(0362) 22442
disdik@bulelengkab.go.id
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

Mood Anak Berubah-ubah? Berikut Cara Menghadapinya

Admin disdikpora | 08 April 2019 | 1990 kali

Ali akan tampil dalam suatu lomba pantomim. Sejak lama ia mempersiapkan diri dengan berlatih terus menerus sehingga memiliki rasa percaya diri yang tinggi.

Namun, pada saat menjelang lomba itu berlangsung, Ali melihat banyak orang yang menyaksikannya. Ia mendadak tidak mau naik ke atas panggung. Walaupun sudah dibujuk dengan segala upaya, Ali tetap tidak mau naik panggung.

Apa yang dialami Ali itu kerap terjadi pada setiap anak-anak, yakni mood atau suasana hati yang berubah-ubah dalam tempo yang sangat cepat. Awalnya berani, tiba-tiba menjadi sangat penakut. Anak yang awalnya pemarah menjadi sangat manis, atau biasanya sangat bandel menjadi sangat penurut.

Ketidaksetabilan mood adalah bagian dari luapan emosi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik eksternal ataupun internal. Anak belum mampu  mengontrol emosinya. Maka di sini orangtua memiliki peranan penting dalam mendampingi anak dan mengarahkan pengaturan emosi anak.

Berbicara merupakan salah satu bentuk pengawasan orangtua terhadap perkembangan anak dalam segi apapun, termasuk perkembangan emosinya. Meluangkan waktu untuk sekadar mengobrol merupakan kewajiban orangtua di tengah padatnya jadwal. Baik saat makan bersama, saat mau tidur, ataupun saat bangun tidur.

Menjauhkan gawai ataupun hal-hal lain yang dapat mengganggu atau mengalihkan obrolan akan membuat percakapan lebih efektif. Sehingga akan terjadi pembicaraan dari hati ke hati yang mendekatkan hubungan emosi anak dan orangtua.

Pertama, memantau emosi anak 

Mulai dari orangtua menanyakan aktivitas apa saja yang telah anak lakukan hari ini, apa yang dia rasakan. Minta anak menyimpulkan sendiri bagaimana perbuatan yang telah dilakukan apakah baik atau tidak.

Kedua, membantu memberi label

Setelah anak bercerita kejadian dan perilakunya selama seharian, orangtua dapat membantu memahamkan bentuk emosi pada anak. Mengarahkan anak apakah dia senang, merasa bersalah, kecewa, atau sedih. Dari sini anak belajar memahai dirinya sendiri dan mengenali macam-macam emosi positif (seperti rasa antusias, senang, cinta, bangga) dan emosi negatif (seperti cemas, marah, rasa bersalah, rasa sedih).

Ketiga, memberi pelajaran pada emosi

Orangtua dapat menceritakan pengalamnnya yang hampir sama di masa kecilnya. Ceritakan bagaimana bisa menghadapi bentuk emosinya agar anak dapat berkaca pada orangtua. Dengan begitu anak akan belajar mengenai penyebab dan konsekuensi dari perasaan-perasaan yang dialami. Di akhir cerita atau obrolan dengan si kecil, orangtua dapat memberikan pelajaran saat anak tengah merasakan emosi negatif (marah, sedih, kecewa, cemas, merasa bersalah) dan menenangkannya.

Keempat, munculkan imajinasi positif 

Salah satu tugas utama orangtua adalah memancing anak untuk selalu berimajinasi positif. Anak adalah manusia terhebat dalam membentuk imajinasi, tanamkan harapan positif di benak anak. Misalnya, ”Hari ini jika Noval berhasil membaca 5 buku, ibu akan belikan hadiah saat pulang kerja.”

Dari sini saatnya orangtua menunjukkan yang terbaik yang orangtua dapat lakukan mesti tidak sesuai imajinasi anak. Apabila orangtua lupa untuk tidak memenuhi janjinya, beri pengertian pada anak agar tidak hilang kepercayaan pada orangtua. Misalnya orangtua dapat menggantinya dengan akan jalan-jalan bersama besok atau akan membeli hadiah bersama-sama nantinya.

Kelima, memposisikan sebagai subjek dan objek 

Maksudnya adalah orangtua sebagai subjek selalu berada di posisi orang yang paling menyayangi anak. Sedangkan maksud dari orangtua sebagai objek adalah selalu ada dan siaga saat anak membutuhkannya. Orangtua akan selalu dicari saat anak sedang terpuruk, merekalah tempat mengadu dan mendapat kenyamanan serta perlindungan dari anak.

Jangan sampai ada orang lain yang dapat menggantikannya. Dengan begitu ikatan emosi anak dan orangtua akan selalu erat dan satu frekuensi sehingga orangtua dapat membantu mengatasi permasalahan pada anak dengan pendektana emosi. (Cesilia Prawening Mahasiswa PIAUD IAIN Purwokerto dan Relawan Pustaka Rumah Kreatif Wadas Kelir. Foto: Dhoni Nurcahyo)