(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Meraih Masa Depan Gemilang (1)

Admin disdikpora | 25 Februari 2019 | 704 kali

Merenda masa depan gemilang untuk anak tak dapat dilakukan secara instan. Justru masa kecil adalah kuncinya. Dapat dimulai dengan menciptakan masa tumbuh yang menyenangkan.

”Setidaknya anak yang tumbuh dengan bahagia dapat menyerap banyak hal dengan baik, termasuk saat sudah belajar di sekolah,” kata Psikolog Ajeng Raviando.

Apakah hal itu menjamin anak akan sukses kelak, menurut Ajeng harus disertai komponen lain. Sebab bicara kesuksesan menyangkut kemampuan anak, komitmen, dan sebagainya.

Ajeng mencontohkan, anak yang ingin menjadi dokter misalnya, tidak cukup memiliki modal kemauan. Harus dilihat kemampuan intelektualnya juga.

Walau begitu orangtua tetap bisa melakukan banyak hal untuk menyiapkan anak menyongsong masa depannya. Misalnya mengenalkan aneka profesi sejak anak berusia balita. ”Bisa dimulai dari lingkungan terdekat, orangtua kerjanya apa. Kenalkan juga hal sederhana, seperti kerja di kantor itu kayak apa,” terang Ajeng.

Selanjutnya dapat meluas dengan pengenalan berbagai profesi lain. Saat melewati sawah misalnya, dapat dijelaskan bahwa yang menggarapnya disebut petani. Saat naik kereta bisa disinggung yang mengemudikannya masinis, ketika naik pesawat dapat dikenalkan dengan pilot dan pramugari-pramugara. Atau ketika ke rumah sakit bisa diperkenalkan dengan dokter, perawat, dan sebagainya. Saat belanja di supermarket dapat ditunjukkan profesi kasir dan sebagainya.

Beruntunglah yang hidup di perkotaan, sebab banyak peluang untuk mengetahui aneka profesi yang lebih beragam. Ada pula berbagai fasilitas permainan edukatif yang dirancang sebagai simulasi ragam profesi.

Namun bukan berarti keluarga di kota kecil atau di desa yang lebih terbatas tak dapat mengenalkan aneka profesi pada anak-anak. Selain dari buku dan sumber lain, sekali waktu anak dapat diajak mengunjungi berbagai tempat, seperti lahan pertanian, pabrik, atau perkantoran.

Seiring bertambahnya usia anak dapat disertai penjelasan lebih rinci. Sebab di usia 9-10 tahun pada umumnya kognisi anak mulai berkembang. Apalagi ketika sudah menginjak jenjang pendidikan menengah pertama atau SMP.

”Kalau dikaitkan dengan sistem pendidikan di Indonesia, ketika SMP anak mulai dapat diajak merancang saat di SMA nanti hendak memilih jurusan IPA atau IPS. Nah ini pula saatnya mengajak anak berpikir lebih jauh, ingin menekuni profesi apa kelak. Kalau ingin jadi dokter misalnya, harus kuat di IPA. Kalau ingin menekuni bidang social, ya asah IPS-nya,” saran Ajeng.

Pahami Kecerdasan Majemuk Anak

Sembari mengenalkan ragam profesi sejak anak masih kecil, orangtua juga harus jeli mengamati kelebihan dan kekurangannya. Kemampuan motorik atau aktivitas fisik misalnya, bisa menjadi dasar pertimbangan untuk menentukan sekolah mana yang lebih tepat untuk anak.

Yang pasti menurut Ajeng, orangtua harus memiliki bekal pengetahuan atau pemahaman mengenai multiple intelligentatau kecerdasan majemuk pada anak. Jadi jangan terpaku pada kemampuan intelektualnya saja.

”Supaya orangtua nggak berpikir kalau anak nggak bisa matematika berarti nggak bisa ngapa-ngapain. Bisa saja anak bersangkutan memiliki kecerdasan bahasa, parsial, dan sebagainya. Amati juga kepribadian anak, apakah tergolong tekun dan teliti atau lainnya. Jadi jangan menyerah ketika anak terlihat ’kurang pintar’ di sekolah. Apalagi gaya belajar anak macam-macam. Ada yang dapat langsung menyerap penjelasan lisan, ada yang butuh diterangkan dengan alat peraga dan sebagainya,” papar Ajeng.

Selanjutnya orangtua harus melek teknologi dan perkembangan zaman. Karena profesi kini lebih beragam. Bukan saja chef dan desainer yang meroket, menjamur pula aneka pilihan pekerjaan terkait perkembangan internet dan segala turunannya termasuk media sosial.

Dulu mana terbayang istilah selebgram, youtuber, dan sebagainya. Nyatanya sekarang tak sedikit anak muda yang mendulang rupiah dari sana.

”Sekarang dunia cepat berubah. Maka anak harus memiliki lifeskill untuk menghadapi segala perubahan yang cepat itu,” Ajeng mengingatkan.

Hal lain yang harus diingat para orangtua menurut Ajeng adalah bahwa bakat tidak selalu berbanding lurus dengan minat. ”Misal seorang anak bakat sekali renang tapi tidak mau jadi perenang. Dia hanya menikmatinya sebagai hobi untuk menyeimbangkan kehidupannya. Jadi jangan pula paksa anak memilih profesi berdasar sesuatu yang menurut orang tua menjadi bakatnya,” pungkasnya. (Kristina Rahayu Lestari-Ibu Rumah Tangga, Mantan Jurnalis. Foto: Fuji Rachman)