Bila anak anda kehujanan saat pulang sekolah, atau rantai sepedanya putus, atau kancing-kancing tasnya rusak, atau berbagai masalah lainnya, apa yang akan anda lakukan?
Apakah karena dengan alasan sayang anak, lantas anda langsung turun tangan membantu anak menyelesaikan masalah. Anak kehujanan, anda rela menjemputnya, membetulkan kancing-kancing tasnya yang rusak, memperbaiki rantai sepedanya yang rusak, dan sebagainya.
Orang tua, dimanapun dan disiapapun memang mempunyai insting untuk melindungi dan membantu anak-anaknya ketika menghadapi masalah atau kesulitan.
Masalahnya, kalau orang tua terlalu mengintervensi anak, mulai dari hal-hal yang kecil sekalipun, lantas, kapan anak anda belajar mengatasi masalah dan kesulitan dengan cara dan kemampuan sendiri?
Elly Risman, psikolog dan konsultan senior dari Universitas Indonesia mengatakan, anak perlu diajarkan apa yang namanya Adversity Quotient (AD), selain perlu diasah Intelegent quotient (IQ), Spiritual Quotient (SQ), dan Emotional Qoutient (SQ).
Mengutip Paul G. Stoltz, Elly mengatakan, AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.
“Bukankah kecerdasan ini lebih penting daripada IQ, untuk menghadapi masalah sehari-hari?”, ujarnya suatu ketika.
Menurut Elly, ketika seorang anak bisa menyelesaikan masalah, mulai dari hal yang sederhana sampai yang sulit, membuat diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika orang tua benar-benar tidak sanggup lagi.
“Biarkanlah anak anda melewati kesulitan hidup.Tidak masalah anak mengalami sedikit luka,sedikit menangis, sedikit kecewa, sedikit telat,dan sedikit kehujanan. Tahan lidah, tangan dan hati dari memberikan bantuan, “katanya.
Menurut Elly, pola asuh yang diterapkan orang tua adalah salah satu faktor utama rendahnya AQ seorang anak. Hal itu dilakukan dengan selalu memanjakan anak, mengantar jemput, membebaskan anak dari berbagai tugas di rumah agar berkonsentrasi pada pendidikan akademik.
“Kapan anak punya AQ? Anak seperti itu tidak akan menjadi tangguh”, menurut Elly.
Anak seperti itu, Elly mengibaratkan dengan laron, mudah diterbangkan kemana-mana. Ia akan mudah terpengaruh lingkungannya yang buruk. Tak tangguh menghadapi godaan, narkoba, pornografi, materialisme dan lain-lain.
AQ ini dibutuhkan pada setiap sisi kehidupan, termasuk pada saat membina keluarga kelak. Apabila AQ-ya rendah, ia akan mudah menyerah saat menghadapi masalah dalam keluarga. Mereka dengan mudah bercerai saat menghadapi masalah dengan pasangannya.
“Melatih AQ ini adalah ujian kita sendiri juga sebagai orangtua. Tapi sadarilah, hidup tidaklah mudah, masalah akan selalu ada. Dan mereka harus bisa bertahan. Melewati hujan, badai, dan kesulitan,yang kadang tidak bisa dihindar”. Jelasnya. (Yanuar Jatnika)