(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Menghadirkan Komunikasi Keyakinan yang Positif dalam Keluarga

Admin disdikpora | 25 September 2017 | 759 kali

Galuh, gambarmu bagus!” puji saya pada Galuh usai menyelesaikan tugas menggambarnya. ”Siapa yang mengajarimu?” tanya saya kemudian.

Galuh diam berpikir sejenak. Kemudian tersenyum. Dia menggelengkan kepala. Saya semakin penasaran. Galuh kemudian hanya bercerita, ”Tidak ada yang mengajari. Tapi, Bapakku seorang pengecat yang ahli. Bapak sering mengajakku mengecat dinding.Bercerita soal warna cat, dan saya sangat suka. Dan tidak tahu kenapa saya suka menggambar.”

Saya pun kemudian paham. Inilah yang disebut dengan komunikasi keyakinan.

Ya, prinsipnya sederhana saja. Setiap orang tua, setiap harinya pasti akan menunjukkan sikap, ucapan dan perbuatan yang merefleksikan keyakinannya. Misalnya, bapak saya seorang guru, setiap hari yang saya lihat adalah bapak sering membaca buku, menulis materi belajar, mengajari saya belajar, saya sering diajak ke sekolah dan bapak cerita senangnya jadi guru.

Sekalipun bapak tidak pernah mengharuskan cita-cita saya untuk menjadi guru, tapi beliau telah mengomunikasikan keyakinannya bahwa jadi guru itu menakjubkan. Tanpa saya sadari, saya pun terpengaruh dengan keyakinan bapak. Cita-cita saya pun ingin menjadi guru. Bapak saya telah berhasil mengomunikasikan keyakinannya pada saya.

Sebaliknya, kita sering mendapatkan kenyataan, anak yang perilakunya buruk, semangat belajarnya rendah dan tidak punya cita-cita. Saya yakin, itu disebabkan oleh komunikasi keyakinan negatif yang diperlihatkan orang tuanya. Orang tua menunjukan sikap putus asa, pemalas, menganggur dan tidak belajar, maka pola komunikasi ini akan diserap anak. Selanjutnya akan menjadi keyakinan anak untuk demikian pula, sekalipun orang tuanya setiap hari menyuruh anak melakukan hal yang baik.

Dari sinilah, pola komunikasi keyakinan orang tua harus diciptakan dengan baik. Sebabnya, yang diserap dan dipahami anak dari orang tua itu bukan semata ucapan dan perintahnya, tetapi justru keyakinannya yang teraktualisasikan dalam gagasannya, sikap dan perilaku, kebiasaan serta perkatannya sehari-hari. Untuk itu, kita sebagai orang tua harus menyadari hal ini, dan dalam kehidupan sehari hari harus bisa mengomunikasikan keyakinan kita dengan baik melalui tiga hal berikut.

Pertama, komunikasikan ide-gagasan dengan baik. Seringlah mengomunikasikan ide-gagasan pada anak. Misalnya, ide-gagasan orang tua yang ingin sekolah yang tinggi, ide-gagasan soal pentingnya berbagi, ide-gagasan menulis buku dan sebagainya. Ide-gagasan orang tua ini akan dipahami anak. Anak akan mengetahui bahwa orang tuanya punya mimpi dan cita-cita yang mulia.

Ini akan diserap oleh anak. Anak-anak kita pun nanti akan tumbuh menjadi individu yang meneruskan mimpi dan cita-cita orang tuanya serta akan membentuk keyakinan yang positif.

Kedua, komunikasi sikap-perbuatan dengan baik. Jika komunikasi keyakinan ide-gaagsan telah dilakukan, maka selanjutnya, jalin komunikasi dan interaksi yang menyenangkan melalui sikap-perbuatan kita yang baik.

Saat kita sedang besikap, misalnya bertutur kata yang baik, belajar, membaca, berkarya dan sebagainya yang dilakukan dengan baik, maka anak-anak akan memahami pola perbuatan kita. Anak-anak pun tidak hanya sekadar meniru, tetapi meyakini bahwa yang dilakukan anak harus seperti yang dilakukan orang tuanya. Anak-anak pun akan memahami keyakinan orang tuanya.

Ketiga, komunikasi perkataan-ucapan dengan baik. Katakan segala halnya dengan baik, tidak boleh ada kata-kata yang kasar dan penuh kemarahan. Semua disampaikan dengan baik tanpa harus memaksa. Maka, hasilnya anak-anak kita akan memahami komunikasi perkataan-ucapan kita. Anak-anak akan meniru dan mampu menyampaikan pikiran dan gagasannya dengan baik pula sebagaimana yang diyakini orang tuanya. (Heru Kurniawan - Pengajar di Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, Relawan Pustaka di Kampung Literasi Wadas Kelir)