(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Menghadapi Kemarahan Anak

Admin disdikpora | 16 April 2018 | 727 kali

Setiap manusia yang normal tentu saja diberi karunia oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan memiliki rasa marah. Begitu pula dengan anak kita, mereka juga memiliki rasa marah yang tidak bisa diprediksi kapan datangnya. Jika tidak dikelola dengan baik, cara mereka mengekspresikan kemarahan justru akan menimbulkan akibat lain yang bahkan memperburuk keadaan.

Oleh karena itu, keterampilan anak untuk mengelola rasa marah dalam dirinya harus diajarkan sedini mungkin. Bentuknya bisa melalui pemberian contoh dan teladan yang baik oleh orang tua dengan harapan anak bisa meniru sikap positif orang tua.

Hal ini diperlukan agar anak terlatih untuk tetap menghargai dan bersikap baik, meskipun memendam rasa marah. Amarah yang terpendam dalam dada mereka tidak boleh membuat mereka merasa berhak untuk menyatakan kemarahannya dengan mengabaikan norma-norma penghormatan terhadap orang lain.

Dalam keadaan bagaimanapun, semarah apapun, anak harus dilatih untuk menyatakan rasa marahnya secara positif agar mereka terbiasa untuk memelihara hubungan sosial yang baik dengan orang lain. Lalu bagaimana seharusnya sikap orang tua ketika menghadapi kemarahan anak? Di bawah ini akan dijelaskan kiat-kiat menghadapi kemarahan anak.

Pertama, ketika anak menunjukan tanda-tanda kemarahan dalam dirinya dengarkan keluhannya. Jangan memotong apalagi menasehatinya panjang lebar. Cukuplah mengatakan satu dua kata dengan suara lembut untuk meresponnya. Anak dalam kondisi demikian betul-betul membutuhkan orang tua yang mau mendengar, bukan yang menasehati atau malah menceramahi.

Kedua, tetapkan kesepakatan bersama bahwa meskipun dalam keadaan marah, anak tidak boleh melewati batas-batas norma kepatutan dalam bersikap terhadap orang lain. Dorong mereka untuk menyatakan kemarahannya. Berikan dukungan agar mereka mengatakan apa yang tidak mereka suka, namun tetap ajarkan untuk menyampaikannya dengan tetap menghargai orang lain.

Ketiga, tunjukan bahwa kita menyayanginya. Berikan sentuhan fisik, seperti merengkuh tubuhnya atau memeluknya dalam pangkuan kita. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan kepada anak bahwa dia tidak sendiri dalam kemarahannya. Ada keluarga yang mencintai dan menyayanginya.

Keempat, tunjukkan sikapnya yang tidak baik saat dia mengekspresikan kemarahannya. Selain itu, berikan contoh sikap lain yang positif sebagai ganti dari sikap negatif tersebut. Contohnya kita bisa mengatakan, “Daripada menangis dan teriak-teriak, lebih baik kamu katakan dengan jelas apa keinginannmu?”

Setelah kemarahannya mereda, berilah beberapa nasihat positif agar anak mengambil hikmah dari kemarahan yang dirasakannya. Ini dimaksudkan untuk melatih kemampuan interpersonal anak, agar peka terhadap perasaan orang lain. Jika apa yang dirasakan anak tidak enak, tentu orang lain juga akan merasakan hal yang sama. Hikmah lebih jauhnya lagi, anak akan berlatih untuk tidak menyakiti orang lain.

Selanjutnya, jangan lupa untuk memberinya pujian ataupun penghargaan jika pada saat yang lain mampu mengelola kemarahannya dengan positif. Misalnya dengan mengatakan “Kamu memang anak saleh. Meskipun tidak suka, kamu tidak nangis lagi. Ayah suka hal itu. Berarti kamu sekarang sudah besar, karena bisa mengelola emosimu dengan baik.”

Terakhir, latihlah anak untuk selalu berpikir positif. Karena pikiran akan melahirkan perbuatan. Perbuatan yang dilakukan berulang-ulang akan membentuk kebiasaan. Dan kebiasaan yang dilakukan terus menerus akan menjadi karakter. Semoga dengan teladan yang baik dan pendidikan positif dari orang tua, anak kita memiliki karakter terpuji dan mampu mengelola emosi dengan baik. *Ade Iskandar, guru SMP Negeri 6 Banjar Kota Banjar Jawa Barat