Memiliki anak dengan rentang usia cukup dekat memang sering menjadi tantangan para orang tua. Belum lagi jika anak-anak kerap bertengkar dan membuat orang tua kebingungan untuk menghadapinya.
Pertama, mari kita pahami anak-anak terlebih dahulu. Sehingga bukan bagaimana menghilangkan pertengkaran dari dunia anak-anak, namun bagaimana kita bersikap bijak terhadap anak-anak.
Ada beberapa sebab pertengkaran yang memang ‘tidak terhindarkan’. Biarkan hal itu terjadi sebagai proses yang harus dilalui. Jika kita memahami, kita tidak akan stress namun bisa memahami.
Manusia lahir tidaklah langsung dewasa, namun dengan proses psikologis, dimana awalnya adalah KU-sentris, semuanya pusatnya adalah dirinya.
Mereka akan berkata ini ayah-ku, mama-ku, tv-ku, rumah-ku dan jika kakaknya mencoba untuk menerangkan bahwa ini juga papa-ku, ini papa KITA, maka konsep KITA belum ada pada adik dan pertengkaran bisa terjadi.
Anak usia 2-4 tahun adalah tahap UNLOADING dimana membongkar, merobohkan, mengeluarkan adalah hal yang mengasyikkan, maka dia akan menarik baju di almari hingga berantakan, menumpahkan semua isi laci dan sebagainya.
Jika kakaknya menginjak 5-6 tahun dan mulai menyukai kebalikkannya, dia mulai MEMUAT, menyusun, merangkai. Menyusun balok-balok dan adiknya datang (2-4 tahun) dengan senangnya merobohkan, maka sudah pasti pertengkaran akan terjadi.
Kakak dan adik dengan beda usi hanya 1 tahun, juga bisa memicu pertengkaran karena menyukai hal yang sama, entah mainan sehingga rebutan dan pertengkaran tidak mungkin dihindarkan.
Beda usia 1 tahun, maka si-kakak belum mendapat ‘plafon’ kasih sayang yang cukup, sehingga tingkat kecemburuan sangat besar dan memicu pertengkaran. Belum lagi jika si kakak harus selalu disuruh mengalah kepada si-adik, maka ia semakin tidak mencintai/ cemburu ke si-adik. Dan akan masih banyak lagi sumber pertengkaran lainnya.
Bertengkar adalah proses psikologis yang wajar, yang melaluinya anak belajar memahami konsep KITA, memahami milik dan hak orang lain, tumbuh empati dan simpati. Jika hanya memiliki anak tunggal, atau 2 anak dengan dua kamar, dua TV, dua set mainan, dua suster, dua sopir, dua mobil maka pertengkaran tidak akan terjadi, tetapi anak juga tidak akan bertumbuh dengan benar.
Jangan jemu-jemu terus mengajarkan, bahwa benda A punya si-kakak dan benda B punya si-Adik dan harus saling ijin jika meminjam dan menggembalikan jika si-pemilik memerlukan.
Untuk hal sesederhana ini saja butuh waktu dan kesabaran, tetapi itulah tugas orang tua, mengajarkan yang benar. Jika si-Adik yang salah, maka si-Adiklah yang harus mengalah.
Orang tua perlu sadar, bahwa itu wajar dan semua anak juga begitu. Kasihi mereka lebih. Kasih yang lebih besar akan membuat orang tua bisa lebih sabar yang lebih pula. Selesaikan setiap pertengkaran mereka dengan baik, saling meminta maaf dan memaafkan, saling bersalaman. Jangan si-kakak harus mengalah jika si-adik yang salah, keadilan akan mengurangi kecemburuan.
Jika jarak terlalu dekat, maka faktor kecemburuan mungkin menjadi faktor utama, maka saat anak cemburu, jangan dimarahi, dia akan semakin merasa tersingkir. Cemburu adalah sinyal, bahwa kasih sayangnya kurang, maka saat inilah diperlukan pasangan (suami) atau suster, mbak, mertua, orang tua untuk membantu menangani si kakak yang cemburu.
Terbaik jika ayah bisa masuk dan memberikan perhatian, mengajak bermain dan memberikan kasih sayang kepada si-Kakak, jika si-Adik harus dan tidak bisa tidak harus dengan ibu, karena memang si-ibu yang hanya bisa melakukannya (misalnya memberikan ASI).
Saat menyerahkan atau meminta si-Kakak untuk bermain dengan ayah, suster atau kakek nenek, jangan lupa katakan; “Mama sangat sayang kakak, nanti setelah main sama ayah/ suster/ kakek nanti sama mama ya? I love u... kakak anak baik deh.”
Sering saat anak cemburu, dia hanya butuh kepastian, bahwa dirinya juga dicintai. Setelah si-Adik tidur, atau bisa ditinggalkan, atau setelah urusan penting lainnya selesai, jangan lupa mencari si kakak, berikan pelukan, berikan kata-kata cinta. Anak yang mendapat kasih sayang cukup, tidak akan mudah bertengkar.
Selain faktor diatas, sering terjadi bahwa anak bertengkar, karena 'ketularan' dari orang tuanya. Suami isteri yang bertengkar, suasana amarah dalam rumah, tidak ada damai sejahtera, membuat mereka gelisah dan akan mudah bertengkar.
Jika orang tua terlalu menekan dengan memarahi salah satu anak, maka dia tidak berani melawan orang tuanya, tetapi akan marah dengan adiknya atau kakaknya. Karena itu cobalah untuk mengevaluasi pernikahan Anda.
Saya berikan ilustrasi ini: Ada satu kisah tentang seorang pelaut tua. Pelaut ini gemar merokok, dan ketika burung beo kesayangannya menderita batuk menahun, ia memanggil dokter hewan untuk memeriksa, karena dia sayang benar dengan beo tersebut.
Beberapa kali datang bahkan ganti dokter hewan, sang dokter tidak bisa juga menyembuhkan sakit burung beo tersebut. Sang pelaut akhirnya berhenti merokok, kuatir asap rokoknyalah yang menyebabkan beo-nya batuk-batuk. Si pelaut pun hidup lebih sehat dan sembuh dari batuknya, dan ternyata beo-nya pun berhenti batuknya.
Sang Beo berhenti batuk bukan karena dia sembuh dari sakit batuk, selama inipun dia sehat-sehat saja, sehingga tidak ada dokter hewan yang bisa menemukan dan menyembuhkan batuk sang beo, karena sang beo bukan sakit batuk, tetapi selama ini dia ‘menirukan’ batuk tuannya.
Betapa sering kejadian serupa ini terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang para orang tua kecewa dan putus asa melihat anak-anak mereka bertambah nakal. Tanpa disadari, acapkali anak-anak meniru gaya hidup orang tua mereka. Karena itu cara mendidik dan menangani anak yang paling praktis adalah dengan memberinya TELADAN.
Download disini