“Pak, anak saya kok malas sekali belajar, ya?,” kata seorang ibu mengeluh pada saya. Guru dan orang tua pasti akan merasa sedih dan prihatin melihat perilaku anak yang demikian. Perlu diketahui bersama bahwa anak yang malas belajar merupakan permasalahan yang dihadapi banyak orang tua.
Untuk itu, di sini akan dijelaskan beberapa kemungkinan penyebab anak malas belajar?
Pertama, beban sekolah yang terlalu banyak. Dalam waktu sehari anak diajarkan berbagai macam mata pelajaran. Belum lagi jika ada tugas dan harus menghapalkan beberapa materi untuk ujian, sehingga dampaknya anak akan terlalu lelah.
Kedua, guru yang mengajar tidak menarik. Cara pengajaran guru bersifat monoton, biasanya guru hanya menyampaikan materi dengan cara ceramah. Efeknya anak tidak memiliki gairah belajar yang tinggi, karena merasa bosan.
Ketiga, fasilitas yang berlebihan. Setiap kali anak minta sesuatu selalu saja dipenuhi orang tua. Misal, anak minta dibelikan gawai dan orang tua memenuhinya. Maka anak akan asyik bermain gawai dan bermalas-malasan.
Keempat, gangguan fisik. Barangkali anak memiliki gangguan penglihatan, pendengaran, pengucapan dan lain sebagainya. Tentu saja hal ini harus diobservasi dan diperiksa secara medis.
Kelima, belum adanya teladan. Misal, orang tua di rumah tidak memberikan sikap keteladanan seperti rajin, bersemangat, progresif dan lain sebagainya. Anak kecil secara psikologis belum mampu berpikir secara konkret. Mereka membutuhkan contoh yang nyata untuk kegiatan yang mereka lakukan.
Keenam, anak tidak cocok dengan lingkungan sekolahnya. Lingkungan sekolah yang sering memunculkan perilaku perundungan (bullying), saling olok, kekerasan fisik dan verbal, merusak lingkungan akademis dan mental anak.
Ketujuh, anak belum menemukan cara belajar yang cocok dan menyenangkan. Cara belajar yang cocok bisa memacu semangat belajar anak dan memudahkan anak memahami apa yang sedang dipelajari. Cara belajar anak berbeda-beda. Ada anak yang mudah belajar dengan mendengarkan musik, ada yang belajar menyendiri di tempat sepi, dan ada juga yang mudah belajar dengan visualisasi.
Kedelapan, anak terlalu dibuat capek dengan kegiatannya sendiri. Seperti jam main yang terlalu panjang, mengikuti banyak pelatihan musik, banyak les mata pelajaran, dan kegiatan-kegiatan yang banyak menguras tenaga.
Kesembilan, ekonomi keluarga yang rendah. Efeknya anak tidak nyaman tinggal di rumah. Setiap kali pulang sekolah, anak membantu orang tua mencari nafkah agar kebutuhan sehari-harinya terpenuhi, sehingga tidak jarang anak seperti ini menjadi minder dan kurang percaya diri saat berangkat ke sekolah. (Mukhamad Hamid Samiaji, pegiat literasi dan relawan di Kampung Literasi Wadas Kelir SKB Purwokerto)