(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Mengapa Anak-anak di Denmark Paling Bahagia?

Admin disdikpora | 04 Maret 2019 | 844 kali

Bulan Maret 2016 lalu, PBB kembali meliris "Indeks Kebahagiaan Dunia" yakni berupa  peringkat negara negara terbahagia dunia. Ternyata, Denmark menempati peringkat pertama, menggeser Swiss. Tahukah Anda, ternyata Denmark tak pernah keluar dari peringkat 10 besar World Happiness Report. Tahun 2013 dan 2014, menempati peringkat pertama. Lalu 2015 di peringkat dua, kembali lagi di tahun 2016 ini.

Survei dilakukan di 157 negara selama 2013-2015 dengan skor rata-rata 5,1. Sedangkan enam variabel yang digunakan untuk menentukan peringkat kebahagiaan satu negara di dunia, yakni: GDP per kapita, harapan hidup, kebebasan memilih, kebebasan dari korupsi, kemurahan hati, serta memiliki seseorang untuk diandalkan.

Mengapa orang-orang di negara berbentuk kerajaan ini selalu berbahagia? Jessica Joelle Alexander dan Iben Sandahl, penulis The Danish Way of parenting menuangkan hasil investigasi serta hasil wawancara dengan banyak orang tua di Denmark.

Dari hasil investigasi itu, Alexander dan Sandahl menuliskan, orang-orang di Denmark tumbuh sebagai anak-anak dengan masa kecil yang menyenangkan dan banyak bermain. “Bermain merupakan aturan wajib yang ditetapkan negara untuk anak-anak, “katanya.

Jadi, kata Alexander, orang tua tidak boleh melarang anak untuk bermain. Sebaliknya, orang tua harus memberikan dan menyediakan waktu bermain untuk anak-anak sebanyak-banyaknya.

Bahkan sebaliknya, tulis Alexander, negara mengatur, anak-anak di Denmark tidak boleh terlalu kelamaan belajar di dalam kelas atau rumah. Selain itu, kebanyakan orang tua di Denmark jarang menyertakan anak-anak pada ekstrakurikuler olahraga yang terorganisir.

Umumnya, anak-anak dibiarkan bermain di taman atau halaman rumah di akhir pekan selama yang mereka inginkan. Anak-anak Denmark dibiarkan memilih permainan dan aktivitas yang mereka suka serta membuat mereka bahagia.

Kemudian, kedua penulis buku tersebut di atas juga mengungkapkan bahwa tradisi orang tua Denmark selalu berusaha jujur pada anak-anak. Orang tua di Denmark sebisa mungkin berusaha untuk menerangkan kondisi yang sulit pada anak sesuai bahasa yang mudah dipahami.

“Orang tua di Denmark jarang menutupi kondisi dan situasi, baik dalam keluarga atau apapun yang terjadi di dunia,” jelas Alexander.

Membuat segalanya nyata, kata Alexander, membuat anak tidak gelisah dan hidup lebih tenang. “Orang tua dan orang dewasa tidak membuat kehidupan anak menjadi sulit. Intinya, anak-anak harus dan wajib lebih banyak bermain ketimbang belajar,” imbuhnya.

Permainan yang biasa diajarkan pada anak di Denmark, sebut Alexander, selalu dalam kelompok bermain. Tujuannya agar anak memiliki rasa empati, belajar bersosialisasi, dan memahami pentingnya bertoleransi. Yanuar Jartnika