Orang tua adalah guru pertama bagi anak dan rumah merupakan sekolah pertama baginya. Tak salah jika membaca menjadi mata pelajaran pertama bagi anak. Karena itulah, membaca bisa dimulai dari rumah, bukan di sekolah.
Membantu anak dalam membaca merupakan tugas pertama orang tua, bukan guru di sekolah. Menurut Satria Dharma, pegiat literasi yang juga turut menggagas Gerakan Literasi Sekolah, jika setiap anak Indonesia bisa dan suka membaca, maka Indonesia akan jaya.
“Keberhasilan sebuah sekolah ditingkat dasar diukur dan dinilai dari kemampuannya membuat siswa memiliki keterampilan membaca,” tegas Satria pada acara seminar Kids Fair yang diselenggarakan komunitas Gerakan Peduli ASI sekitar Tangerang Selatan di Bintaro, pekan lalu.
Membaca menurut Satria memiliki peran besar dalam pendidikan. Mengutip kata bijak dari Dr. Roger Farr, ‘Membaca Adalah jantungnya Pendidikan’, semua sepakat bahwa tanpa membaca, pendidikan akan ‘mati’.
Sementara, menurut Glenn Doman, membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup. Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Membaca adalah landasan bagi semua proses belajar.
”Anak-anak yang sudah mulai terpapar dengan banyak bacaan di rumah akan mudah memulai sekolah. Anak yang percaya diri dengan membaca akan memiliki perilaku yang positif pada belajar. Anak yang membaca bersama keluarganya akan mengembangkan kecintaan membaca yang akan berlangsung seumur hidup,” jelas Satria.
Bagaimana anak belajar membaca? Menurut Satria, anak telah siap membaca sejak ia masih bayi. Karena itulah, kebiasaan membaca tidak perlu menunggu ketika anak masuk sekolah.
Anak usia bayi hingga 3 tahun sangat suka dibacakan dan melihat buku. Mereka belajar tentang huruf melalui gambar dan lagu. Mereka mulai belajar bahwa apa yang dipikiran mereka bisa dicetak kedalam buku.
Anak usia pra sekolah mulai belajar memahami bahwa kata yang tercetak membentuk cerita. Mereka mulai memahami hubungan antara suara dan huruf.
Sementara, anak usia sekolah belajar cara mengidentifikasi kata. Mereka bisa membaca berbagai macam materi dan menebak kisah dalam cerita. Mereka bisa menghubungkan arti dari buku pada apa yang yang mereka ketahui dan lakukan.
”Setiap anak belajar sesuai kecepatannya sendiri-sendiri. Anak butuh perhatian dan dukungan penuh dari orang tua pada setiap tahapan bacanya. Karena itulah tugas orang tua untuk mendampingi,” tegas Satria.
Lalu, bagaimana membantu anak agar menjadi pembaca yang baik? Tahap pertama, terapkan harapan pada anak agar mereka tahu bahwa mereka diharapkan untuk dapat mengembangkan kemampuan membacanya dan mencapai tingkatan tertentu.
Selalu sediakan buku-buku bacaan, koran dan alat tulis seperti pensil, krayon, kertas gambar dan sebagainya.
Membacalah bersama anak setiap hari. Bacakan mereka buku-buku cerita yang menarik. Tuntun mereka untuk ikut membaca. Usahakan untuk tidak berhenti membacakan buku ketika mereka sudah bisa membaca sendiri.
Setiap Anda membaca buku, jangan lupa ceritakan juga pada ananda apa buku yang sedang Anda baca. Hal ini akan membantu anak untuk mengembangkan kosakata dan kemampuan berpikir kritisnya.
Tunjukkan bahwa membaca itu penting, karena itu, membacalah di depan mereka dan dorong anak untuk ikut membaca juga.
”Orang tua yang terlibat dalam proses belajar anaknya akan memberikan pengaruh yang positif pada keberhasilan anak mereka di sekolah,” tegas Satria. (Bunga Kusuma Dewi)