(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Mendampingi Tumbuh Kembang Anak Ibarat Bercocok Tanam

Admin disdikpora | 31 Desember 2018 | 1197 kali

”Jangan letakkan tanaman di bawah pohon rindang, dia tidak akan tumbuh dengan baik. Pindahkan ke area terbuka supaya terkena cahaya matahari, pasti akan lebih kuat dan besar.”

Begitulah nasihat ibu serta saudara yang petani ketika saya mencoba berkebun dengan memindahkan bibit tanaman sayur ke sebuah polibek di halaman rumah. Lamat-lamat saya juga teringat pelajaran saat SD dulu, kurang lebih intinya sama.

Untuk membuktikannya, saya pindahkan sebagian tanaman ke area yang lebih terbuka, sementara sebagian tetap di bawah pohon rindang. Dalam perkiraan ngeyel saya, meletakkan tanaman kecil di bawah pohon adalah pilihan terbaik karena terlindung dari terik matahari dan tidak roboh saat hujan deras.

Namun pemikiran saya itu ternyata salah. Bibit yang saya letakkan di bawah pohon memang tidak layu ataupun roboh, namun sangat lambat tumbuhnya, bahkan cenderung tidak sehat. Sementara tanaman yang lebih banyak terkena sinar matahari tumbuh lebih besar, segar dan kokoh. Beberapa minggu kemudian, salah satu tanaman bahkan sudah berbunga, tanda akan segera berbuah.

Percobaan ini membuat saya merenung, sesungguhnya bercocok tanam seperti mendampingi tumbuh kembang anak. Mereka membutuhkan lingkungan dan dukungan yang tepat supaya tumbuh dengan baik. Apalagi berkenaan dengan memaksimalkan bakat serta potensinya.

Tidak saja terkait sinar matahari yang membantu proses fotosintesis atau pembuatan makanan oleh tumbuhan hijau, namun juga pemilihan media tanam dan proses pemupukan yang akan membantu kesuburannya. Coba kita cari persamaannya satu per satu.

Pilih waktu yang tepat

Sore hari adalah waktu yang tepat untuk memindahkan tanaman dari media pembibitan ke media penanaman. Ini supaya bibit yang ditanam tidak terbakar sinar matahari sehingga layu dan mati.

Sama halnya dengan melahirkan seorang anak, tentu akan lebih baik jika direncanakan. Sehingga orangtua memiliki waktu untuk menyiapkan mental dan finansial. Mental terkait kedewasaan dan kesiapan pasangan menjalani perkawinan dan menjadi orangtua dengan segala tanggung jawabnya.

Itulah sebabnya banyak pemerhati perkawinan menuntut direvisinya UU Perkawinan No 1 tahun 1974. Dalam UU tersebut batasan usia menikah untuk laki-laki adalah 19 tahun, sementara perempuan 16 tahun. Menurut banyak pihak, angka ini menjadi salah satu penyebab tingginya pernikahan dini di Indonesia. Padahal Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) mencatat, lebih dari 50% pernikahan dini berakhir dengan perceraian. Kalau demikian kejadiaannya, tentu anak menjadi korban. 

Sementara kesiapan finansial yang cukup akan membuat pasangan dapat memenuhi berbagai kebutuhan dalam rumah tangga. Mulai dari nutrisi ibu sejak mengandung hingga setelah anak lahir hingga berbagai kebutuhan lain termasuk pendidikan.

Tentu dengan dana yang cukup Anda bisa memilih sekolah terbaik dan memberikan berbagai kursus keterampilan tambahan yang diperlukan anak.     

Letakkan di lokasi terbaik

Seperti halnya sinar matahari yang membuat tanaman tumbuh dengan baik, anak membutuhkan lingkungan yang mendukung selama tumbuh kembangnya. Lingkungan yang seperti apa?

Pertama, pastinya sebuah keluarga yang hangat penuh kasih sayang. Penelitian membuktikan, anak yang bahagia karena dipenuhi kasih sayang akan tumbuh dengan baik dan menjadi pribadi yang ceria.

Kedua, lingkungan yang dapat menyorot serta menyinari potensi dan bakat anak sehingga dapat meraih masa depan gemilang sesuai dengan minatnya.

Siram dan pupuklah secara berkala

Tanaman tanpa siraman air dan pupuk secara berkala tak akan tumbuh subur atau maksimal, bahkan kemungkinan mati. Begitupun anak tanpa nutrisi, kasih sayang dan pendidikan yang cukup.

Kecukupan nutrisi akan mendukung pertumbuhan fisik dan otaknya, jaminan kasih sayang akan melindungi psikisnya, sementara pendidikan akan menjadi bekalnya menyongsong masa depan. 

Dalam hal minat dan potensi anak, tentu saja orang tua tak boleh sembarang memupuk dan menyiram. Psikolog Ajeng Rivando dalam sebuah wawancara mengatakan, orangtua harus memiliki bekal pengetahuan serta pemahaman mengenai multiple intelligent atau kecerdasan majemuk pada anak. Jadi tidak terpaku pada kemampuan intelektualnya saja.

”Supaya orangtua tidak berpikir kalau anak nggak bisa matematika berarti nggak bisa ngapa-ngapain. Bisa saja anak bersangkutan memiliki kecerdasan bahasa, parsial dan sebagainya. Amati juga kepribadian anak, apakah tergolong tekun dan teliti atau lainnya. Jadi jangan menyerah ketika anak terlihat ‘kurang pintar’ di sekolah. Apalagi gaya belajar anak macam-macam. Ada yang dapat langsung menyerap penjelasan lisan, ada yang butuh diterangkan dengan alat peraga,” pesan Ajeng.

Ikutkan pameran yang sesuai  

Saat ini banyak pameran agrikultur, berkembang pula gaya hidup berkebun di rumah. Jadi tak ada salahnya menunjukkan tanaman Anda.

Begitupun dengan keterampilan buah hati. Untuk mengasah minat dan bakatnya, sekali waktu ikutkan perlombaan atau pentas tertentu. Tidak saja melatih kepercayaan dirinya, Anda juga memberikan anak kesempatan untuk melihat teman-temannya yang memiliki bakat serupa sehingga anak terdorong untuk lebih meningkatkan diri.

Selamat ’bertani’! (Kristina Rahayu Lestari – Ibu rumah tangga, penulis lepas, mantan jurnalis Wanita Indonesia)