Berdasarkan penelitian, kecerdasan emosi (EQ/Emotional Quotient), berperan sekitar 80 persen terhadap keberhasilan seseorang hidup di masyarakat, dan hanya 20 persen bagian lainnya ditentukan oleh faktor lain, termasuk faktor kecerdasan (IQ/Intellegence Quotient).
Kecerdasan emosi itu bagian dari karakter. Dengan kata lain, karakter seseorang sangat menentukan kualitas kehidupan seorang manusia, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun akademik dan karir.
Dimana dan bagaimana karakter terbentuk? Karakter seseorang pertama kali dibentuk dalam keluarga. Keluargalah, terutama orang tua, yang membentuk karakter anak sejak si anak lahir sampai dewasa. Begitupun saat anak memasuki dunia persekolahan, orang tua tetap memegang peranan utama dalam pembentukan karakter. Keberadaan anak di sekolah hanya 1/3 dari seluruh kehidupannya, sisanya, yakni 2/3 anak hidup di tengah keluarganya.
Untuk itu, keluarga, khususnya orang tua, perlu mengenali dan memahami prinsip-prinsip pembentukan karakter. Pemahaman itu penting agar karakter anak tumbuh sesuai dengan harapan orang tua, bermanfaat bagi masyarakat dan juga bagi masa depan si anak itu sendiri.
Ali Ghozali, S.Psi., M.Si., dosen kajian islam dan psikolog pada Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam di Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, pada Kuliah Umum bertajuk “Membangun Karakter Bangsa Berbasis Keluarga”, 27 April 2017 di Aula pascasarjana UI, Jakarta, mengatakan, ada enam prinsip pembentukan karakter dalam keluarga, yakni:
Satu, orang tua harus memahami dan menerapkan pola pengasuhan yang tepat. Ada empat pola pengasuhan yang diketahui, yakni Pola otoriter, pola demokratis, pola penelantaran/pembiaran, dan pola permisif atau memanjakan. “Yang relatif baik adalah pola demokratis, sedangkan yang paling berbahaya adalah pola penelantaran, yakni anak dibiarkan berkembang sendiri bahkan ditelantarkan, nyaris tidak ada komunikasi dengan orang tua, “kata Ghozali.
Dua, orang tua harus memahami bahwa setiap anak adalah unik, baik dari sisi fisik, psikis, kemampuan, kondisi, lingkungan, serta pengalaman-pengalaman yang pernah dijalaninya;
Tiga, pembentukan karakter adalah sebuah proses fasilitasi yang berkelanjutan, dan bukan instruksional;
Empat, pembentukan karakter harus menyesuaikan dengan perkembangan Bio-Psiko-Sosio dan Spiritual anak;
Lima, Pembentukan karakter harus mencakup niat, pengetahuan, perasaan, dan tindakan
Enam, Pembentukan karakter membutuhkan role model. Artinya orang tua harus menjadi teladan yang dapat dijadikan contoh nyata. Yanuar Jatnika