pengajaran kepada anak-anak, baik di rumah maupun di sekolah.

Menurut Muchlas Samani, metode mendongeng pada hakikatnya sama dengan metode ceramah, tetapi dalam mendongeng guru lebih leluasa berimprovisasi. Mengajar sambil mendongeng sangat mengasyikkan. Suasana menjadi cair. Anak-anak tidak merasa digurui. Semua mengalir begitu saja

Anak-anak dibawa ke sebuah alam di mana mereka belum pernah mengalaminya. Di sana mereka tertawa, menangis, bersorak, bertepuk tangan, melihat keunikan-keunikan dari sejuta makna yang melimpah, yang tergambar di sebuah layar visual yang mereka ciptakan sendiri dalam pikirannya. Itulah alam fantasi.

 

Dongeng mampu menciptakan fantasi karena dongeng sangat dekat dan erat sekali dengan dunia imajinasi. Oleh karena itu, selektif dalam memilih dongeng merupkan faktor yang menentukan apakah anak akan berimajinasi dan berfantasi baik atau tidak.

Mendongeng dapat dilakukan di rumah, sekolah, di mesjid, kantor, atau di tempat lain. Orang tua bisa mendongeng ketika anak hendak tidur. Guru bisa mendongeng di sela-sela pelajaran berlangsung. Seorang ustad bisa mengemas ceramahnya melalui dongeng, seorang pemimpin bisa melakukan ice breaker ketika rapat melalui dongeng, dan sebagainya.

Melalui dongeng, diharapkan akan terinternaliasi karakter-karakter positif dalam membentuk kepribadian anak menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur. (Idris Apandi, pnulis, dan widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat)

Download disini